Chereads / Pemilik Toko di Death Valley / Chapter 7 - Menyortir Resep

Chapter 7 - Menyortir Resep

Setelah berhasil membunuh Inferno Bear. Hal pertama yang dilakukan Cien adalah memasukkan tubuh buruannya ke dalam lapisan pelindung. Dengan susah payah, Cien mendorong tubuh besar beruang yang bobotnya mungkin melebihi satu ton.

Di masa lalunya, berat beruang kutub dan beruang coklat bisa mencapai 600 kilo. Dan ukuran dari Inferno Bear yang dibunuhnya ini bisa dikatakan lebih dari tiga kali ukuran tubuh beruang kutub. Oleh karena itu, bila berat dari tubuh yang didorongnya lebih dari dua ton, Cien tidak merasa aneh.

Hanya saja, stamina dan energinya hampir habis hanya untuk mendorong beruang tersebut sejauh dua puluh meter. Mengingat jarak ke tokonya yang mencapai lima ratus meter, Cien langsung membuang rencana dirinya menggusur seluruh jasad itu hingga ke tempat tinggalnya.

"Tidak ada jalan lain. Harus dipotong beberapa bagian."

Hal pertama yang Cien lakukan adalah menguliti Inferno Bear. Mau di dunia sebelumnya ataupun disini, kulit beruang merupakan hal yang sangat berharga. Apalagi Inferno Bear, monster rank 6, kulitnya bisa menjadi material yang berharga. Cien mengamati bagian pundak beruang yang seperti bebatuan itu.

'Apa hal ini bisa ditempa?'

Cien tidak terlalu yakin, dia akan tahu setelah dicobanya nanti. Cien sebenarnya ingin mengeluarkan darah dari tubuh beruang itu dulu, untuk menjaga rasa dari dagingnya. Tapi sayangnya, dia tidak punya kekuatan untuk menggantung tubuh besar itu.

Ingin langsung memotong dan menggantungnya tanpa menguliti dahulu akan mengurangi nilai kulitnya. Pada akhirnya Cien hanya bisa mendesah pelan dan menguliti beruang secepat yang dia bisa.

Untungnya, setebal dan sekeras apapun tubuh Inferno Bear itu, pisau dapurnya dapat dengan mudah memotongnya. Dia bahkan sama sekali tidak merasakan hambatan sewaktu menguliti bagian pundak yang keras bagai batu tersebut.

Ketika selesai, Cien begitu takjub dengan pisau dapur di tangannya.

'Ini pisau macam apa? Benda ini terlalu tajam!'

Cien kemudian mengingat fungsi kamera ponselnya. Dia segera ambil dan memfoto pisau di tangannya. Benar saja, ada opsi detail di fotonya.

__________

[Pisau Toko Kirana]

Pisau dapur yang diberikan untuk pemilik Toko Kirana. Pisau terbuat dari white diamond dengan tingkat ketajaman yang dapat memotong material apapun hingga rank 8.

Catatan : Ketajaman pisau akan menurun drastis bila target yang dipotong bukan merupakan bahan material dalam pandangan pemilik.

__________

"..."

Seram. Hanya itu yang terpikirkan oleh Cien ketika membaca deskripsi dari pisau dapurnya.

Dia tidak menyangka kalau sekadar pisau dapur mungkin bisa melebihi senjata-senjata langka dan legendaris yang ada di luar sana. Memotong rank 8? Benar-benar menyeramkan, tapi Cien tidak punya niatan sama sekali untuk bertemu monster sekuat itu.

Pandangannya lalu terfokus pada catatan yang ada di deskripsi.

'Bahan material dari pandangan pemilik?'

Cien samar mengerti apa yang dimaksudan catatan tersebut. Pandangannya berpaling ke karung yang berisikan rerumputan liar. Dia lalu menebas karung tersebut dengan pisau di tangannya, namun seperti yang dia kira, karung tersebut sama sekali tidak terpotong ataupun tergores.

Dia genggam karung lebih dekat, lalu mencoba menggesekkan mata pisau dari dekat. Bagaikan ketajaman tadi sebuah ilusi, pisau itu sama sekali tidak memotong apapun. Pisau itu menjadi sangat tumpul, Cien bahkan merasa kalau penggaris besi saja mungkin masih lebih tajam daripada kondisi pisau saat ini.

