Dia ingin segera pulang. Memastikan adiknya baik-baik saja di rumah. Juga mungkin menyalurkan rasa kesalnya karena kelakuan adik pertamanya itu. Rasanya tidak sabar untuk segera melihat mata tajam yang selalu dia ejek itu.
*
"Tuan mengkhawatirkan tuan muda Jifan?" suara penuh rasa hormat itu terucap dari pengawal terdekatnya. Pengawal itu seusianya dan selalu menjadi panglima pribadi untuknya. Wajar dia menanyakan hal seperti itu karena yang ada di istana saat ini hanya si kecil Jifan dan para pelayan serta prajurit. Jelas sang tuan tidak merindukan para prajurit terlebih para pelayan, maka hanya Jifan lah alasannya yang masuk akal.
"Tidak."
Sejak dulu tuannya itu menyembunyikan rasa sayangnya entah apa tujuannya. Minggu lalu saat dia mengatakan fakta yang menjadi rahasia sang raja tentang Jifan lah penerus klan Dabarath, sang tuan tidak marah bahkan cenderung lebih sering menemui adiknya untuk sekedar dibuat kesal. Dia adalah Ho Tao. Nama depan seorang pengawal atau pelayan bisa didapat dari tuan mereka. Tao mendapat nama depan itu dari Yuan, artinya dia harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk sang tuan.
Ho Tao menjadi saksi dimana Yuan membimbing Jifan melangkahkan kaki atau membelikan buku cerita bahkan membacakannya saat dia berkunjung secara diam-diam ke kediaman adiknya. Diam-diam sang tuan membuat rumor-rumor yang masuk ke istana tidak terdengar oleh adiknya. Tuannya itu jadi sangat over potektif akhir-akhir ini karena identitas sang adik di ketahui warga klan Dabarath.
Dia kakak yang terlalu mencintai adik bungsunya sampai akan bersikap gila hanya untuk membelanya yang bahkan tidak pernah tahu kebaikannya. Kakak yang menjadikan senyum remeh sebagai penyalur rasa khawatir dan ucapan menyebalkan sebagai komunikasi dengan adiknya. Tidak ada cara lain untuk membuatnya terlibat pembicaraan denganadiknya karena otaknya telah disusupi berbagai berita tentang dia yang kejam dan sadis. Filo. Dia yang melakukannya. Sampai Anne sempat enggan menemuinya karena hasutan Filo.
Sampai di pintu utama istana Yuan melihat Jifan yang berlari diikuti para pelayan. Entah apa yang terjadi selama dia pergi yang pasti sesuatu buruk terjadi pada adiknya sampai bocah itu berlari sekencang itu. Kereta pelangkin yang dinaikinya segera dia hentikan dan bergegas turun untuk mengejar adiknya. Tao tentu ikut tuannya.
"Ko Jifan Ar!" panggilnya dengan suara keras, berhasil menghentikan langkah Jifan. Bocah itu tidak langsung berbalik menghadap sang pemanggil yang sudah dia tebak siapa orangnya. Yuan melangkah lebar mendekati adiknya yang berdiri diam padahal dia panggil, "kau mencuri sesuatu? Berlari terbirit-birit dan langsung gugup saat kupanggil. Apa yang kau curi?" Yuan berhenti tepat satu langkah di belakang Jifan. Dengan perlahan tubuh itu berbalik menghadapnya. Tinggi Jifan hampir mencapai dagu Yuan, tumbuh dengan cepat melebihi tinggi badan kakak perempuannya.
"Apa kau benar-benar kesepian? Sampai pulang lebih awal dan segera menggangguku. Cih... Benar-benar pemuda pengangguran," gumam Jifan diakhir kalimat. Yuan membuang wajah dengan kekehan remehnya. Benar. Dia tidak seharusnya sepanik itu sampai ikut berlaru untuk mengejar bocah yang selalu mencemoohnya itu. Bocah ini tidak punya sopan santun.
"Kau pikir dirimu sepenting itu? Aku pulang cepat karena ayah khawatirkan bocah yang jadi bungsunya sendirian di istana. Ternyata bocah itu bersenang-senang mencuri barang di istana," ujarnya dengan senyuman miring serta tatapan menyebalkan. Jifan enggan membalas, toh dia tidak mencuri. Dalam hati ia bersyukur karena si sulung ini tidak mencurigainya tentang hal lain kecuali mencuri.
"Baiklah, terserah kau saja. Aku ingin kembali ke ruangan yang kau sebut pengap itu."
Jifan melangkah pergi meninggalkan sang kakak yang terus menatap punggungnya sampai hilang di belokan paviliun. Kepalanya tertoleh menatap Tao yang setia berdiri satu langkah di belakangnya. Tao yang mengerti sang tuan hendak berbicara dengannya segera mendekat ke sebelah tuannya. Kepalanya tertunduk lantas menatap tuannya.
