Perawakan tenang, penampilan tidak mencolok, selalu memakai kacamata putih seperti kutu buku. Eden berusaha untuk tidak memancing perhatian orang-orang. Tahun pertama dia kuliah, saat itu juga dia menjalani harinya dengan normal dan damai.
Minggu kedua, hari senin yang sangat panas. Masim hujan yang datang terlambat karena perubahan iklim. Eden keluar dari kelas setelah selesainya jam pertama dihari yang sangat sibuk. Dia tidak bisa terlalu lama di kelas yang kebanyakan berisi mahasiswa yang masih polos dan ceria.
Seperti biasa, dia selalu duduk sendirian di teras ujung salah satu gedung di Fakultas, tempat yang nyaman sambil mendengarkan musik. Melihat orang-orang berlalu lalang, mengobrol, membeli makanan, dan tertawa. Bagi Eden semua itu tidak penting.
Dari arah kejauhan, ada kerumunan dengan orang-orang yang berisik. Yang tidak lain karena kedatangan seorang wanita yang sangat cantik. Saat Eden melihatnya, dia sedikit terkejut, mengetahui bahwa wanita super cantik itu datang untuk bertemu dengannya.
"Sial, kenapa dia ada disini." Gumam Eden.
Benar saja, wanita yang menarik kerumunan itu berjalan kearahnya. Beberapa laki-laki mengikuti bagaikan pengawal pribadi. Mereka berdua saling bertatap mata, orang-orang yang memandang merasa iri, dengki, tidak terima.
"Kenapa kau berpenampilan seperti ini." Tanya si wanita cantik.
"Apakah aku mengenalmu?" Balas Eden.
"Kau mengenal siapapun, kau mengetahui apapun." Balas si wanita dengan tersenyum.
"Jangan samakan aku dengan kakek tua itu."
Eden memandang sekilas wanita itu, begitu cantik. Diperhatikannya orang-orang dibelakang yang berteriak tidak jelas. Menunjuk dan mencaci, menyumpahi, bahkan sampai membawa nama-nama binatang yang tidak ada sangkut pautnya.
"Bukankah tempat ini terlalu ramai untuk kita bicara?" Eden sambil memerhatikan sekeliling yang sudah tidak terkendali.
"Kalau begitu ikutlah, disini terlalu berisik."
Akhirnya Eden mengikuti wanita cantik tersebut. orang-orang tidak percaya dengan kejadian itu. Seorang wanita yang sangat cantik mengajak laki-laki biasa yang tidak populer. Suara cemoohan dan cacian begitu nyaring terdengar, dengan tatapan yang tidak terima dari laki-laki yang merasa dirinya lebih baik dan tampan dari Eden. Orang-orang naif yang merasa fisik dan harta adalah segalanya, juga keahlian setengah matang yang mereka banggakan.
"Kau membuat kehidupan damaiku berakhir." Gerutu Eden.
"Sejak kapan kau memiliki kehidupan yang damai."
"Wanita sialan. Kau lihat, aku sedang membangunnya."
"Tahun ini, negara Klozia sedang mengalami gejolak yang sangat besar. Beberapa elit pemerintahan terindikasi melakukan korupsi besar-besaran, bahkan pemimpin negara tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan tindakan tersebut."
"Jadi?" Nada bicara Eden terdengar acuh.
"Aku meminta bantuanmu untuk menghentikan mereka. Lebih tepatnya memusnahkan para korup tersebut."
"Permintaanmu terlalu berlebihan. Aku hanya orang yang ingin hidup tenang"
Mereka berdua telah keluar dari wilayah kampus, dan berjalan di trotoar yang masih lengang. Barisan pepohonan dengan udara pagi, kursi saling memandang jelanan, kendaraan melaju dengan nada angkuh dan sombong.
"Janganlah kau terus-menerus berpura-pura!" Nada bicara wanita itu berubah serius.
"Itu tidak akan mengubah apapun, aku hanya ingin hidup tenang sekarang." Eden masih bersikukuh
"Kumohon, hanya kau yang bisa." Pinta wanita itu kini dengan nada memelas.
"Bukankah dirimu sendiri lebih dari cukup." Eden kembali menyanggahnya.
"Posisiku tidak terlalu kuat untuk menghadapi para bajingan ini secara langsung, dibutuhkan kekuatan yang tidak terikat atau berpihak, karena itulah aku meminta bantuanmu." Wanita tersebut tidak mau mundur sedikitpun.
Eden menghentikan langkahnya, begitu juga dengan wanita tersebut. sesuatu yang janggal mulai terjadi, dimana udara terasa berat, sedikit bergetar, dan minumbulkan kekhawatiran bagi siapa saja yang merasakannya. "Vela Agnesia, ada batas dimana kau harus menyerah." Nada suara Eden berubah, tubuhnya memancarkan aura mengerikan, membuat makhluk hidup merasakan kengerian akan kehadirannya.
"Hei, tenanglah. Kau bisa membuat tempat ini berada dalam kekacauan." Vela mulai ketakutan.
Eden terdiam untuk beberapa waktu. Dipandangi sekitar, belum ada sesuatu yang terjadi. Pancaran kekuatan tersebut meskipun Cuma sesaat telah menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup, siapa saja, apa saja.
*****
Vela berhenti di samping mobil sport berwarna hitam yang terparkir di pinggir jalan. Laki-laki tinggi besar dengan pakaian serba hitam berdiri kaku tepat didepannya. Percakapan mereka mengalami kebuntuan, dimana Eden masih menolak permintaan dari Vela. Meskipun tidak menutup kemungkinan kalau kedepannya Eden akan berubah pikiran.
"Apakah kau mau ikut?" Ajak Vela sembari masuk ke dalam mobilnya. "Tidak, aku tidak tertarik." Jawab Eden tanpa basa-basi. "Kalau begitu sebaiknya kau segera membuat keputusan, beberapa orang korup dari pemerintahan telah mengontak salah satu orang yang kau kenal." Saat Vela pergi, Eden duduk di bangku pinggir jalan. Punggungnya bersandar dengan gelisah, matanya memandang ke atas, melihat langit pagi hari yang sedikit mendung. Kendaraan mulai ramai berlalu-lalang, orang-orang berjalan melewatinya dengan tatapan heran.
"Sialan, berakhir sudah dunia damaiku." Gerutunya sembari menutup mata dengan kepala mendongak ke atas.