Chereads / Pemilik Toko di Death Valley / Chapter 13 - Tidak Bisa Bayar? Maka Bekerjalah!

Chapter 13 - Tidak Bisa Bayar? Maka Bekerjalah!

Cien tentu sebenarnya sadar kalau pelanggan pertamanya itu tidak memiliki banyak uang. Bahkan jujur, ketika pelanggan itu menjatuhkan kantong koinnya, Cien agak tertegun. Karena dari suara dan tampak menggembungnya kantong tersebut, dia memperkirakan ada sekitar puluhan mungkin ratusan koin di dalamnya.

Cien tidak mengira kalau pelanggan pertamanya benar-benar membawa uang, walaupun tidak banyak.

Dari kondisi tubuh pelanggan itu, Cien sudah tahu asal dari tamunya. Terdapat lambang bintang dan gunung di baju zirah yang dipakai si pelanggan. Lambang dari Kerajaan Farnodt, sebuah kerajaan kecil di bagian timur dari Westya.

Dari kondisi baju zirah dan senjata yang menggantung di pinggul lelaki tersebut. Cien dapat memprediksi kalau laki-laki itu besar kemungkinan adalah penyintas perang. Dan berada dalam kubu yang kalah.

Kalau menang, dia tidak akan mungkin kabur ke Death Valley.

Cien menyeringai kecil, sedikit menertawakan nasib pelanggan pertamanya. Dia yakin kalau pelanggannya itu berpikir untuk masuk lalu menunggu sebentar di perbatasan Death Valley sebelum keluar. Namun sayang sekali, bila kau masuk dalam keadaan panik, tempat ini tidak akan membiarkanmu pergi dengan mudah.

Cien bisa menyadari semua itu hanya dengan melihat kondisi dari pelanggannya. Terus, mengapa dia berusaha mengenalkan Fire Glove kepada pelanggannya?

Tentu saja untuk menjualnya, namun karena tahu pengunjung tidak memiliki uang cukup untuk membeli kreasinya. Cien bisa mendapatkan bayaran dengan hal lain.

Tenaga kerja di Death Valley sangat jarang ditemukan, bukan?

Cien dengan muka masam berjalan mendekat ke tempat pelanggannya berdiri.

"Kau… apa kau tertarik dengan sarung tangan ini?" Tanya Cien.

Reiss yang mendengar itu, tentu langsung mengangguk tanpa disadarinya. Sebuah benda magis adalah sesuatu yang sangat jarang beredar di pasar. Komponen utama dalam pembuatan benda magis tersebut adalah inti mana.

Dan inti mana adalah salah satu hal paling berharga di dunia. Setiap inti mana yang muncul di pasar, biasanya akan langsung dibeli dengan harga tak terbayang oleh para bangsawan. Oleh karena itulah, benda magis biasanya hanya dimiliki oleh para kalangan yang ada di atas.

Seorang tentara seperti Reiss tidak akan mungkin dapat memiliki hal berharga seperti itu.

"Siapa yang tidak tertarik? Mempunyai benda magis adalah suatu mimpi tersendiri bagi siapapun. Namun, saya tidak mempunyai uang untuk membelinya. Maaf."

Jawab Reiss, dia sadar kalau dirinya tidak mempunyai hak untuk memiliki hal seperti itu. Walau tampak sedikit kekecewaan, Reiss tahu akan kenyataan dirinya. Dia hanya bisa mendesah pelan, sambil memandangi sarung tangan di tangan Cien bak sebuah harta karun.

Cien menepuk pundak Reiss.

"Hey, tadi kau bilang mau keluar dari sini, kan?"

"!"

Reiss yang mendengar itu langsung mengangguk berkali-kali.

"Kalau begitu, 500 Tia."

"Eh? Li-lima ratus… buat apa?"

"Harga informasi. Jangan bilang kau ingin informasi gratis. Bung, ini Death Valley, keluar dari sini hampir sama seperti sebuah keajaiban, bagaimana bisa aku memberikan informasi berharga seperti itu tanpa mendapatkan sesuatu? Hanya lima ratus Tia demi nyawamu, kurasa bukanlah hal yang mahal, bukan?"

Tangan Reiss bergetar, karena dia yakin uang yang dimilikinya tidak mencapai harga segitu.

"Ta-tapi… kita sesama manusia, kan?"

"Hahaha! Jangan berkata seperti itu, aku sudah hidup sepuluh tahun di sini, aku lebih mengenal monster di Death Valley daripada manusia di luar sana. Jangan bicara soal kemanusiaan denganku. Ingat aku ini seorang pedagang, aku menjual sesuatu bukan memberinya."

"…"

"Sigh, sepertinya kau ini lebih miskin dari yang kuduga. Apa sebenarnya tujuanmu masuk ke Death Valley?"

"…"

Reiss benar-benar tidak dapat berkata apapun. Dia hanya bisa terdiam dengan muka masam.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memberitahumu jalan keluar dari sini."

"! Benarkah? Sudah kuduga, anda tetaplah seorang manusia yang baik hati!"

"Eits, jangan senang dulu! Tentu saja ada syaratnya."

