Chapter 5 - Chapter 4

Kang Ryu perlahan membuka kelopak mata yang semula menyelimuti bola matanya. Sinar mentari pagi yang masuk melalui lubang-lubang ventilasi menghangati tubuhnya. Ia menelisik sekitar, tempat yang tidak ia kenal. Kini dirinya tangah berada di satu ruangan yang minimalis dengan ranjang dan meja kecil disampingnya. Kang Ryu lantas mendudukkan diri untuk mencari kehadiran makhluk yang menolongnya tadi malam. Ia ingin segera melihat siapa gerangan sang melas dan leukos yang bersedia membantunya dalam pertempuran.

"Ah…" Kang Ryu memegang perutnya yang terkena sayatan emas imperial. Luka sayatan itu kini telah terbalut oleh perban putih. Begitupun sayatan emas imperial di tangannya, sudah tertutupi perban dengan rapi.

"Nona. Kau sudah bangun?" Seorang pria bersurai blonde mendekat ke arah ranjang Kang Ryu. Rambut blondenya ia ikat kebelakang karena rambutnya itu lumayan panjang. Anak rambutnya ia tinggalkan tidak terikat. Wajahnya mengeluarkan aura ketenangan. Tatapannya hangat. Dan yang tak kalah penting, ia tampan. Begitu yang ada di pikiran Kang Ryu. Walaupun tidak setampan Jeon Wonwoo, itulah yang lagi-lagi ia pikirkan.

"Kau siapa?" Kang Ryu sebenarnya merasakan aura leukos dari pria ini.

"Perkenalkan aku Yoon Jeonghan. Aku leukos yang bertemu denganmu tadi malam. Oiya, ini. Kau sebaiknya meminum nektar agar lukamu cepat pulih." Pria itu memberikan secangkir nektar pada Kang Ryu. "Kalau boleh aku bertanya juga, siapa namamu?"

"Terimakasih, Yoon Jeonghan-ssi." Kang Ryu mengambil nektar itu dan segera meminumnya. "Aku Kang Ryu. Kau yang mengobati lukaku?"

"Kang Ryu?" Kang Ryu mengangguk. "Bukan aku yang mengobati lukamu. Bosku yang mengobatinya. Kau ingat harimau melas tadi malam?" Yoon Jeonghan bertanya pada Kang Ryu dengan lembut. Kang Ryu kembali mengangguk untuk menjawab pertanyaan Jeonghan.

"Lalu kemana ia pergi? Aku hendak berterimakasih padanya."

"Ia sudah pergi dari tadi malam. Ada urusan penting katanya." Jelas Yoon Jeonghan.

"Bolehkah aku tahu namanya? Agar aku bisa mencarinya lain waktu."

"Lain waktu saja kau tanyakan padanya sendiri. Aku tidak berhak memberitahukan identitas sang melas padamu." Kalimat Jeonghan hanya ditanggapi Kang Ryu dengan sebuah anggukan kecewa. Padahal ia penasaran dengan sang melas, entah mengapa, ia merasa begitu familier dengan kehadiran sang melas itu.

"Kalau begitu, aku harus segera kembali ke penginapan. Aku bekerja untuk anak manusia disana." Kang Ryu berdiri untuk bersiap pergi.

"Kau sedang berperan menjadi manusia fana, nona leukos? Apakah ini karena tugasmu yang harus menjaga target?" lagi-lagi Kang Ryu mengangguk. "Biar kuantar. Luka sayatan emas imperial di tubuhmu belum membaik. Walaupun luka lainnya sudah. Aku sebenarnya sedikit terkejut dengan kecepatan pemulihan luka tubuhmu nona, lebih cepat dari harimau rata-rata." Kang Ryu sedikit tertegun, apakah Yoon Jeonghan mencurigai identitasnya.

"Ah… itu, aku sering meminum ramuan dari pheonix merah pengasuhku. Lumayan manjur ternyata untuk kekebalan tubuhku." Kang Ryu dengan cekatan mengeluarkan alibinya.