'Hanya bahan-bahan yang aku pikir sebagai material saja yang bisa dipotong. Itu artinya, pisau ini mungkin tidak akan berguna kalau digunakan untuk melukai sesama manusia.'

Seperti ingin membuktikan poinnya, Cien tanpa segan menyayat lengan kirinya. Hasilnya, pisau itu benar-benar tumpul. Baginya perasaan gesekan pisau tadi hampir sama seperti seseorang menggesekan sebuah pena di kulitnya.

Cien kini mengerti pisau yang dimilikinya. Dia hanya bisa tersenyum dan menerima.

Untuk beberapa jam selanjutnya, Cien memotong tubuh Inferno Bear menjadi beberapa bagian kecil. Dia menggantung bagian-bagian tubuh yang telah dipotongnya di dahan pohon di sekitarnya. Tali untuk menggantung, Cien ambil dari beberapa rumput liar dan akar gantung yang dia temui di hutan.

Untuk organ-organ dalam, mata, cakar, gigi, dan lain sebagainya. Cien terpaksa menyimpannya dahulu di tanah yang telah beralaskan rerumputan liar. Dia sama sekali tidak membuang satu organ pun dari Inferno Bear.

Cien belum tahu apa yang bisa dilakukannya pada setiap material itu, dia berencana akan menyimpannya dulu di ruang penyimpanan. Lalu mencari resep-resep di ponsel yang berhubungan dengan Inferno Bear.

Bila nanti ada sesuatu yang tidak ada dalam resep, barulah dia akan membuangnya.

Hingga menjelang petang, Cien bulak balik memindahkan semua material ke tokonya. Setelah semua selesai dan disimpan rapi olehnya di ruang penyimpanan, barulah Cien bisa bernapas lega dan melemaskan tubuhnya.

Dia seraya terbaring di lorong depan pintu ke ruang penyimpanan. Tenaganya telah habis, dia ingin segera membersihkan diri lalu tidur namun rasa malas dan capek seketika menimpanya. Belum lagi, dia hanya baru memakan rerumputan dan buah liar yang dilihatnya dijalan. Sehingga kini perutnya benar-benar membutuhkan asupan berlebih.

Dalam rasa lemas, Cien pun tidur di lantai. Dia tertidur untuk tiga jam kedepan. Sewaktu terbangun, langit telah gelap, dan lampu mana sudah menyala dengan sendirinya.

Lampu yang ada di dalam toko merupakan lampu yang memakai sumber daya mana stone. Satu mana stone ukuran lima senti bisa menghidupkan lampu hingga satu minggu. Dan untuk di toko, Cien mendapati kalau dia setidaknya memiliki lima puluh mana stone yang berada di ruang penyimpanan.

Kalau seluruh lampu mana dinyalakan, jumlah itu hanya akan bertahan sekitar empat bulan, namun bila hanya dipakai untuk satu atau dua ruangan saja, jumlah saat ini cukup untuk menerangi ruangannya hingga satu tahun ke depan.

Cien bangun, lalu berjalan naik ke lantai dua. Dia masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Selesai mandi, Cien berjalan ke lemari di kamar tidurnya. Tadi sewaktu bangun, seiring dia mencari sprei baru, dia menemukan juga dua setel pakaian.

Dia berniat mengganti pakaiannya. Dan pakaiannya saat ini yang sudah compang camping akan dia cuci dan mungkin dipakai lagi nanti. Dia tidak mengganti baju sebelum berangkat karena merasa sayang memakai baju baru untuk pergi keluar, takut mengotorinya.

Tapi sekarang, baju jelek yang selama ini dipakainya telah terciprat banyak darah dari Inferno Bear. Dia tidak punya pilihan lain selain menggantinya. Dan lagi, Cien tidak mau mengotori sprei barunya dan menambah cucian pakaian.

Beres memakai pakaian baru, yang bisa dibilang terlihat normal. Hanya satu kaos dan celana yang berwarna coklat. Kalau di dunia sebelumnya, Cien rasa baju ini merupakan baju yang biasa dipakai warga desa di permainan rpg-rpg fantasi.

