Dua hari telah berlalu, Farah akhirnya tersadar, dia membuka matanya melihat kesekelilingnya, tenggorokan Farah terasa begitu kering.
Dia haus sekali ingin minum, namun tak ada orang yang bisa dia mintai tolong, Farah berusaha meraih gelas yang ada di sampingnya.
Karena kondisinya yang masih lemah dia kesulitan untuk mengambil gelas itu, tanpa sengaja dia menjatuhkannya.
Karena terdengar bunyi benda jatuh kedua pengawal yang berjaga di depan pintu Farah lantas membuka pintu dan melihat-lihat keseluruh ruangan.
Tidak ada siapa-siapa hanya ada Farah yang terbaring disana dan terdapat pecahan gelas dibawahnya.
Kebetulan Dokter Andre datang untuk visit, memeriksa pasien, Andre melihat pintu ruangan Farah terbuka, dia langsung berlari menuju kesana.
Saat sudah berada di ruangan Farah, Andre lantas mendekat ke arah Farah karena melihat kedua pengawal itu ada di dalam dan ada pecahan kaca juga.
"Kau sudah sadar, apa yang kau rasakan saat ini," tanya Adrian pada Farah.
"Aku haus ingin minum," ucap Farah dengan lirih karena kondisinya yang lemah.
Andre membantu Farah untuk minum, dia mengambilkan minuman untuk Farah, membantunya bangun setengah duduk.
Terima kasih maaf aku merepotkanmu," ucap Farah sungkan pada Adre.
"Kau ini bicara apa, sudah menjadi tugasku, aku ini seorang Dokter, ucap Andre sambil melihatkan name tag bertuliskan Dr. Andre.
Farah tersenyum mendengar ucapan Dokter Andre, dia pun langsung meminta maaf. Dokter Andre lantas menyuruh susternya untuk memanggilkan Ob membersihkan pecahan kaca yang berserakan.
"Joe, apa kau melihat laki-laki itu? Selidiki dia, aku yakin dia ada kaitannya dengan Farah."
"Lihat saja sampai aku tau laki-laki itu bersekongkol dengannya, akan ku pastikan dia melihat sisi Iblisku yang lain," ucap Adrian dengan tatapan membunuhnya.
Joe bergidik ngeri mendengarkan Tuannya berkata seperti itu, dia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi nantinya.
Sudah dua hari Adrian menyelidiki kasus ini seorang diri, dia hanya mendapatkan lelaki itu pergi yang membawa Vania pergi.
Dia pun memutuskan untuk kembali, melihat keadaan Farah, Adrian pulang dengan jet pribadinya.
Dia hanya butuh waktu 4jam untuk sampai di atas rooftop rumah sakit, Adrian langsung saja menuju ke ruang inap Farah di rawat.
Klak ...
Adrian membuka pintu, kamar Farah, Farah yang melihat Adrian masuk pun langsung histeris dia berteriak-teriak ketakutan.
"Pergi ... pergi tolong, jangan sakiti aku, jangan menyiksaku lagi, aku tidak membunuhnya, sungguh aku berkata jujur," ucap Farah dengan badan bergetar ketakutan dia melempar semua barang yang ada di dekatnya.
Adrian yang melihat itu langsung keluar kamar dan menutup kembali pintu kamar Farah.
"Apakah dia sudah menjadi gila, kenapa dia begitu histeris melihatku, apakah aku terlalu kejam menyiksa dirinya hingga dia menjadi seperti itu," gumam Adrian.
Dia tak menyangka efek dari perbuatannya membuat Farah menjadi seperti itu, ada sedikit rasa bersalah dalam benaknya.
Dokter Andre langsung datang kekamar Farah setelah mendengar teriakan wanita itu, dia langsung berlari menghampirinya.
Adrian ikut kedalam, melihat Andre menyuntikkan obat penenang untuk Farah, perlahan tapi pasti Farah pun mulai tenang dan dia tertidur.
"Kenapa dia jadi seperti itu ketika melihatku, apa yang terjadi padanya, kau bilang dia baik-baik saja," ucap Adrian, dia bertanya tanpa sadar akan perbuatannya, yang meninggalkan trauma berat dalam diri istrinya.
Bukk ... Bukk, dua bogeman melayang di kedua pipi Adrian.