"Begitu. Pantas saja. Kalau begitu biar aku antar, kau tidak bisa berubah ke wujud leukos dalam kondisi lukamu ini. Naiklah ke punggungku." Yoon Jeonghan merubah wujudnya menjadi leukos. Kang Ryu hanya punya satu pilihan, yakni membiarkan Yoon Jeonghan mengantarnya. Ia lantas berpegangan erat pada bulu putih sang leukos dan ikut melesat dengan kecepatan angin.

"Sampai." Hanya dalam hitungan detik, mereka sudah ada di balik pepohonan rindang dekat penginapan. Yoon Jeonghan kini bertransformasi kembali kedalam wujud fananya.

"Teriamakasih sekali lagi. Aku harap kita bisa bertemu lagi. Aku pergi." Kang Ryu melangkahkan kakinya. Namun, baru saja dua langkah ia berjalan, ia kembali menoleh ke arah Jeonghan. "Bagaimana keadaan anomalos yang hendak aku tolong tadi malam?" Ia baru teringat akan eksistensi sang anomalos. Yoon Jeonghan tersenyum.

"Aku sudah mengantarkannya kembali ke notus malam tadi, kau tidak perlu khawatir." Mendengar perkataan Jeonghan, Kang Ryu merasa begitu lega.

"Syukurlah. Luka-luka di tubuhku setidaknya tidak sia-sia." Kang Ryu menghela napas panjang. "Kalau begitu aku pamit. Sampai jumpa Yoon Jeonghan-ssi." Kang Ryu beranjak meninggalkan Yoon Jeonghan yang masih melambaikan tangannya.

Kini Kang Ryu tengah mencari keberadaan Jeon Wonwoo yang tiba-tiba saja menghilang malam tadi. Kang Ryu begitu mengkhawatirkan anak manusia itu setengah mati. Ia menelisik tiap-tiap area penginapan untuk menemukannya. Sampai ia tak sengaja ditabrak oleh pria berperawakan tinggi nan misterius. Kang Ryu tampak terkejut. Pria tinggi itu adalah pria yang pernah menabrak Kang Ryu sebelumnya di kantor perusahaan milik Jeon Wonwoo tempo hari. Akan tetapi, Kang Ryu tidak ambil pusing, ia segera menunduk untuk meminta maaf lalu kembali ke aktivitasnya semula, mencari keberadaan Jeon Wonwoo.

"Tunggu nona." Pria itu memanggil Kang Ryu dengan suara beratnya nan dalam. Kang Ryu lantas berbalik.

"Iya? Ada yang bisa aku bantu? Maaf aku sedang terburu-buru." Jelas Kang Ryu lugas.

"Apakah kau tahu dimana aku bisa bertemu Presedir Jeon? Aku lihat kau bersamanya kemarin di area konstruksi." Kang Ryu terheran pada pria misterius ini. Untuk apa ia ingin bertemu dengan Jeon Wonwoo. Yang menjadi permasalahan adalah, Kang Ryu pun tidak tahu sekarang Jeon Wonwoo pergi kemana.

"Asisten Kang." Suara pria yang ia sangat kenali memanggilnya dari belakang. Kang Ryu lantas menoleh untuk melihat pria itu. Ia adalah Jeon Wonwoo, anak manusia yang tengah ia cari.

"Presedir Jeon." Kang Ryu sangat lega ketika melihat kondisi Jeon Wonwoo yang seratus persen baik-baik saja. Kang Ryu dengan refleks memeluk anak manusia itu saking leganya. Jeon Wonwoo tentunya cukup terkejut dengan prilaku asistennya ini. Tapi, Jeon Wonwoo ternyata tersenyum simpul dan membalas pelukan Kang Ryu. "Aku tidak bisa menemukanmu tadi malam. Kau langsung menghilang begitu saja." Protes Kang Ryu yang masih berada di pelukan Jeon Wonwoo.

"Tadi malam aku berlari ke lobi penginapan menemui Sekretaris Kwon. Ia mengirimkan aku pesan teks bahwa klien kita datang ke area konstruksi malam-malam untuk inspeksi dadakan. Jadi aku meninggalkanmu. Tapi, malah aku yang tidak menemukanmu di area itu tadi malam." Jelas Jeon Wonwoo.

