"Kakak memiliki janji untuk pergi ke kuburan ayah Lea, kan?" tanya Radi, mengingatkannya.
"Hah?! Astaga! Aku melupakannya!"
"Bajingan!"
"Kau bicara apa?"
"Minta maaf padanya sekarang juga!" perintah Radi.
"Radi, ini sudah malam dan—"
"Minta maaf!!!"
***
Vino berdiri menunduk di depan rumah Lea. Menuruti permintaan Radi untuk meminta maaf kepada Lea. Ia juga merasa tidak enak karena telah ingkar pada janjinya sendiri untuk menemani Lea ke kuburan ayahnya.
Cklek
Pintu rumah Lea terbuka dan itu adalah Lesta.
"Vino, ada apa malam-malam datang kemari?" tanya Lesta yang heran dengan kehadiran Vino.
"Hmmm, Lea nya ada, Bu?" tanya Vino, bersikap sopan.
"Lea sudah tidur, agar besok kondisinya sudah benar-benar fit. Sebaiknya kamu juga pulang dan istirahat. Besok pagi kalian harus fitting baju pengantinnya, bukan?" jawab Lesta, namun tidak menyarakan Vino untuk bertemu dengan Lea.
Vino tersenyum dan kemudian menunduk, ia menggigit bibir bawahnya lalu kembali menengadah menoleh pada Lesta.
"Baiklah, kalau begitu … sampai jumpa besok pagi, Bu …."
Vino akhirnya memilih untuk pulang dan menahan diri untuk bicara dengan Lea esok hari, saat mereka bertemu untuk fitting baju pengantin.
***
….
Hening. Apa yang sudah direncanakan oleh Vino semuanya tak terealisasi dengan baik. Itu karena Lea yang sejak tadi hanya diam dan sesekali tersenyum untuk merespon ucapan orang. Sepertinya Lea marah karena kecewa pada Vino. Sementara Vino masih belum berani mengajak Lea bicara tentang apa yang terjadi kemarin, karena mengingat padatnya jadwal mereka hari ini, ia tidak ingin membuat mood Lea memburuk.
"Kenapa kamu diam-diam saja dengan Vino?" bisik Lesta yang menyadari kalau anaknya tidak berbicara walau hanya sepatah kata.
"Kami baik-baik saja. Aku hanya ingin menghemat energi, Bu. Tubuhku masih belum sembuh total," balas Lea.
Lesta memahaminya, meski ia masih penasaran dengan apa yang terjadi pada anaknya dan calon menantunya itu.
Kini waktunya Lea yang mencoba gaun pengantinnya. Gaun yang sangat sesuai dengan apa yang ia gambar, membuat Lea merasa puas saat mencobanya.
"Cantik," ucap Lesta kagum.
"Andai saja Kak Ben ikut, ya Bu. Pasti dia senang melihatku seperti ini," ujarnya.
"Iya, pasti dia sangat memujimu. Ben itu anak baik, sebenarnya Ibu menyayangkan hubungan kalian selama ini hanya sebatas adik dan kakak saja."
"Maksud Ibu?"
"Sebelum Paman Rudolf datang untuk meminangmu menjadi menantunya, Ibu memiliki harapan kamu dan Ben bisa bersatu kelak. Tapi Tuhan telah memberi takdir yang lain. Vino adalah pria yang telah digariskan oleh Tuhan," tutur Lesta.
Lea tersenyum. Ia kemudian menoleh ke belakang saat mendengar suara flash dari sebuah kamera. Itu adalah Vino, yang sedang mengambil potret Lea.
"Vin," panggil Lea.
"Aku hanya ingin mengabadikannya saja. Kau sangat cantik," ucap Vino, kemudian memberikan ponselnya untuk memperlihatkan hasil jepretannya kepada Lea.
Lea tersenyum saat melihat potret dirinya yang terlihat sempurna di sana.
"Ini sih, kamu yang pandai mengambil fotonya. Bukan karena aku sebagai objeknya," tutur Lea.
"Lea, maafkan aku," gumam Vino seperti berbisik.
"Hm? Kamu bicara apa?"
"Eu …."
"Kalian bicara saja dulu, ya. Ibu tunggu di luar," ucap Lesta yang mendenga gumaman Vino. Ia sadar dan kemudian memilih pergi, memberikan waktu untuk mereka berdua bicara.
"Kamu kenapa, Vin? Aku sama sekali tidak marah padamu," ujar Lea, sebenarnya ia mendengar apa yang dikatakan oleh Vino.
