Chereads / Circle : Anti Romantic / Chapter 2 - Dendam Pribadi

Chapter 2 - Dendam Pribadi

Di sisi lain, pria yang bersama Rey itu memilih untuk diam tak berkutik. Sepertinya ia juga enggan berkenalan dengan orang asing dengan cara seperti ini.

Elsana memberi isyarat ke Rey, dan Rey baru menyadarinya. "Oh ... sorry, Elsana. Gue lupa, haha. Perkenalkan juga ini temen gue, namanya Adinata! Emang dia kayak gini, haha. Biasa ... kulkas 1000 pintu."

Rey terbahak-bahak saat memperkenalkan cowok yang saat ini bersamanya. Namun, ucapannya malah membuat Adinata melepaskan tangan Rey yang sedari tadi meremas erat pergelangan tangannya. Dan hal itu karena Rey tidak mau Adinata kabur.

"Eh, Bro ... tunggu dong. Lo, kan belum kenalan. Nggak sopan banget, si lo." Rey memekik kecil. Ia menarik pergelangan tangan Adinata kembali, untuk berjabat tangan dengan Elsana.

Elsana hanya meringis kecil, saat melihat tingkah laku kedua cowok tampan itu.

"Ayolah, Bro ... tinggal berjabat tangan apa susahnya?" Rey berusaha keras agar jari jemari Adinata yang mengepal itu terbuka lebar. "Argghh ... ini tangan apa batu?" Mengeluarkan tenaga dalam.

Dan suasana kini agak sedikit ribut. Elsana sesekali melirik Ellera yang sedari tadi diam mematung tak berkutik, di tengah keributan kecil seperti ini.

Elsana menyadari, bahwasanya Ellera sepertinya menahan amarahnya sedari tadi. "Mampus gue," gumam Elsana dalam hati.

"Naahhh...." Menyodorkan tangan Adinata yang sudah terbuka lebar-lebar untuk berkenalan. Rey tampak senang. Ia segera memperkenalkan teman dekatnya itu ke gadis imut seperti Elsana. Rey juga berinisiatif, akan mendapatkan Elsana secepatnya.

Elsana membalas jabatan tangan dari seorang cowok lagi. Ia kini berdeham kecil, bahkan hampir tak terdengar, mengisyaratkan ke Rey untuk kembali ke tempat duduknya kembali. Karena Ellera hampir dipuncak ledakan, pikirnya.

Karena Rey paham dan ngeri sendiri. Rey akhirnya kembali ke tempat meja duduk yang tidak begitu jauh dari Ellera dan Elsana.

Dan meski sudah duduk di tempat masing-masing. Namun, tatapan mata Elsana dan Rey tidak bisa lepas satu sama lain. Mereka berdua benar-benar seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.

Adinata yang menyadari akan hal itu, sontak langsung sigap membuyarkan kegenitan temannya. "Siall... Jangan malu-maluim gue bisa nggak, sih? Tau gini gue gak ikut lo tadi," umpat Adinata dengan suara malas. Ia hampir menggampar Rey yang semakin lama semakin ngelunjak.

"Bro, gue tau lo pasti terpesona, kan sama cewek jutek itu?" Rey mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, dirinya semakin membuat Adinata berapi-api.

BRAKKK!

Adinata menggebrak meja yang masih kosong itu. "Bisa, nggak? Kalo ngomong itu pelan-pelan aja?" bentak Adinata. Ia lagi-lagi dibuat malu oleh Rey.

"Lah, kan emang cewek itu jutek! Lo, nggak liat kerutan berlapis-lapis di jidatnya? Astaga ... melihatnya saja sudah membuatku merinding." Rey masih melantur meski Adinata sudah menggebrak meja cukup keras.

Elsana menelan ludah. Gadis itu tidak yakin akan pulang dengan keadaan baik-baik saja nantinya. Ia harus waspada dan bersiap diri, karena dari awal memang dirinya yang salah, karena merespon cowok-cowok itu.

"Elle, Ell ... gue bisa jelasin! Jangan turun tangan dulu, ya? Please ... lo ingat, kan, orang tua kita mengajarkan kita untuk tetap bersabar meski kecaman ada di sekeliling kita?" cecar Elsana panik—mencoba menenangkan Ellera, kemudian matanya beralih menatap Rey yang juga membalas tatapannya. Tampak kepanikan di wajah Elsana saat ini.

Ellera mengehela napas panjang. "Heuuhh...."

Elsana lagi-lagi menelan ludah, ia berharap bisa menghentikan niat Ellera yang sepertinya akan melakukan penyerangan. "Elle...." lirih Elsana mengoyak lengan Ellera. Gadis itu gemetar sendiri.

Adinata yang menyadari akan hal itu, sontak berdiri dari kursi tempat ia duduk, dan pergi begitu saja. Karena dirinya paling malas jika mendengar suara umpatan cewek yang menurutnya sangat sakit di telinga.

"Mampus gue," gumam Rey memutarkan ujung matanya—melihat Adinata sepertinya tidak akan membantunya kali ini.

Wajah Ellera mendongak malas keatas. Ia bahkan belum membalas sepetik kata yang dilontarkan Elsana sedari tadi. "Ayo balik," ajak Ellera meraih tasnya.

