Pagi hari Adrian telah bersiap, ia akan berangkat mengunjungi Farah, sebelum dirinya datang ke kantor.
Lelaki itu lantas turun dan menuju meja makan, mengambil roti yang telah di oles selai coklat dan kacang, melahap serta meminum jus jeruknya.
Ia pun segera berpamitan pada Ibunya, lalu melangkahkan kaki keluar rumah, Joe sudah menunggunya di luar, pagi sekali ia sudah tiba di kediaman orang tua Adrian.
Joe lantas membukakan pintu mobil untuk Tuannya. Lalu ia pun naik dan mengemudikan mobil meninggalkan pekarangan rumah orang tua Adrian.
Adrian duduk di kursi belakang, ia lantas membuka laptopnya memeriksa Emai yang masuk hari ini.
"Joe, kita kerumah sakit sebentar aku ingin melihat wanita itu," ucap Adrian tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Baik Tuan."
Joe lantas mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang dan melaju menuju rumah sakit tempat Farah dirawat.
Sesampainya di rumah sakit, Adrian lantas menutup laptopnya, lalu berjalan keluar menuju ruangan Farah.
Cklek ...
Adrian membuka pintu masuk kedalam, ia melihat Farah masih tertidur lelap. Adrian mendekati Farah lalu duduk di kursi samping tempat tidur Farah.
Melihat wanita itu yang sedang tertidur pulas, ia menyugar surai rambut yang menutupi wajah Farah, 'cantik' satu kata itu lolos dari mulutnya.
Adrian tersenyum tipis hampir tak terlihat, entah kenapa dia begitu senang melihat Farah seperti ini, ia seperti bayi yang menggemaskan saat tertidur.
Farah mengeliat, lalu perlahan membuka matanya, orang pertama yang ia lihat adalah Adrian yang sedang memandanginya.
"Se ... Sejak kapan kau di sini?" tanya wanita itu sedikit terbata-bata mungkin karena rasa takutnya yang belum sepenuhnya hilang.
"Tenanglah, jangan takut, aku tak akan berbuat kasar padamu, aku hanya ingin mengunjungimu, sebelum aku berangkat ke kantor."
Farah sedikit lega mendengarkan penuturan Adrian, ia pun mulai menguasai dirinya mencoba untuk melawan rasa takutnya itu.
"Apa kau ingin sarapan sesuatu? mungkin kau bosan dengan masakan rumah sakit ini, jika kau ingin memakan sesuatu bilang saja, aku akan meminta Joe untuk membelikannya untukmu," ucap Adrian, ia melihat ke arah Farah lalu tersenyum pada wanita itu.
"Apa aku boleh memesan sesuatu?" Farah memberanikan diri untuk berbicara
Adrian hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan wanita itu.
Farah lantas memesan bubur ayam, entah kenapa ia ingin sekali memakannya pagi ini, tak menunggu lama Adrian lantas memanggil Joe yang sedang menunggunya di luar ruangan.
"Joe, tolong kau belikan bubur ayam untuknya," perintah Adrian pada Joe.
Lelaki itu lantas pergi dan segera mencari bubur ayam yang di pesan oleh Farah. Setengah jam kemudian Joe membawa bungkusan plastik di tangannya lalu menyerahkannya pada Adrian.
"Ini makanlah," ucap Adrian sambil menyerahkan bungkusan plastik ketangan Farah.
Farah begitu senang dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Adrian, ia lantas memakan bubur itu hingga habis tak tersisa, buburnya begitu enak sekali.
Adrian yang melihat itu mengerutkan keningnya, ia lalu bertanya, "Apa itu Enak?" Sambil menatap ke arah Farah.
Farah menganggukan kepalanya, "Hemm ... Apa kau mau? Belilah lagi jika mau, ini sangat enak," ucap Farah sambil meletakkan sterofoam yang sudah kosong diatas meja.
Adrian hanya bisa geleng-geleng kepala saja mendengar perkataan wanita itu, ia pun segera berpamitan pada Farah.
"Aku harus ke kantor sekarang, kau jaga dirimu baik-baik dan cepatlah pulih, agar kau bisa keluar dari sini secepatnya, kau buang-buang uangku saja," ucap lelaki itu sambil berlalu pergi keluar dari ruangan Farah.