"Maaf." Kang Ryu melepaskan pelukan sang Presedir. Suasana pun sedikit canggung. Bagaimana tidak, Kang Ryu tiba-tiba memeluknya tanpa sebab. "Aku langsung kembali ke kamarku tadi malam. Jadi kau tidak bisa menemukanku tentu saja." Kang Ryu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Pantas saja. Aku khawatir padamu." Jeon Wonwoo mengusak rambut wanita harimau itu dengan lembut.

"Permisi. Maaf bila aku mengganggu waktu anda Presedir Jeon." Pria misterius yang hampir Kang Ryu lupakan keberadaannya menyapa Jeon Wonwoo. Jeon Wonwoo sedikit terkejut dengan kedatangan pria misterius ini.

"Alex? Kau ingin membicarakan bisnis itu denganku?" Jeon Wonwoo merubah mode ekspresinya menjadi serius. Pria misterus beraura aneh itu dipanggil dengan sebutan Alex oleh Jeon Wonwoo. Sepertinya itu adalah namanya. Alex hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Jeon Wonwoo.

"Alex. Lain kali kita bicarakan. Aku masih punya urusan di area konstruksi. Kau kembalilah terlebih dahulu." Ucap Jeon Wonwoo dengan tegas pada Alex. Entah bisnis apa yang sebenarnya ingin mereka bicarakan, Kang Ryu tidak mengerti. Yang jelas, Kang Ryu sangat curiga dengan gerak-gerik Alex. Ia sangat mengkhawatirkan Jeon Wonwoo yang harus memiliki urusan dengannya, jika Alex ini adalah makhluk kuno sama seperti Kang Ryu, itu tidak bagus untuk anak manusia sepertinya. Kang Ryu tidak akan membiarkan Jeon Wonwoo terluka sedikitpun.

"Baiklah. Aku akan kembali ke Seoul. Aku akan menunggumu disana Presedir Jeon. Aku permisi." Alex menunduk sopan dan melenggang pergi.

"Asisten kang. Kau kembali beristirahat saja, tunggu aku kembali. Aku akan mengecek keadaan area konstruksi bersama Sekretaris Kwon saja. Kembalilah ke kamarmu." Jeon Wonwoo merengkuh pundak Kang Ryu. Kang Ryu lantas menggeleng.

"Ini tugasku Presedir Jeon. Aku akan ikut denganmu." Kang Ryu bersikeras.

"Menurutlah padaku asisten Kang. Kembali ke kamarmu dan beristirahatlah sampai aku kembali. Setelah itu, kita akan pulang ke Seoul. Ini perintah atasan, aku tidak menerima bantahan." Kang Ryu hanya bisa menurut pada Jeon Wonwoo. Toh luka sayatan emas imperial di tubuhnya masih terasa panas dan perih, untung saja Jeon Wonwoo memaksanya untuk kembali istirahat. Dengan segera Kang Ryu merengsak ke kamar penginapannya setelah melihat punggung Jeon Wonwoo yang semakin kecil termakan jarak karena ia pergi dari tempatnya untuk menuju area konstruksi.

~

"Kakak Xu. Aku bosan jika harus terus berada di rumah ini. Rumah ini sepi, hanya ada aku, kau dan Kang Haneul yang selalu asik sendiri membaca buku-buku milik kakak Ryu." Jang Kiha menekuk bibirnya untuk menandakan bahwa ia tengah kecewa.

"Kiha-yah. Lukamu sebentar lagi tertutup dengan sempurna. Aku tidak boleh membiarkan kalian keluar sebelum luka itu tertutup. Aku akan dibinasakan oleh Kang Ryu jika terjadi sesuatu pada kalian." Xu Rui Qi membawa segelas jus apel yang tadi diminta oleh Jang Kiha. Xu Rui Qi lantas memberikannya pada anak lelaki manis itu.

"Sebenarnya kemana kakak Ryu pergi? Ia pergi kemarin pagi dan tidak kembali hingga saat ini. Apakah pekerjaannya begitu banyak?" Xu Rui Qi hanya mengendikkan bahunya untuk menanggapi pertanyaan Jang Kiha. Sebenarnya Xu Rui Qi juga tidak tahu menahu kemana kawannya itu pergi. Ia juga tidak pernah bercerita bahwa ia bekerja di dunia manusia.

"Kakak Ryu itu argyros Kiha-yah. Kekuatannya melebihi harimau rata-rata. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya." Kang Haneul tiba-tiba datang dengan buku ditangannya.