Elsana tak menjawab, melainkan terbengong saat melihat reaksi Ellera. "Ada apa dengan cewek ini? Apakah dia kemasukan jin muslim?" pikir Elsana yang menyusul Ellera berdiri dari tempat duduk. Elsana harus menurut karena sepertinya Ellera akan baik-baik saja.

"Syukurlah. Riwayat gue belum tamat," gumam Elsana lega.

Saat berjalan membuntuti Ellera, Elsana masih saja memberi kode ke Rey. Elsana dengan berani melempar sebuah kertas kecil yang berisikan nomor teleponnya. Ia senekat ini tanpa sepengetahuan Ellera.

Rey dengan sigap menangkap kertas kecil itu, ia tersenyum miring karena Elsana sepertinya menyukainya. "Hahayy...." Rey kegirangan, ia meloncat-loncat di tempat bak orang gila.

***

"Ma, Reiley mau pergi ke lantai 50. Nanti kalau Esme ke sini, bilang aja Reiley udah naik ke lantai 50," pintanya seraya membuka sedikit cup salad. Reiley memastikan apakah salad itu tumpah atau tidak. Karena salad itu adalah salad spesial untuk para circle, secara circle-nya sangat menyukai salad buatan Reiley.

"Iya, Sayang. Nanti langsung balik, ya. Mama kualahan loh ini. Mama harus masak banyak karena tamu Papa datangnya begitu mendadak. Ya, Nak? Kamu harus pulang cepat pokoknya," ujar Yuki—mama Reiley. Seperti biasa, Yuki memperbolehkan putrinya kemana pun putrinya pergi, asalkan pulang tepat waktu.

Reiley menarik senyum manisnya ke Yuki, kemudian gadis itu bergerak cepat mengemasi tatanan salad itu untuk dibawanya ke lantai 50, tempat khusus berkumpulnya para circle.

"Reiley pergi, Ma," teriak Reiley dari balik pintu apartemen.

Setelah memastikan apakah gagang pintu apartemen sudah menutup otomatis, kini Reiley melanjutkan langkahnya, dan masuk kembali ke lift untuk menuju ke lantai 50, tempat berkumpul dirinya dan para sahabat. "Semoga mereka semua suka," harap Reiley meremas tumpukan salad itu.

Sedangkan di sisi lain, Elend, Sellena, dan Esme, tampak keasikan bermain di Griya Tawang sultan, yang terdapat taman mini yang sangat cantik nan glamor itu.

Gaya memotret khas yang dikeluarkan Elend, membuat Sellena harus merogoh ponselnya. Ia harus mengambil gambar candid Elend yang tengah fasih memotret sampai mengesot di pelataran Griya Tawang seperti itu. Astaga bukankah ini terlalu berlebihan? Sellena miris, namun tetap memotretnya.

Lantai 100 mungkin sangat tinggi dan menakutkan. Namun tidak dengan Griya Tawang, ini justru menyihir mata semua orang yang melihatnya. Griya Tawang di desain oleh kedua orang tua Sellena, selaku arsitektur proyek besar-besaran ini. Setiap sudut Griya Tawang dipenuhi dengan taman buatan dan bunga-bunga mewah yang bergelantungan. Semuanya tampak glamor dan berwarna. Apa lagi kolam renang jernih yang memiliki kedalaman 3 meter, itu adalah salah satu tempat favorit para pengunjung orang-orang tamu penting, atau tamu khusus—VVIP Griya Tawang.

"Eh ini bagus, nggak?" Elend menunjukan hasil potret kucing kecilnya yang bernama Mocy itu.

Sellena dan Esme menarik paksa kamera Elend. "Woww....," takjub Sellena. Di susul dengan Esme. "Bagus, tapi aku tidak suka Mocy," ketus Esme lirih. Ia begitu anti dengan hewan sejenis kucing, itu menurutnya sangat menggelikan.

"Hahaha ... nihh ... rasakan ini...." Sellena sangat iseng melempar Mocy ke tubuh Esme. Membuat Esme berteriak histeris karena sontak kaget.

ARRGGG!

"Kak, hentikan ... atau gue buang tuh kucing dari lantai 100 ini. Biar mati sekalian," ancam Esme berteriak seraya menggeliat histeris.

Elend geleng-geleng melihat tingkah keduanya. Setelahnya, Elend segera meraih ponselnya, untuk mengecek grup, memastikan apakah ada notif masuk di obrolan grup circle.

Sudut mata Elend menyipit, ia dikejutkan dengan pesan teks spam. "Heihh, kita harus ke lantai 50. Reiley ... ha-ha-ha... Astaga tuh anak ternyata sedari tadi di lantai 50 loh! Dan nggak ada anak satu pun di sana," kelakar Elend membeberkan ke Esme dan Sellena.

Sellena menghentikan kebiasaannya mengganggu Esme dengan melempar Mocy, karena mendengar ucapan Elend barusan. "Apa lo bilang? Jadi di apart 50 nggak ada Ellera dan Elsana? Lah, ke mana dong mereka perginya? Gue kira ya mereka udah turun." Sellena mencoba berpikir keras.

"Mungkin, Kak Elle sama, Kak Elsana kembali tidur lagi di apart, Kak Elle," sahut Esme.

"Apa mungkin?" Elend menciutkan wajahnya.