Setelah bertemu dengan anaknya dan mendapat informasi yang dia butuhkan, Aida segera berpamitan pada Adrian, wanita itu pun akhirnya pulang.
Setelah sampai di kediamannya, ia langsung masuk dan menemui suaminya.
Surya yang mengetahui kedatangan istrinya pun langsung menutup laptopnya, ia ingin mendengarkan cerita dari Aida.
"Kita masih bisa tenang untuk saat ini, karena Adrian belum mendapatkan informasi apapun, namun kita harus tetap waspada," ucap Aida ia kini sudah duduk di hadapan suaminya.
"Beritahu mereka untuk lebih berhati-hati dalam bekerja, sepertinya kinerja mereka sudah mulai menurun."
Aida lantas pergi begitu saja dari hadapan Surya tanpa mendengarkan suaminya itu berbicara. Surya hanya tersenyum saja melihat perilaku istrinya.
Setidaknya ia lega karena kabar bagus yang dibawakan oleh istrinya itu. Surya langsung melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Disisi lain Adrian tersenyum hambar saat ibunya pergi dari kantor, itu semakin menambah kecurigaannya terhadap orang tuanya.
"Ternyata kalian terlibat dalam kecelakaan Vania," ucap Adrian dalam hati, ia begitu sedih, mengetahui itu.
Otaknya berfikir demikian namun hatinya berkata lain dan mengharapkan bahwa mereka tak terlibat, ia masih saja berusaha mengelak dan lbh meyakini jika Farah yang punya kemungkinan besar untuk membunuh Vania.
Walaupun orang tuanya tidak menyukai Vania tapi mereka tak akan sampai hati melakukannya, itu yang selalu ada di hati Adrian.
Farah yang sedang ada di rumah, selalu memikirkan kata-kata Adrian malam itu, ia pun bertekad untuk mencari tahu kebenarannya, apakah Vania benar-benar sudah mati atau masih hidup.
Kali ini dia tak akan tinggal diam, dia ingin terbebas dari Adrian, ia ingin menikmati hidupnya dan melupakan semua rasa cintanya pada Adrian.
Adrian tiba di rumah, ia langsung menuju kamarnya membersihkan diri lalu turun untuk makan malam.
Ia duduk seorang diri di meja makan, tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga.
"Uhukk ... Uhukk ...!" Adrian terbatuk-batuk saat melihat Farah.
Farah mengenakan baju yang kebesaran di badannya, dan itu menambah kecantikannya, ia terlihat seksi di mata Adrian.
Farah begitu gugup karena di tatap begitu intens oleh Adrian, terlebih lagi tatapan mata itu begitu tajam seperti membunuh.
"Aku tak memiliki baju, jadi aku memakainya, dan hanya ini yang ada didalam lemari," ucap Farah saat sudah duduk di meja makan.
"Kenap dia terlihat begitu cantik dn seksi saat mengenakan baju kebesaran seperti itu, ah ... sial!" umpat Adrian dalam hati.
Joe kemudian datang setelah selesai menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan oleh Tuannya.
Joe melihat Farah dengan pakaian kebesaran itu ia ingin sekali tertawa, namun Joe merasakan aura gelap di sekitarnya, ia sedang melihat Tuannya menatap dirinya dengan tajam.
Joe akhirnya sadar akan apa yang dia lakukan, Joe pun akhirnya menundukkan kepalanya dan berlalu pergi dari sana meninggalkan mereka berdua.
Adrian pun mengutuk dirinya sendiri yang begitu terpesona akan kecantikan Farah malam ini, ia segera menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang mengagumi Farah beberapa body guard pun melihat penampilan istrinya malam ini.
"Kalian semua pergi dari ruangan ini," perintah Adrian di sertai dengan tatapan tajam pada mereka.
Mereka semua menuruti perintah Adrian dan berjalan menjauh pergi meninggalkan ruang makan.
Farah yang mendengar itu pun hendak berdiri dan mengikuti perintah Adrian, seperti yang lainnya.
"Siapa yang menyuruhmu pergi? kembali duduk di tempatmu, dan temani aku makan," perintah Adrian kepada Farah.
Kesunyian mulai menyelimuti ruangan itu setelah kepergian mereka semua, Farah semakin tak mengerti dengan sikap aneh Adrian akhir-akhir ini.
