Dengan bersusah payah, Felix bangkit. Langkahnya masih tertatih dia berusaha mendekati Madam Anyelir.
Berkali-kali Felix memegang pungungnya sendiri, tulang-tulangnya seakan remuk semua akibat dilemparkan oleh Carlos tadi.
"Astaga! Apa yang sedang ia lakukan pada Madam Anyelir?" gumam Felix dengan mata masih mengarah pada Carlos. Pria itu mendudukki tubuh Madam Anyelir. Tangan Carlos tak berhenti, dia tengah sibuk dengan kepala Madam Anyelir. Hanya terdengar suara benturan, namun suara teriakan wanita itu sudah tidak terdengar lagi.
Felix meraih dongkrak dari dalam mobilnya, dan menggunakan benda itu untuk memukul kepala Carlos.
Buak!
Pukulan pertama, membuat Carlos berhenti menyerang Madam Anyelir, namun tidak ada luka sama sekali dikepala Carlos. Padahal pukulan itu cukup kencang. Lalu Carlos berdiri dan bersiap menyerang Felix.
"Astaga! Itu bukan Carlos!" tukas Felix, karena wajah pria itu benar-benar sangat berbeda. Terlihat menyeramkan, tidak seperti Carlos yang ia kenal.
Mereka masih berdiri saling memandang. Carlos terus mengerang seperti Monster.
Felix pun melirik sesaat kearah Madam Anyelir. Wanita itu sudah tidak bergerak lagi, tapi perutnya masih kembang-kempis, menandakan jika ia masih bernapas.
Namun benar-benar lemah, dan wajahnya dipenuhi dengan luka cakaran dari tangan Carlos.
'Bagaimana ini? Aku tidak tahu cara membuat Carlos sadar?' batin Felix.
Felix memejamkan matanya, sembari membaca doa-doa dari kitab suci kepercayaannya.
Setiap ayat yang dia ingat, dia ucapkan dengan khusuk.
[Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia] Markus 1:34
[Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu] Lukas 10:17
Felix masih terus berkomat-kamit membaca ayat-ayat dalam al-kitab untuk memgusir roh jahat pada tubuh Carlos.
Dia tidak tahu harus dengan cara apa untuk melawannya kecuali dengan doa. Saat ini tidak ada yang bisa membantunya kecuali Tuhan.
Dan benar saja, beberapa saat kemudian Carlos berteriak-teriak kepanasan, lalu tubuhnya melemah. Sayup-sayup suara erangan itu menghilang.
Tidak ada suara monster atau iblis yang jahat pada tubun Carlos.
Beberapa saat kemudian Felix membuka matanya, untuk melihat Carlos. Dan ternyata pria itu sudah tergeletak di atas tanah.
"Sukurlah, terima kasih, Tuhan. Engkau telah menolongku," Felix pun segera menghampiri Carlos.
"Bangun, Carlos!" panggil Felix seraya menepuk-nepuk wajah Carlos.
Perlahan pria itu mulai membuka mata.
"Felix," Carlos berusaha bangkit.
"Aku ada di mana ini?" Carlos terlihat linglung.
"Aduh, kepalaku ... pusing," Pria itu memijit-mijit keningnya sendiri.
Felix berlari ke dalam mobil dan mengambilkan air mineral untuk Carlos.
"Minum ini, cepat!" sergah Felix seraya menyodorkan botol airnya.
Setelah meneguk air itu keadaan Carlos mulai membaik, dan pada saat itu pula Felix baru teringat dengan Madam Anyelir.
"Astaga!" Kedua mata Felix melotot tajam.
"Ada apa?" tanya Carlos.
"Madam! Madam Anyelir!" tukas Felix seraya berlari menghampiri wanita itu. Dan dengan langkah tertatih Carlos juga berjalan membuntuti Felix.
Madam Anyelir sedang sekarat, kedua matanya tak berkedip, dan deru napasnya tersengal-sengal.
"Madam! Ayo bertahan, Madam!" Felix berusaha untuk mengangkat tubuh wanita itu.
"Tidak ... tidak perlu ...." Ucap wanita itu dengan suara lemah.
"Tapi, kau tidak boleh mati, Madam!" teriak Felix, sementara Carlos hanya diam dengan wajah ketakutan. Sejujurnya dalam hatinya juga bertanya-tanya tentang penyebab Madam Anyelir menjadi begini.
Carlos benar-benar tak ingat jika dia yang telah menyerang Madam Anyelir, yang telah mencekik, mencakar-cakar wajahnya, bahkan sampai membentur-benturkan kepala wanita itu hingga berkali-kali.
"Madam! Bertahan, Madam!" teriak Felix sambil menangis panik.
"Tidak... tidak ada pilihan lain ... Alice, kau harus membawa Alice kemari!" kata Madam Anyelir disela deru napasnya yang semakin sesak.
"Tapi, Alice sedang berada di Rumah Sakit Jiwa, Madam?" kata Felix.
"Kau harus membawanya ... Sea hanya ingin dia yang mengkremasikan jasadnya!" kata Madam Anyelir. Kini kedua mata wanita itu menajam, tubuhnya sedikit mengejang.
"Apa, dengan itu wanita jahat itu akan lenyap?" tanya Felix. Madam Anyelir menjawab dengan anggukkan kepalanya. Dan tubuhnya yang kejang-kejang mendadak berhenti, lalu wanita itu memejamkan matanya.
Tak ada lagi deru napas yang tersengal-sengal, denyut nadinya juga sudah tak terasa lagi.
Ya ... Madam Anyelir kini sudah pergi.
Felix dan Carlos pun hanya bisa menangisi kepergian wanita itu.
Dia sudah bertaruh nyawa demi menolong mereka untuk menyelamatkan Alice.
"Felix, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Madam Anyelir bisa mati?" tanya Carlos dengan raut herannya.
"Carlos, apa kau tidak ingat sama sekali?" tanya Felix.
Dan pria itu menggelengkan kepalanya.
"Kau, yang sudah membunuhnya, Carlos!" tegas Felix.
"Apa?!" Carlos benar-benar syok mendengarnya, "kau bohong, Felix! Mana mungkin aku yang membunuhnya?!" pekik Carlos.
"Sudahlah, Carlos! Bukan saatnya untuk membahas ini, ayo cepat telepon Bella. Dan suruh dia membawa Alice datang kemari!" sergah Felix.
Carlos masih terlihat bingung dan dia tidak segera meraih ponselnya.
"CARLOS!" bentak Felix, dan dia pun segera maraih ponselnya sendiri yang ada di dalam mobil, lalu dia menelepon Bella.
"Bella! Tolong datang ke sini dan bawa Alice!" sergah Felix.
[Tapi bagaimana caranya? Alice itu sedang ada di Rumah Sakit Jiwa, Fel!] jawab Bella.
"Ayolah! Kau harus bisa mengeluarkan dia sekarang, Bel! Atau kalau tidak Sea akan kembali menggangu hidup Alice!" ujar Felix.
[Tapi—]
"Bel, lakukan sesuatu, ini pesan terakhir dari Madam Anyelir!"
[Apa? Pesan terakhir?]
[Maksudnya apa, Felix?]
"Madam Anyelir sudah tewas, Bel!"
[Apa?!]
"Maka dari itu, cepat bawa Alice kemari! Kalau tidak kita semua akan calaka! Terutama Alice!" tegas Felix.
Dan Bella pun tak lagi membantah permintaan Felix.
[Baiklah, Felix! Demi kebaikan Alice dan kita semua! Aku akan mencari cara untuk membawa Alice keluar dari Rumah Sakit Jiwa!] tegas Bella.
To be continued