Cien lalu turun, kembali ke ruang penyimpanan. Mengambil seonggok daging dan mulai memasak di dapur untuk santapan makan malam.

Malam itu, dia akhirnya merasakan lagi rasa daging yang sudah lama tidak tercicipi lidahnya. Cien bahkan berhambur air mata ketika mengunyah daging di mulutnya. Walau tanpa tambahan bumbu atau rempah, rasa daging murni sungguh membuat dirinya terharu.

'Enak… oh, enak… hiks, berkah hidup memang adalah makanan enak, hiks…'

Malam itu, Cien tidur sangat nyenyak memimpikan dirinya memakan berbagai masakan daging yang berasal dari dunia lamanya.

Pagi keesokan harinya, ketika Cien terbangun. Dengan sangat bersemangat dia langsung membuat daging bakar sebagai sarapan paginya, namun kali ini dia juga menambahkan beberapa rumput liar yang didapatkannya kemarin.

Selagi menunggu daging matang, Cien mengeluarkan ponsel lalu melihat detail dari berbagai tanaman yang selama ini menjadi makanannya. Burdock, Pertiolata, Krokot, Cloudberry, Jelatang, dan Sweet Gale. Enam jenis tanaman yang paling sering diambilnya, dan semuanya benar-benar dapat dimakan.

"Sigh…"

Cien bernapas lega, walau sudah sepuluh tahun sering memakan tanaman-tanaman liar itu. Masih ada ketakutan tersendiri kalau tanaman itu bisa saja memiliki dampak negatif. Setelah mengetahui semua jenis tanaman dan tidak ada dampak negatif, dia memakan sarapannya dengan perasaan damai.

Setelah sarapan barulah Cien memikirkan segala material yang dia dapatkan kemarin, termasuk lima Inti Mana yang didapatnya dari aplikasi.

Pertama Cien memulai dengan menyortir semua resep yang ada di aplikasi, melihat seluruh resep yang membutuhkan bahan material yang ada padanya.

Untungnya, ponselnya memiliki fungsi sortir yang mudah dilakukan. Sehingga dia hanya perlu mengetikkan 'Inferno Bear' dan puluhan resep pun muncul di layarnya. Berbagai resep dari pakaian, ramuan hingga senjata ada di sana.

Cien sekilas melihat satu resep yang merupakan 'Inferno Coat' yang memakai kulit Inferno Bear sebagai bahan utamanya.

'Hmm…'

Cien berpikir sambil memegangi dagunya. Dari bahan pada satu resep itu saja, Cien sudah mulai pusing karena dia hanya mempunyai sabagian material yang dibutuhkan. Dan mungkin semua resep yang ada di sana juga demikian.

Cien lalu berpindah ke workhouse di lantai bawah tanah. Sewaktu dia melihat-melihat denah toko di ponselnya, dia juga ternyata bisa melihat setiap isi lemari dan laci yang ada di ruangan tersebut. Oleh karenanya, dia ke workhouse, langsung berjalan ke satu laci, dan di sana dia menemukan setumpukan kertas.

Cien mengambil beberapa lembar kertas lalu duduk di salah satu meja kursi. Cien menuliskan nama semua bahan dan kuantitas setiap bahan yang dimilikinya sekarang. Setelah selesai dia menempelkan semua kertas berisi material itu pada tembok depan meja, dan memulai melihat kembali resep yang ada di ponsel.

Cien mulai menyusun setiap resep satu persatu dari resep yang paling memungkinkan dibuat dengan ketersediaan materialnya saat ini hingga resep yang tidak mungkin dikerjakan sama sekali.

Butuh waktu seharian sebelum akhirnya Cien selesai menyortir semuanya. Tentu saja, setiap waktu makan tiba dia akan meluangkan waktunya. Daging! Bagaimanapun sibuknya dia, menyantap daging tepat waktu tetaplah prioritasnya.

Malam hari, sekitar jam delapan. Cien bersandar di kursinya dalam workhouse. Di tangannya terdapat satu lembar kertas yang berisikan satu resep yang sangat mungkin bisa dikerjakannya saat ini.

"Fire Glove," gumam Cien dengan senyum kecil di wajahnya.