Makanan yang tersaji di meja makan begitu membuat perut Farah meronta-ronta meminta segera di isi, Farah pun tak melewatkan kesempatan itu, ia memakan dengan lahap makanan yang ada di depannya.
Farah tak memperdulikan Adrian yang sedari tadi melihat kearahnya, dentingan bunyi alat makan yang beradu mengisi kesunyian di ruangan itu.
Sudah lama ia tak memakan makanan seenak ini, ia begitu bahagia dan merasa bersyukur, karena masih di beri kesempatan untuk hidup, walaupun Ia harus menjalani hidupnya bersama dengan monster seperti Adrian.
"Besok kita pergi dan kau belilah bajumu, jangan berkeliaran di rumah ini dengan pakaian seperti itu," ucap Adrian ia langsung mengusap mulutnya dengan tisu setelah menyelesaikan makannya.
Farah mendongakkan kepalanya, memberanikan diri melihat kearah Adrian sambil tersenyum dia berkata, "Aku masih punya pakaian di ruangan bawah biar aku ambil, tak perlu membelikan ku pakaian baru."
Adrian menghampiri Farah membungkukkan badannya dan berbisik di telinga wanita itu.
"Kau istriku, jadi kau harus menjaga penampilanmu, aku tak ingin kau mengenakan sembarang baju, yang akan menurunkan reputasi ku."
Farah meneguk salivanya dengan susah payah Adrian menekan setiap kata-kata yang dia ucapkan.
Adrian duduk di sisi Farah memperhatikan wanita yang ada di depannya itu, ia tersenyum kepadanya, namun senyuman itu begitu menakutkan.
"Apa kau tau, jika ayahmu menjualmu padaku, demi menyelamatkan perusahaannya yang hour bangkrut itu? Kau tak akan bisa pergi dari hidupku, sakit hati yang kau timbulkan dalam hidupku atas kepergian Vania kau harus membayarnya."
Farah menoleh kearah Adrian dia menatap lelaki itu, tak percaya dengan apa yang telah di ucapkannya.
"Kau harus menggantikan posisi Vania, menemaniku dan melayani, menjadi pendamping hidupku di sini, dan selamanya akan berada di sisiku, itu hukuman yang pantas untukmu," ucap Adrian begitu dingin kepada Farah.
Ia masih merasakan sakit atas kepergian Vania, ia mengingat kembali bagaimana kejadian itu , saat dirinya melihat jasad Vania yang terbakar hangus di dalam mobilnya.
Adrian berdiri di hadapan Farah, mengusap lembut kepalanya.
"Menurutkan dan bersikaplah baik, jangan memancing emosiku, jika kau tak ingin merasakan siksaan seperti yang lalu," ucap Adrian lembut kepada Farah.
"Cih, kata-katanya lembut tapi dia mengancam ku," ucap Farah dalam hatinya.
Adrian tersenyum kearah Farah, wajahnya begitu dekat hingga nafasnya saja terasa di wajah Farah.
"Apakah kau bahagia, dengan menjadikan aku boneka mu mengisi kekosongan hidupmu itu dengan menjadikanku istri hanya sekedar tameng semata," ucap Farah memberanikan diri berbicara pada Adrian, namun ia masih merasa ketakutan hingga suaranya sedikit bergetar saat mengucapkannya.
"Andai aku disuruh memilih aku tak ingin bertemu denganmu dan mengenalmu, aku tak ingin berada di sisimu," Farah memberanikan diri berbicara kembali.
Mengungkapkan isi hatinya, suaranya lembut tapi setiap kata-kata yang diucapkan oleh Farah bagaikan pisau yang menyayat hatinya.
Adrian mencengkram tangan Farah dengan kuat, raut wajahnya sudah merah padam menahan geram, dia begitu marah pada kata-kata wanita itu.
"Jangan pernah bermimpi sayang, sampai aku tiada pun kau akan tetap menjadi milikku, sekali kau menjadi milikku maka selamanya kau akan menjadi milikku, dan ingat satu hal ini, apa yang menjadi milikku, tak akan pernah bisa lepas dari genggamanku," bisik Adrian di telinga Farah, ia pun tersenyum devil, membuat Farah semakin takut.