Reiss semerta terdiam. Dia takut syaratnya itu merupakan sesuatu yang sulit dicapainya. Dia lalu melihat Cien menatapnya serius.

"Seberapa kuat dirimu?"

Tanya Cien. Dia sebenarnya bisa mengetahui data dari pelanggannya bila memfoto pelanggannya itu dengan ponsel. Namun, tiba-tiba memfoto akan terlihat sangat mencurigakan. Jadi untuk saat ini dia akan bertanya dahulu.

"Gulp, rank 5 menengah," jawab Reiss sambil menelan ludah.

"Oh, tidak buruk. Kalau begitu, aku ingin kau memburu satu Inferno Bear buatku. Kalau kau bisa melakukan itu, maka akan kuberitahu jalan keluar dari sini."

"I-Inferno Bear? Apa itu?"

"Ah…"

Cien lupa kalau Inferno Bear bukanlah monster yang biasa ditemui di luar sana. Jadi maklum kalau pelangganya tidak tahu. Untuk itu, dia harus memberitahu bentuk, tingkat kekuatan, dan kemampuan yang dimiliki oleh monster beruang tersebut.

Mendengar seluruh penjelasan detail tentang Inferno Bear. Reiss semerta bergidik. Tingkat kekuatan Inferno Bear terlemah berada tingkat kekuatan rank 5. Rank yang sama dengannya. Hal ini membuat Reiss mulai pesimis.

"Terserah padamu mau mengerjakannya atau tidak. Kalau tidak pun bukanlah masalah buatku. Kau bisa pergi dari sini mencari jalan keluarmu sendiri. Walaupun aku tidak yakin kau bisa melakukan itu.

"Ah, bagaimana kalau aku beri misi tambahan. Mungkin ini akan lebih memotivasi, jikalau kau berhasil memburu sepuluh monster minimal rank 5, akan kuberikan satu Fire Glove ini padamu. Bagaimana menurutmu, mau melakukannya?"

"…A-aku akan melakukannya!"

Reiss kali ini setuju sambil menggertakan gigi, memperlihatkan keseriusannya. Nasibnya tidak akan menentu bila berjalan tanpa arah di Death Valley. Namun, bila dia bisa memburu satu monster saja, dia bisa tahu jalan keluarnya. Dan untuk sepuluh monster lainnya, dia akan lihat nanti.

Pemilik toko telah berkata kalau Inferno Bear bisa saja ditemui sekitar tiga kilometer dari lokasi toko. Walaupun tidak sering, Reiss bisa menunggu monster itu tiba di sekitaran tempat yang dikiranya aman.

"Baguslah kalau kau mau melakukannya. Namaku Cien Millard, siapa namamu?"

'Nama keluarga?! Apa dia seorang bangsawan?'

Reiss cukup terkejut mendengar lelaki tersebut memiliki nama keluarga di balik nama pertamanya. Mereka yang punya nama keluarga, adalah para bangsawan atau para tokoh penting di kerajaan saja.

"Saya Reiss. Senang mengenal anda, Tuan Millard."

'Tuan? Hm, sudah lama aku tidak dipanggil seperti itu.'

Setelah saling mengenal, Cien memberitahu Reiss kalau dia tidak berniat menyewakan kamar kosong di kabinnya, yang membuat senyum Reiss berubah kaku. Alasan yang diberikan Cien adalah karena Reiss miskin dan tidak mampu membayar kamar hangat dalam tokonya.

Reiss sungguh hanya bisa tertawa kering mendengar hal ini. Namun, walau seperti itu, Cien tetap tidak jahat. Dia menawarkan Reiss untuk tinggal di dalam gua belakang kabin. Walaupun dalam gua tersebut tidak termasuk zona perlindungan formasi Dewa Kala. Cien tahu, kalau gua tersebut tetaplah salah satu tempat aman.

Walau hanya sekadar gua, hal ini lebih baik daripada tidur di luar sana dihantui akan serangan monster yang kapan saja bisa menerjang.

Reiss dengan senang menerima tawaran Reiss untuk tinggal di gua. Sejujurnya, melihat gua itu dia sangat bersyukur. Karena dengan begini dia tidak perlu lagi ketakutan dan dapat tidur dengan nyenyak.

"Oh ya, aku punya beberapa daging dan sayuran bila kau ingin makan. Tentu saja, kau harus membayarnya. Begitu pula, dengan air, baju bersih, selimut, bahkan memperbaiki senjatamu. Ada harga ada barang, kau tinggal bilang."

Dengan begitu Cien pun kembali ke tokonya. Meninggalkan Reiss sendirian di dalam gua.

Reiss memandangi sosok pemilik toko yang masuk ke dalam toko lewat pintu belakang. Sampai saat ini dia masih tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi. Toko di Death Valley? Pemilik toko yang juga merupakan seorang bangsawan? Benda magis kreasi sendiri?

Banyak pertanyaan muncul di benaknya. Reiss kemudian melihat langit malam yang terlihat dari langit-langit gua yang bolong.

'Mari pikirkan semuanya besok. Aku capek…'

Reiss pun berbaring dan membiarkan dirinya terhanyut dalam dunia mimpi.