Chereads / Loucy Looking For Love / Chapter 25 - Pertemuan Sengit

Chapter 25 - Pertemuan Sengit

"Bagus, Lusi. Semuanya berjalan dengan sesuai rencana. Setelah ini aku akan mengirimkan naskah ini ke bagian pencetak."

Senyum di bibir Lusi mengembang. Tak disangka jika semuanya berjalan dengan lancar. Meski kepalanya terasa mau pecah di dalam beberapa hari terakhir.

"Jadi, Para Pencari Cinta ini bisa diterbitkan dengan cepat?"

Arman terlihat mengangguk beberapa kali. "Tapi kita lihat antrean di bagian cetak, ya. Bisa cepat atau mungkin sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan."

"Tidak apa-apa, Lusi. Yang terpenting naskahmu ini sudah selesai melakukan tahap revisi. Sekarang kita tinggal membicarakan cara untuk mempromosikan buku tersebut."

Arman menjentikkan jari sembari menarik punggungnya yang semula bersandar. "Apa yang Keke katakan benar! Bagaimana cara untuk mempromosikan buku ini?"

Lusi menghela napas pelan. "Bukankah itu tugas dari tim promosi Creatif Publisher?"

"Memang, tapi sebagai penulis, apa kau tidak ingin melakukan promosi mandiri? Penggemarmu di internet begitu banyak, Lusi. Ambillah peluang dari sana. Aku yakin, jika mereka tahu kau mengeluarkan karya baru, pasti banyak yang tertarik dan karyamu ini akan laku seperti biasanya."

"Baiklah. Aku akan bekerja keras untuk semua itu." Lusi memaksakan senyum di bibirnya. Selama ini ia jarang sekali mempromosikan bukunya sendiri, itu karena ia terlalu malas dan memilih untuk membuat karya baru.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Lusi, tunggu kabar baiknya."

Lusi mengangguk dan melihat punggung Arman yang semakin menjauh. Gadis itu menghela napas berat dan menyesap minumannya sendiri.

"Kau senang?"

Lusi mengangguk cepat. "Aku sangat senang dan puas. Dan, Keke, jangan lupa untuk segera membuat pengumuman yang pernah kita bicarakan."

"Sekali lagi aku bertanya padamu. Apa kau serius?"

"Ya. Aku serius. Sudah saatnya aku mencari pendamping hidup."

"Baiklah, jika memang itu maumu aku akan membuatnya segera."

"Dan satu lagi," ucap Lusi menggantungkan kalimatnya. "Jangan pernah bertanya hal yang sembarangan pada Arkan!"

Hampir saja minuman yang sudah berjalan di dalam sedotan milik Keke kembali keluar. Wanita itu terkikik pelan, apalagi melihat ekspresi wajah Lusi yang tengah memarahinya.

"Memangnya apa yang aku tanyakan pada Arkan? Lagi pula ia senang aku bertanya seperti itu. Lihat saja, ia bahkan mau menjawab pertanyaan yang bersifat pribadi padaku."

Lusi mendengkus kesal. Entah mengapa hatinya sedikit nyelekit ketika mendengar Arkan sudah menyukai seseorang. Siapa pun gadis itu, pasti ia sangat beruntung karena disukai oleh pria tampan seperti Arkan.

"Kau cemburu?"

Lusi terkesiap dan menggeleng cepat. "Tidak. Siapa yang cemburu? Memangnya aku memiliki hubungan apa dengan pria itu?"

"Baiklah jika kau tidak cemburu. Aku bisa menanyakan pada Arkan lebih banyak lagi. Aku jadi penasaran, seperti apa gadis yang disukai oleh pria setampan Arkan?" Keke mengusap dagunya pelan. Wajahnya sengaja dibuat penasaran agar Lusi bertambah panik dan akan mengakui isi hatinya secara perlahan.

"Jangan suka ikut campur dengan urusan orang lain, Keke!"

"Ah, ada siapa di sini? Oh, Lusi! Astaga... ternyata kau!"

Lusi dan Keke menoleh ke samping lalu berdecak kemudian.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Keke sedikit kasar.

"Lho, bukankah ini tempat umum? Lagi pula aku ke sini untuk bertemu dengan Avilia. Kau ingat?"

Tentu saja Lusi sangat mengingat nama itu. Avilia adalah orang yang pertama kali merobek naskah Para Pencari Cinta. Ia adalah editor dari tim penerbit Eco Publisher. Perusahaan pertama yang Lusi sambangi agar Para Pencari Cinta bisa terbit.