"Lea, kemarin aku ada kelas praktek sampai jam tiga sore. Lalu saat aku pulang ke rumah, aku langsung ke kamar dan sama sekali tidak ingat dengan janji kita," tutur Vino menjelaskannya.
"Dan Radi kemudian datang menggantikanmu. Aku sama sekali tidak marah padamu, Vino," balas Lea.
"Tapi kamu kecewa, bukan?"
Lea diam, ia memalingkan pandangannya.
"Lea …."
"Aku kecewa, tapi aku bisa apa jika kamu sudah memberitahu alasannya? Lebih baik, kita tidak perlu membahasnya lagi. Aku sudah baik-baik saja."
Vino menarik bahu Lea dan mendekapnya. Lea tersentak, ini adalah kali pertama tubuhnya tidak memiliki jarak sama sekali dengan Vino. Jantungnya berdebar sangat kencang. Ia kembali gugup seperti saat pertama kali bertemu dengannya.
"Terima kasih, Lea. Kamu memang perempuan paling baik yang sangat baik di antara orang baik yang lainnya," ucap Vino.
Tangan Lea melingkar di tubuh Vino. Ia tersenyum dan membalas dekapan Vino. Lea sudah mulai merasakan nyaman saat bersama dengan Vino.
***
Lea merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, memandang langit-langit kamarnya yang hanya ada satu lampu yang menyala dengan terang. Ia tersenyum, kemudian memeluk tubuhnya sendiri sembari sesekali menyeringai. Seperti orang yang sedang kasmaran, Lea lalu mengguling-gulingkan tubuhnya di atas kasur sembari membayangkan adegan pelukannya bersama Vino pagi tadi.
Ting
Ponsel Lea berdering dan ia segera mengambil untuk melihatnya. Sebuah pop up pemberitahuan dari media sosialnya. Ada seseorang yang menandai Lea dalam sebuah kirimannya. Karena penasaran, Lea memilih untuk melihat dan memastikannya.
"Vino …."
Itu adalah media sosial milik Vino yang memposting foto Lea saat mengenakan gaun pengantinnya. Foto tersebut memiliki caption, 'Future'.
"Masa depan?" tanya Lea hampir tidak percaya melihatnya.
Bukan hanya sekadar postingan saja, foto tersebut dihujani banyak sekali komentar, padahal Vino baru saja mempostingnya.
[Siapa Vin?]
[Wah cantiknya … pacar, Vin?]
[Asyik pacar baru]
[Oh, ini calon pengantinmu, Vin]
[Duri]
[Patah hati massaaallll]
[Aduh Vin, sedih aku tuh. Tapi senang lihantya, gimana ya?]
"Duri?" gumam Lea bertanya-tanya ketika melihat sebuah komentar yang sepertinya memiliki arti lain. Lea penasaran dan mengklik nama tersebut untuk melihat siapa yang memberikan komentar. "Eh, kenapa tiba-tiba pengguna tidak ditemukan?"
Lea mengerucutkan bibirnya, memilih untuk tidak peduli dan mengabaikannya saja. Setidaknya ia sudah tahu kalau Vino sudah mulai menyukainya. Bukan hanya itu, Vino juga tidak segan untuk mempublikasikan foto Lea pada media sosialnya, tanpa memedulikan banyaknya komentar yang pasti salah satu di antaranya adalah netizen yang nantinya tidak akan menyukai keberadaan Lea sebagai pasangan Vino.
Lea juga mendapatkan pesan dari Vino, berisi sebuah foto yang Vino ambilkan untuk Lea.
Lea
[Terima kasih]
Vino
[Sama-sama, sayang]
"Eeeh? Sayang?" tanya Lea, ia kaget ketika Vino memanggilnya dengan sebutan sayang.
Lea
[Sudah malam, kamu istirahat, sana]
Lea tidak ingin menanggapi panggilan sayang Vino, ia masih ragu Vino benar-benar memanggilnya sayang. Padahal mereka bukanlah sepasang kekasih.
Vino
[Aku masih ingin chattingan sama kamu, sayang]
[Kamu sedang apa?]
"Sayang lagi? Haaa … aku sama Vino memang bukan pasangan kekasih, tapi kami akan menjadi suami istri. Sebenarnya wajar ia memanggilku 'sayang', tapi kenapa aku masih ragu untuk membalasnya …," gumam Lea merengek.
Vino
[Kamu tidur saja, ya]
[Jaga kesehatanmu, sayang]
[Good night, I love you]