Farah hanya diam saja, tak menjawab ucapan Adrian, namun ia berjanji dalam hati akan segera pulih dan bisa keluar dari rumah sakit itu.
Adrian dan Joe langsung bergegas meninggalkan rumah sakit da pergi ke kantor, karena ada banyak pekerjaan menanti dirinya.
Sesampainya di kantor Adrian lantas memfokuskan dirinya mengerjakan semua berkas dan dokumen yang sudah ada di meja kerjanya.
"Panggilkan Joe ke ruanganku," ucap Adrian memerintah sekertarisnya, sekertaris Adrian berjalan ke ruangan Joe memintanya menghadap Tuannya.
Joe pun berdiri dari duduknya lantas datang menghampiri Adrian.
Sesampainya di ruangan Adrian ia langsung membungkukkan badannya dihadapan Adrian.
"Joe, apa ada perkembangan lagi yang kau dapatkan tentang kasus Vania?" tanpa basa-basi Adrian bertanya pada Joe.
"Maaf Tuan, sepertinya orang ini begitu pintar karena mereka menghilangkan bukti CCTV di kota tersebut, dan kita kalah cepat, mereka lebih dulu tau pergerakan kita."
Adrian menatap tajam kearah Joe seolah ingin membunuhnya, Joe hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Kenapa bisa seperti ini Joe, kita kalah cepat dari mereka, begitu maksudmu?" Adrian menghampiri Joe mencengkram kerah baju lelaki itu.
"Maaf Tuan, sepertinya ada mata-mata disini hingga lawan bisa membaca pergerakan kita," ucap Joe masih menundukkan kepalanya.
"Adrian melepaskan cengkeramannya di kerah Joe, seraya berkata, "Selidiki, siapa yang berkhianat diantara anak buah kita, siapapun orangnya, dia akan mendapatkan balasannya."
Adrian mengepalkan tangannya, dia begitu geram karena kasus Vania belum juga dapat dia selesaikan.
Ia langsung bergegas pulang kerumahnya, ia butuh untuk menyendiri, setelah sampai di kediamannya, lelaki itu langsung naik ke atas keruangan dimana disana banyak sekali lukisan serta foto dirinya dengan Vania.
Ia hanya mampu menatap kosong foto pertunangannya dengan Vania, hampa dan sepi kini merasuki hidupnya.
Vania mampu memberikan cahaya baru dan harapan baru pada hidup Adrian, keinginan untuk bahagia kini telah sirna, dengan kematian mendadak tunangannya Vania.
Vania tiba-tiba kecelakaan dan semua bukti mengarah pada Farah, baik saat kecelakaan itu terjadi dan kesaksian Farah tidak kuat.
Ia pun akhirnya berfikir ulang untuk menyelidiki kasus ini kembali karena arahan Andre yang berhasil menemukan kejanggalan pada kasus Vania.
Benar apa yang dikatakan Andre namun ia masih saja percaya bahwa Farah lah dalang dari pembunuhan tersebut.
"Vania, andai kau di sini, kenapa kau begitu cepat pergi meninggalkanku," ucap Adrian menghampiri lukisan merek berdua.
Ia langsung mengambil foto Vania yang sedang tersenyum kearahnya, ia merasa kerinduan yang sangat mendalam pada sosok Vania.
Jika saja ia tak kecelakaan saat ini mereka pasti sedang berbahagia menikmati kebersamaan mereka dalam bulan madu bersama seperti yang telah di tuliskan oleh wanita itu.
Sebelum meninggal Vania menulis sederet list negara yang akan mereka kunjungi saat mereka bulan madu nantinya.
"Kau tau, hidupku kembali hampa tanpamu, aku merasa kesepian disini, hanya engkau wanita yang mampu mengerti aku, dan memahami diriku," ucapnya begitu frustasi.
Kehilangan Vania seperti kehilangan separuh dari hidupnya, bahkan kepergian Vania mengembalikan sisi Iblis dari Adrian.
Lelaki itu berubah menjadi dingin kembali, dan tingkat kekejamannya bertambah, ia tak mengenal ampun, dua pengawal saja sudah ia musnahkan karena tak mampu bekerja dengan baik.