"Tetap saja, ia pahlawan penyelamatku, aku mengkhawatirkannya. Aku ingin mendekat padanya. Terlebih, Kakak Ryu sangat cantik bukan?" Jang Kiha perlahan meminum jus apel yang dibuatkan Xu Rui Qi.

"Mana yang lebih cantik? Aku atau Kang Ryu?" Xu Rui Qi menanyakan pertanyaan random yang baru saja terlintas di pikirannya.

"Kakak Ryu." Kang Haneul dan Jang Kiha menjawab secara serempak. Hal ini tentu saja membuat Xu Rui Qi kesal. Xu Rui Qi tahu bahwa kawannya sang argyros itu memang lahir dengan segala keindahan, tentu ia jauh lebih cantik. Akan tetapi, bisakah kedua anak lelaki ini berbasa-basi untuk mengatakan bahwa wanita yang menjadi pengasuhnya selama Kang Ryu tidak ada ini lebih cantik.

"Kalian ini terlalu jujur." Xu Rui Qi menggerutu.

"Kami adalah orang yang sangat mendahulukan kejujuran Kakak Xu." Jawab Kang Haneul dengan santai. Akibatnya, ia dilempari oleh Xu Rui Qi dengan bantal sofa.

"Awas ya kalian anak-anak." Xu Rui Qi mengejar mereka dan memukuli pantat mereka dengan bantal. Mereka bermain kejar-kejaran di griya tawang milik Kang Ryu. Siang menjelang sore itu, griya tawang yang selalu hening berubah menjadi ramai akan gelak tawa. Tawa dari Jang Kiha dan Kang Haneul mengisi penjuru ruangan griya tawang. Mereka berlarian sembari tertawa menghindar dari amukan Xu Rui Qi yang ingin memukuli mereka dengan bantal sofa.

"Aw…" Kang Ryu yang baru saja membuka pintu griya tawangnya terkena lemparan bantal sofa dari Xu Rui Qi. "Xu Rui Qi, mengapa kau melemparku?" Kang Ryu menatap Xu Rui Qi dengan tatapan tajam nan dinginnya seakan memperlihatkan kekesalannya pada sang leukos.

"Kakak Ryu…" Jang Kiha yang melihat Kang Ryu datang langsung menerjangnya dengan pelukan. Kang Ryu yang belum ancang-ancang terkena terjangan Jang Kiha sedikit terhuyung kehilangan keseimbangan. Bagaimanapun, tubuh manusia Kang Ryu terbilang cukup mungil dengan tinggi yang hanya 165 sentimeter. Sementara, sang anak lelaki itu sendiri lebih tinggi lima belas sentimeter dari Kang Ryu. "Akhirnya Kakak Ryu ingat rumah." Jang Kiha melontarkan senyum simpulnya pada Kang Ryu. Entah mengapa, Kang Ryu merasakan perasaan hangat di griya tawangnya. Kini ada orang yang menyambutnya datang ke rumahnya.

"Kakak Ryu, kau sepertinya tidak baik-baik saja." Kang Haneul mendekat pada Kang Ryu dan memegang tangannya yang terbalut perban. Padahal hal tersebut sudah susah payah Kang Ryu sembunyikan, bahkan saat dirinya bersama Jeon Wonwoo tadi.

"Ryu? Kau terluka?" Xu Rui Qi juga turut mendekat pada Kang Ryu. "Apakah terkena emas imperial hingga kau tidak bisa memulihkannya?" Pertanyaan Xu Rui Qi dijawab dengan anggukan lemah oleh Kang Ryu.

"Ini sudah membaik. Aku juga sudah meminum nektar." Kang Ryu berjalan ke arah sofa dan merebahkan dirinya sembari memejamkan mata. "Kalian berdua sudah makan?" Kang Ryu melontarkan pertanyaan pada kedua anak manusia itu dengan matanya yang masih terpejam.

"Sudah. Walaupun masakan Kakak Xu tidak enak. Tapi mau bagaimana lagi. kita harus makan demi kelangsungan hidup." Kang Haneul lagi-lagi berhasil membuat Xu Rui Qi naik pitam karena perkataannya. Xu Rui Qi kini berhasil menimpuknya dengan remote kontrol televisi. "Aw… Aku hanya bicara kenyataan Kakak Xu. Kau harus menerimanya walaupun kenyataan itu menyakitkan."