"Dia menjadi seperti itu karenamu, apakah kau tidak merasa bersalah sama sekali, kau tau alasanku memukulmu hah."
Andre dengan emosi berkata pada Adrian dia tak mengerti dimana hati nurani sahabatnya itu, kenapa dia begitu tega pada Istrinya sendiri.
"Dia membutuhkan psikiater, sudah ku katakan di awal walaupun dia terlihat baik-baik saja, tapi tidak dengan mentalnya."
Andre meninggalkan Adrian begitu saja dia keluar dari kamar itu, tak ingin lebih emosi lagi kala melihat sahabatnya itu.
Adrian melangkah mendekati Farah, dia melihat wajah pucat Istrinya.
"Apakah aku sekejam itu padanya?" terbesit rasa bersalah dalam diri Adrian, namun dia pun tak pernah bisa mengendalikan emosinya kala melihat Farah.
Dia kan selalu ingat kematian Vania kekasihnya, Adrian berjalan ke arah sofa lalu merebahkan tubuhnya di sana, dia begitu lelah hari ini.
Farah mulai terbangun dari tidurnya, dia melihat suaminya tidur di sofa, Farah begitu ketakutan, dia tak ingin melihat Adrian disana.
Farah meringkuk diatas tempat tidur tubuhnya mengeluarkan keringat, dia bergetar ketakutan, teringat kembali akan sikap Adrian padanya.
Penyiksaan dan pelecehan seolah-olah berputar didalam kepalanya, Farah langsung menjerit histeris.
Adrian yang mendengar jeritan Farah langsung bangun dari tidurnya, dia melangkah keluar kamar dan langsung memanggil Andre.
Andre datang keruangan itu mencoba menenangkan Farah, dia meyakinkan Farah kalau Adrian tak akan menyakitinya lagi.
"Benarkah, dia tak akan menyakitiku, dia tak akan menyiksaku lagi?" ucap Farah meragukan kata-kata dokter Andre.
Dokter Andre lantas memberinya lagi suntikan penenang agar dia kembali tenang, Andre berjalan keluar menemui Adrian.
"Untuk sementara waktu jangan temui dia dulu, karena apa yang kau lakukan padanya meninggalkan trauma mendalam."
"Aku akan menyediakan psikiater terbaik untuknya, kau bisa menemuinya jika kondisinya sudah mulai stabil kembali," ucap Dokter Andre dia menatap sahabatnya itu.
"Berikan yang terbaik untuknya, pastikan dia sembuh dan kembali normal," ucap Adrian masih tanpa Ekspresi sekalipun dia merasa sakit mendengarkan penuturan Andre.
Andre langsung meninggalkan Adrian disana dan segera menghubungi psikiater terbaik di kota itu, sebelum pergi Adrian melihat Farah di ruangannya.
Dia mendekat dan memperhatikan wanita itu, entah kenapa di merasa sedih melihat kondisi Istrinya, Adrian langsung keluar dari ruangan Farah
Tak ingin berlama-lama disana, Adrian meminta pengawalnya untuk berjaga-jaga di depan ruangan itu, dia tak ingin Farah kabur saat wanita itu sadar nanti.
Adrian langsung pulang kekediamannya, dia melangkah menuju ke kamar, langsung merebahkan diri di kasur king sizenya.
Adrian butuh istirahat sebentar kasus Vania benar-benar menguras tenaganya belum lagi urusan kantor yang harus dia tangani.
Baru saja dia memejamkan matanya, Joe sudah menelevon dirinya dan memintanya datang kekantor.
"Tuan, anda harus kekantor hari ini, karena ada rapat yang tidak bisa di tunda lagi, Tuan besar meminta anda menghadiri rapat itu," ucap Joe memberitahu Tuan mudanya.
Adrian langsung bergegas kekamar mandi membersihkan dirinya, lalu bersiap kekantor.
Setibanya di kantor dia langsung di sambut oleh Joe, dan mereka langsung melangkah menuju ke ruang rapat.
Ternyata disana sudah berkumpul banyak orang hanya tinggal menunggu Adrian saja, Adrian langsung memimpin rapat tersebut.
Adrian begitu berwibawa saat memimpin rapat, banyak orang merasa kagum padanya, pantas saja di usianya yang masih muda dia sudah menjabat sebagai CEO di perusahaan Ayahnya.