"Cari tahu apa yang dia lakukan setelah aku ke festival!" titahnya dan mendapat anggukan kepala dari Tao tanda akan melaksanakan perintahnya. Setelahnya Yuan melangkah ke kediamannya. Ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan. Beberapa hari lagi akan ada pertemuan antar klan membahas perihal rusaknya tanggul di sisi utara klan Ansashi. Bahkan tadi pemimpin klan tersebut membahas sedikit tentang keadaan terkini tanggul tersebut. Tanggul itu menjadi tanggul paling penting bagi semua klan karena dengan tanggul tersebut semua klan tidak akan kebanjiran. Sungai tersebut begitu luas dan berarus cukup deras, meskipun tidak cukup dalam dibanding sungai lain.
Melihat banyaknya lintingan kertas dengan berbagai masalah membuat Yuan menghembuskan napasnya sudah muak lebih dulu. Namun begitu, dia tetap membaca satu per satu laporan dan menuliskan beberapa poin penting yang menurutnya bisa menjadi solusi. Masalah kecil di klan Dabarath sampai masalah besar yang membutuhkan pertemuan antar klan dia baca secara cermat, tidak ingin membuat kesalahan yang pada akhirnya mengacaukan kedepannya.
"Tuan! Saya menyelesaikan telah tugas!" suara Tao di luar pintu membuat Yuan menghentikan aktivitasnya dan berseru meminta abdinya itu masuk dan melapor kepadanya. Secepat itu pengawalnya menyelesaikan tugas, secepat itu pula Yuan dalam bekerja. Tao duduk di hadapan tuannya dengan wajah serius khasnya.
"Jadi?" tamya Yuan memulai sesi laporan.
"Jifan Ar keluar ke festival dan segera kembali begitu mendengar anda akan pulang. Entah apakah dia mendengar perselisihan anda dengan wanita tersebut atau tidak, saya belum bisa memastikannya."
"Seharusnya kau kembali setelah mendapat seluruh informasi. Pergi dan jangan kembali sebelum mendapat semua informasi atau aku cabut saja namamu itu!" Yuan yang awalnya sudah berbangga diri karena pengawal yang dia didik sendiri begitu hebat menyelesaikan tugas segera kecewa dan malu pada dirinya sendiri. Hanya informasi kecil dan Tao berani melapor kepadanya. Yuan memicing melihat Tao tidak juga pergi dari hadapamnya menyelesaikan tugas yang dia tugasnkan, "kau benar-benar tidak ingin nama depanmu itu?" tanya Yuan memastikan dengan perasaan dongkol. Selain pandai menyelesaikan misi dan bertarung Tao juga pandai membuat tuannya naik pitam karena kecerobohan yang terkadang muncul. Mungkin itu sebuah dampak karena otak bodoh dipaksa cerdas secara tiba-tiba.
"Maafkan saya tuan. Saya akan segera mendapatkan informasi selengkap mungkin!" Tao bergegas keluar kamar tuannya dan membuat Yuan geleng-geleng kepala. Saat-saat seperti ini dia merasa salah memberi nama seseorang. Tao itu fisiknya sempurna, wajah tampan dan tubuh atletis, hanya saja kadang otaknya berpikir lambat membuat wajahnya tampak bodoh sehingga sesekali Yuan menghantamkan tangannya pada kepala pengawalnya itu, saking gemasnya.
Yuan memilih kembali membaca laporan-laporan daripada memikirkan Tao yang hanya membuat pikirannya buntu. Dari banyaknya laporan hanya masalah tanggul yang dia kerjakan cukup lama. Itu karena dia harus pandai membuat solusi agar sang ayah tidak dipermalukan di hadapan ketua klan lain. Pendapat ini yang harus dipakai bersama, sehingga nama ayahnya kembali masuk ke buku sejarah.
"Bocah itu ternyata tertarik dengan festival," gumamnya dan tersenyum. Tiba-tiba saja laporan Tao terputar terus-menerus mengenai adiknya yang datang ke festival. Bocah sekecil itu sudah punya harga diri rupanya. Senyumnya semakin lebar memikirkan besok ia akan membuat kesal adiknya seharian.
Hah ... memikirkannya saja sudah membuat Yuan geli dan gemas melihat ekspresi Jifan. Pasti adiknya itu akan membuang muka dengan wajah sok stoic belum lagi mata yang selalu menatapnya tajam berubah terkejut dan sedikit terbuka memperlihatkan putih di matanya. Yuan menutup wajahnya berusaha mewaraskan otaknya yang mendadak gila karena Jifan.