"Itu benar. Kau tahu sendiri kakak Xu, kalau kejujuran itu harus diutamakan diatas segalanya." Jang Kiha yang berada di pihak Kang Haneul mengucapkan kalimat itu dengan kekehannya.

"Aku mulai menyesali keputusanku menyelamatkan kalian. Kalian mau aku makan ya?" Ancam Xu Rui Qi yang malah disambut gelak tawa dari Jang Kiha dan Kang Haneul. Kang Ryu yang mendengarnya ikut tertawa. Kang Ryu membuka matanya dan mendudukkan diri.

"Sudahlah. Kalian kembalilah ke kamar dan belajar. Jangan kira kalian aku larang pergi ke sekolah hanya untuk bermain-main. Aku tidak suka anak manusia yang bodoh, kalau anak itu bodoh aku bisa menghisap darahnya dan mencabiknya." Jang Kiha dan Kang Haneul menelan ludah akibat kalimat yang dilontarkan Kang Ryu. Mereka langsung membisu seribu bahasa. Kang Ryu terkekeh kecil melihat muka panik kedua anak lelaki itu. "Aku hanya bercanda. Kang Haneul, kembalilah ke kamar dan ajarkan Jang Kiha materi yang kau pahami. Aku rasa anak ini terlalu bodoh." Kang Ryu terkekeh untuk kesekian kalinya. Kang Haneul tersenyum dan menarik Jang Kiha masuk ke kamar Kang Ryu untuk mengulas materi pelajaran dari gurunya.

"Aku tidak paham, mengapa anak nakal itu hanya mau mengikuti perkataanmu. Bahkan ancamanku tidak mempan pada mereka." Xu Rui Qi mendecih sebal.

"Sudahlah. Kau harus maklum." Kang Ryu menepuk bahu Xu Rui Qi. "Rui Qi. Ada yang harus aku ceritakan padamu." Kini tatapan mata Kang Ryu berubah menjadi serius dan intens.

"Apakah ini adalah hal yang serius?" Xu Rui Qi mulai khawatir. Jika sang argyros sudah membuka perbincangan dengan seriusnya, hal ini pasti bukan hal yang bisa dianggap sepele.

"Aku merasakan kehadiran chrysos." Kang Ryu mengalihkan pandangannya dari Xu Rui Qi dan menatap kosong. Ia masih hapal betul bagaimana aura emas dominan yang ia rasakan menusuk sampai ke tulang, teramat kuat dan mengintimidasi.

"Apa? Kau bercanda bukan? Aku sangat berharap kau bercanda kali ini Ryu." Xu Rui Qi yang semula terlihat tenang mulai panik. "Dimana kau merasakannya Ryu?"

"Di pinggiran kota Daegu. Aku merasakan kehadirannya di penginapan tempatku bermalam. Auranya begitu kuat dan terasa menusuk ke tulangku. Aku gemetar, tubuhku lemas seketika. Aku takut Rui Qi, aku belum siap berhadapan dengan takdir mengenaskanku." Suara Kang Ryu mulai bergetar dan parau. Tatapannya menjadi sendu, terlihat sekali sang argyros nan perkasa ini sedang berada pada titik lemahnya.

"Aku juga takut Ryu." Xu Rui Qi memeluk tubuh manusia Kang Ryu yang jauh lebih kecil dari tubuhnya. "Aku belum siap jika harus kehilangan kawan terbaikku." Xu Rui Qi menangis sembari menopangkan dagunya di pundak Kang Ryu yang tengah ia peluk.

"Masalahku bukan hanya itu saja Rui Qi. Aku belum mengatakan padamu satu hal." Kang Ryu melepaskan pelukan erat dari sang kawan dan menatap manik matanya. "Ada seorang leukos yang tahu eksistensiku. Dia salah satu makhluk yang menculik Jang Kiha dan Kang Haneul tempo hari. Aku sudah membunuh sembilan belas diantaranya. Namun, satu orang telah kabur dari tempat, seorang leukos yang sudah melihat jelas eksistensiku sebagai argyros. Ia juga tahu bagaimana wujud leukos dan wujud manusia fanaku. Aku khawatir ia akan menginformasikannya pada para pimpinan dan tetua klan harimau. Dengan begitu, aku bisa tamat." Kang Ryu perlahan mulai meneteskan air mata peraknya, tanda dimana ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, dan kemarahannya sedang beradu di dalam diri Kang Ryu.