"Tentu saja aku ingat. Untuk apa kau bertemu dengannya di sini, Belania?" tanya Lusi mengorek informasi.

Wanita bernama Belania itu lantas tersenyum. Ia merogoh tas selempang dengan ukuran sedang dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

"Aku dan Avi akan membicarakan tentang buku yang akan terbit bulan depan."

Lusi dan Keke memandangi lembaran kertas yang Bela jatuhkan di atas meja mereka.

"Jadi, apa yang kau katakan di perjamuan kemarin, itu benar?"

"Tentu saja, Keke. Aku tidak pernah berbohong. Bagaimana? Aku hebat, bukan? Eco Publisher bukanlah perusahaan kecil. Mereka bahkan telah banyak meminang karya para penulis terkenal dan membawa mereka ke PH untuk dibuat film."

"Sayang sekali, dulu mereka menolak naskahku mentah-mentah," ucap Lusi dengan suara lemas.

Raut wajah itu memang yang ditunggu oleh Belania. Raut wajah sedih, kesal, iri dan semuanya. Ia yakin, bahwa Lusi sudah merasa dirinya kecil dan tidak sebanding dengannya.

"Sudah pernah aku katakan padamu, jangan pernah memulai persaingan denganku. Karena kau tidak akan menang."

"Aku tidak pernah memulai persaingan denganmu. Bukankah kau sendiri, yang menganggap aku pesaing terberatmu?"

Belania terdiam. Ia merapikan kembali contoh naskah dan memasukkannya ke dalam tas. "Awalnya memang begitu. Tapi setelah aku bergabung dengan Eco Publisher, kau semakin tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku. Dan Keke pernah mengatakan padaku, bahwa kau telah bergabung dengan Creatif Publisher?" Bela tersenyum sinis seolah tidak percaya dengan semua itu.

"Me----"

Lusi menyentuh lengan Keke dan menggeleng. Ia berdeham sangat pelan dan kembali menatap Bela. "Itu semua bukan urusanmu. Lagi pula, walaupun aku bergabung dengan pihak Creatif, apa masalahnya denganmu?"

Belania melipat kedua tangannya di depan dada sembari menajamkan tatapannya. "Memang tidak ada urusannya denganku. Karena aku tahu, itu semua tidak akan mungkin terjadi."

"Bela, kau sedang apa di sini?"

Kedua wanita yang tengah bertatapan dengan sengit itu menoleh.

"Lho, Lusi? Kau di sini juga?"

Lusi berdiri dan tersenyum. "Apa kabar, Mbak?" tanyanya sembari menjulurkan tangan.

"Baik. Tapi aku sedikit merasa sedih, karena kau menolak ajakan kami." Tangan mereka sudah saling bersalaman dan Lusi mempersilakan tamunya untuk duduk.

"Maaf sekali, Mbak. Bukannya aku tidak menghargai tawarin kalian, tapi naskahku sudah ditarik lebih dulu."

"Aku mengerti. Aku juga sangat menyesal karena telah meragukan dirimu. Padahal semua orang tahu, bahwa karyamu tidak pernah ada yang membosankan."

Lusi tersenyum malu. Ia melirik pada Bela yang sudah duduk di samping Keke. Kening wanita itu sudah mengerut. Mungkin karena terlalu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.

"Mbak Avi, saya tidak pernah menyalahkan kalian. Pada saat itu naskah saya memang masih berada di tahap revisi."

"Tunggu, apa maksud dari obrolan kalian?"

Bela akhirnya mengeluarkan suara. Wanita itu menatap Lusi dan Avi secara bergantian sambil menunggu jawaban.

"Kemarin Eco Publisher ingin menarik Lusi kembali. Namun sayang, Lusi sudah terikat dengan Creatif Publisher."

Keke menahan tawa mati-matian. Ekspresi wajah Bela saat ini sangat lucu namun sedikit memprihatinkan.

"Apa? Kau mengajak Lusi untuk kembali bergabung?"

"Benar, Bela. Aku menyesal karena pernah menolak naskah milik Lusi."

'Bukan hanya menolak, kau juga berhasil merobeknya,' batin Lusi. Dengan kejadian seperti itu, Lusi jadi tidak berminat untuk bergabung dengan perusahaan mereka.

"Lalu?" Bela semakin penasaran.

"Lalu naskah Lusi ditarik oleh Creatif Publisher."

"What? Jadi itu benar?"