"Tidak akan." Xu Rui Qi kembali memeluk tubuh Kang Ryu yang mulai gemetar.

Kang Ryu memang sang argyros perkasa yang lahir dengan segala keindahan. Tapi, takdirnya sangat sulit untuk didefinisikan, Xu Rui Qi tahu bagaimana kepedihan yang kawannya ini rasakan selama puluhan tahun. Menjadi seorang argyros tidaklah mudah, harus melakukan segala hal untuk berkamuflase agar tidak diburu. Melakukan segala hal untuk memperbaiki takdir yang mengenaskan. Namun, pasti akan tiba masa ketika semua klan tahu eksistensinya yang selama ini mereka tutupi.

"Aku akan selalu bersamamu, Ryu. Aku akan membantumu dan jika perlu, aku rela mengorbankan diriku demi kau. Selemah apapun aku sebagai seorang leukos, aku tidak akan pernah membiarkan kawanku menderita sendirian." Xu Rui Qi menangis dan mengeratkan pelukannya pada Kang Ryu.

"Terimakasih banyak, Rui Qi." Kang Ryu ikut menangis didalam dekapan kawan baiknya itu.

"Kakak Xu dan Kakak Ryu. Kalian menangis?" Jang Kiha keluar dari kamar Kang Ryu kemudian memeluk kedua wanita harimau yang tengah berpelukan itu. "Bagaimana ini, aku tidak bisa melihat kedua wanita menangis…" Jang Kiha mengusap punggung kedua sahabat karib itu.

"Kakak Ryu, andai aku bisa membantumu." Kang Haneul turut mendekat. Sebenarnya, saat mereka disuruh belajar dan kembali ke kamar oleh Kang Ryu, mereka tidak melakukannya, mereka malah asik menguping pembicaraan sang argyros dan sang leukos. Mereka menghampiri keduanya ketika tangisan Xu Rui Qi dapat mereka dengar karena ia menangis terisak.

"Kehadiran kalian berdua sudah cukup menghiburku Haneul-ah. Melihat kalian, sesaat aku bisa melupakan takdir mengenaskan yang bisa saja aku dapatkan." Kang Ryu menyeka air matanya.

"Setelah lukaku menutup dengan sempurna dan bisa pergi. Aku akan mengunjungi rumah kakekku. Aku akan mencari tahu segala informasi yang berkaitan denganmu di buku-buku kuno milik kakek. Aku akan berusaha semampuku untuk membantumu. Aku akan mencari tahu cara agar takdirmu bisa lebih baik, Kakak Ryu. Aku janji." Kang Haneul menatap manik mata sang argyros dengan penuh tekad sembari menggenggam kedua tangannya.

"Aku juga akan membantu Kakak Ryu. Bahkan jika aku harus berkorban nyawa di tanah kuno, aku rela Kakak Ryu." Jang Kiha menambahkan dengan disusul oleh anggukan setuju Kang Haneul.

"Aku juga siap berkorban nyawa demi Kakak Ryu."

"Terimakasih banyak. Tapi aku tidak ingin membuat kalian semakin terjerumus dalam permasalahanku. Dan aku tidak rela kalian berkorban demiku. Aku yang akan berkorban demi kalian, dan demi seluruh makhluk. Aku akan membuktikan bahwa kelahiranku tidak membawa bencana, malah sebaliknya." Kang Ryu menatap ketiga orang yang ada dihadapannya lekat-lekat.

"Sudahlah. Sekarang kita hilangkan suasana sedih ini. Lebih baik kita nikmati waktu kita bersama-sama sebelum kedua anak nakal ini harus kembali tinggal dirumahnya masing-masing." Xu Rui Qi tersenyum simpul dengan mata yang masih dihiasi semburat mereh karena menangis.

"Aku rindu keluargaku. Tapi aku juga tidak ingin berpisah dari Kakak Xu dan Kakak Ryu." Jang Kiha cemberut.

"Jang Kiha kau lupa bahwa mereka ini harimau? Kita bisa bertemu kapan saja dan dimanapun. Kakak Ryu, Kakak Xu, apakah kalian punya ponsel pintar?" Kang Haneul yang mencoba menenangkan Jang Kiha berujung pada menanyakan keberadaan barang canggih nan modern pada sang harimau. Xu Rui Qi menggeleng, tapi Kang Ryu mengangguk.

"Belakangan ini aku bekerja di dunia manusia. Jadi aku harus memilikinya." Kang Ryu menunjukkan ponsel pintar miliknya pada mereka.

"Aku tidak memilikinya karena aku tidak membutuhkannya." Xu Rui Qi mengendikkan bahunya.

"Lalu bagaimana cara kalian selama ini untuk berkomunikasi jarak jauh?" Kang Haneul semakin penasaran.

"Kami biasanya tidak berkomunikasi. Jika mendesak, kami akan menitipkan pesan pada roh angin, mereka akan sampai dalam waktu lima sampai sepuluh menit." Jelas Xu Rui Qi.

"Tapi kau bisa mengirim pesan lebih cepat jika menggunakan benda ini." Kang Haneul mengangkat ponsel pintar miliknya.

"Kita berkirim pesan hanya ketika pesannya sangat penting dan rahasia alias dalam keadaan mendesak. Jika kita menggunakan benda itu, pesan akan mudah bocor ke makhluk kuno lain. Kita harus mengirimkannya dengan membayar roh angin." Kang Ryu menjelaskan sekali lagi.

"Tapi bukankah bisa saja roh angin itu membocorkan pesannya?"

"Tidak akan. Hingga ia mati terbunuh pun, pesannya tidak akan bisa bocor. Mereka dilahirkan untuk tugas mulia itu, mengirim pesan antar makhluk. Itu adalah takdir yang dituliskan untuk mereka."

"Wah. Hebat sekali roh angin." Kang Haneul bertepuk tangan pelan. "Kalau begitu, bagaimana cara kita berempat berkomunikasi bila berjauhan? Menggunakan ponsel pintar? Atau menggunakan roh angin? Tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengirim pesan melalui roh angin."

"Tunggu sebentar." Xu Rui Qi beranjak menuju kamarnya. Tak lama, ia keluar dengan sebuah kotak kayu tua nan lusuh ditangannya. "Aku punya barang keren." Xu Rui Qi membuka kotak tersebut. Terlihat beberapa kalung dengan tali hitam berliontin giok biru. Di dalam liontin giok biru tersebut, terlihat skrup-skrup kecil dan gir yang ukurannya mikroskopis, hanya terlihat jika kau memperhatikannya dengan seksama.

"Indah sekali Kakak Xu, kau dapat barang ini darimana?" Jang Kiha mengambil kalung tersebut dan memerhatikan dengan matanya yang berbinar.

"Aku akan memberikannya pada kalian satu." Xu Rui Qi membagikan kalung tersebut satu-persatu, menyisakan tiga kalung lagi didalam kotak kayu itu. "Ini hasil karya kakekku. Kita bisa berkomunikasi tanpa suara dengan kalung ini. Kita juga bisa berkomunikasi jarak jauh dalam radar tertentu. Tapi, Aku belum mencoba seberapa jauh radarnya."

Kang Ryu hanya mengangguk dan mencoba mengenakan kalung tersebut. Kalung itu indah, walaupun bentuknya sederhana, tapi betul-betul bagus jika dikenakan. Kang Ryu tidak heran jika kakek sang leukos itu bisa menciptakan barang-barang aneh seperti ini. Kakek dari Xu Rui Qi adalah harimau rhadios pengikut dewa Hephaestus, sang dewa api dan pandai besi. Membuat barang aneh ini tentu bukanlah hal besar bagi pengikut dewa Hephaestus.

"Jika kau menekan skrup kecil dibelakang liontin ini dan berbicara, walaupun berbicara dalam hati, kita bisa saling mendengar. Jika ada yang berbicara, kalung ini akan berubah warna menjadi merah. Lalu tekan saja skrupnya untuk mendengar pesannya. Sekarang mari kita praktekkan." Xu Rui Qi menekan skrup dibelakang liontinnya dan berbicara di dalam hati. Liontin giok pada kalung yang dikenakan oleh Kang Ryu, Jang Kiha, dan Kang Haneul berubah warna menjadi merah. Mereka lantas menekan skrup, pesan suara dari Xu Rui Qi kini dapat mereka dengar, tapi mereka mendengarnya didalam hati, seperti sedang bertelepati. Kang Ryu sih tidak kaget lagi, ia sudah biasa dengan barang-barang aneh nan ajaib ini, berbeda dengan kedua bocah itu yang berteriak kegirangan karena memiliki barang ajaib untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Jang Kiha lantas berlompat-lompat diatas sofa bak menaiki trampolin.

"Jang Kiha, duduklah. Jika sofaku rusak, aku akan membakar pantatmu dengan api biru." Jang Kiha yang mendengar ucapan Kang Ryu lantas menghentikan aktivitas berlompat rianya.

"Kalian simpan ya. Jangan sampai hilang." Xu Rui Qi tersenyum melihat kedua anak manusia yang kelewat senang itu. Mereka berdua mengangguk untuk mengiyakan perkataan Xu Rui Qi.

Sore itu mereka habiskan dengan bercanda tawa bersama. Menikmati waktu selagi mereka bisa tinggal berdekatan. Kedua anak manusia itu ternyata sangat bahagia bisa tinggal bersama sang harimau penjaganya. Enggan rasanya mereka berjauhan, tapi mereka harus karena mereka memiliki keluarga yang menunggunya.

~

"Dewa Apollo, sudah aku katakan berkali-kali bahwa aku akan segera kembali ke wilayah boreas. Kau tak perlu sering muncul dihadapanku dan mengikutiku." Sang chrysos yang baru saja memasuki area kediamannya sudah dikejutkan oleh kehadiran sang dewa matahari.

"Aku hanya ingin mengawasimu saja. Dan satu lagi, aku ini dewa yang suka membuat orang lain kesal. Aku suka melihatmu marah dan kesal hingga mengeluarkan aura emas dominanmu nan mengintimidasi. Padahal selama ini sudah coba kau matikan dengan cairan pembunuh aura." Apollo mengeluarkan senyum tengilnya. Sungguh jika ia bukan seorang dewa, sang chrysos yakin ia sudah membuang Apollo ke gunung api boreas tempat dewa Hades membuka lebar pintu tartarus.

"Wahai Dewa Zeus. Aku berjanji akan menjadi pengikut setiamu." Sang chrysos menengadahkan kepalanya ke arah langit sembari memohon pada sang dewa petir. Seketika petir menggelegar membelah langit petang. Sang chrysos sendiri pun terkejut dengan respons dari sang dewa petir, untuk pertama kali dalam hidupnya ia mendapat respons dari sang dewa.

"Kau beraninya memohon untuk menjadi pengikut ayahku dihadapanku yang jelas jelas pencipta leluhurmu. Jika aku tidak menciptakannya, kau tidak mungkin lahir chrysos." Apollo mendengus. Ia bisa saja membakar sang chrysos hidup-hidup, tapi ia ingat bahwa sang chrysos memegang tugas penting dibalik keseimbangan alam semesta.

"Maafkan aku dewa."

"Lupakanlah. Aku kemari ingin memberikan ini padamu." Apollo melemparkan botol kaca kecil berisi cairan merah sepekat darah. "Artemis yang menitipkannya sebagai hadiah. Aku tidak akan memberitahumu sekarang itu cairan apa. Yang pasti, kau harus menyimpannya baik-baik."

"Terimakasih dewa." Sang chrysos membungkuk hormat pada sang dewa. Lagi-lagi, ia diberikan barang yang entah apa fungsinya. Namun, ia hanya bisa berterimakasih pada sang dewa yang menciptakan leluhurnya dan memberkati seluruh klan harimau itu.

"Aku harus pergi sekarang. Aku harus melihat pertengkaran Aphrodite dan Ares malam ini. Aku suka pertengkaran." Apollo menyeringai bak pria gila sebelum ia menghilang dalam wujud dewatanya. Sang Chrysos hanya bisa menggeleng, Apollo memang dewa teraneh yang pernah ia tahu eksistensinya.