Chereads / Pemilik Toko di Death Valley / Chapter 31 - Kerajaan yang Terisolasi

Chapter 31 - Kerajaan yang Terisolasi

Malam dini hari menjelang pagi, di dalam workhouse Toko Kirana.

Cien yang telah menyelesaikan transaksinya dengan Reiss, tidak berlalu untuk istirahat seperti yang lainnya. Mendapatkan berbagai bahan material baru dari hasil buruan Reiss membuat energinya kembali bergairah.

Seusai dia mengkonfirmasi berbagai material yang disimpan di gua. Cien kembali ke workhouse untuk menulis dan menyortir setiap material yang akan dia dapatkan nantinya. Setelah disortir, Cien memeriksa resep di ponselnya dan menentukan rencana barang yang akan dibuat berikutnya.

Sesuai janjinya, Cien telah memberikan satu Fire Glove kepada Reiss dan juga rute jalan keluar dari Death Valley. Hasil dari transaksinya ini, membuat Cien mendapatkan beberapa material unik baru.

Selain Inferno Bear, dia mendapatkan satu lagi Blackwood Stag, dan dua Blue Tongue Lizard. Sisanya adalah monster lain yang berbeda, dua Fire Eagle, satu Phantom Tiger, satu Rotten Rodent, tiga Fighter Bunny, dan satu Big Eater Worm.

Ditambah dengan berbagai material yang dibelinya di Wynteria lalu satu mayat Silver Wolf dan tulang belulang dari Lesser Earth Dragon. Bisa dikatakan Cien sangat puas dengan berbagai material yang kini dimilikinya.

Cien tidak bisa menghilangkan sunggingan senyum di wajahnya. Dia sungguh tidak sabar untuk segera memproses semua material tersebut. Namun dia tetap harus menahan diri. Mayoritas material berada di gua tempat Reiss tidur. Dia tidak mau mengganggunya.

Untuk material yang dibawanya dari Wynteria dan mayat yang didapatnya selama perjalanan pulang, sudah Cien simpan di ruang penyimpanan. Jadi pekerjaan untuk saat ini telah selesai.

Cien menutup bukunya. Meregangkan badan lalu berpikir untuk berbaring sejenak sebelum bangun ketika matahari terbit nanti.

Namun pada saat inilah, ketika semua permasalahan tokonya selesai. Cien kembali teringat pada cerita akan Blackwinter dari Reiss dan Putri Sravati.

"Asumsi… kah?"

Untuk Cien, asumsinya yang tadi tidak dia beberkan ke Putri Sravati sebenarnya bukan karena dia tidak yakin akan asumsinya sendiri. Malah sebaliknya, Cien yakin benar kalau sekadar asumsinya itu kemungkinan besar adalah benar.

Berdasarkan letak geografis Kerajaan Huntara, Cien yakin kalau tujuan sebenarnya dari mereka yang menjadi dalang akan permasalahan ini adalah mengisolasi Kerajaan Huntara.

Posisi Huntara saat ini cukup merepotkan. Dengan Blackwinter jatuh ke tangan musuh, lalu Kerajaan Farnodt yang menutup kerajaannya, hal ini membuat segala bantuan dari barat Kastia tidak akan dapat membantu Huntara.

Bagian barat Huntara berbatasan langsung dengan Gunung Lokoya, di balik Gunung Lokoya terdapat Death Valley. Mau bantuan ataupun melarikan diri, bagian barat Huntara adalah jalan buntu.

Sialnya situasi ini diperburuk oleh Farnodt. Ditutupnya Kerajaan Farnodt membuat bagian barat daya Huntara pun tertutup rapat. Bukan saja Huntara, kerajaan lain dari barat yang ingin membantu Huntara pun tidak akan bisa berbuat apa-apa akibat blokade dari Farnodt.

Untuk bagian utara dan selatan dari Kerajaan Huntara sendiri, utara kerajaan adalah lautan luas. Sedangkan selatan merupakan kota Blackwinter yang telah jatuh ke tangan musuh ditambah wilayah Abyss yang berada di selatan Blackwinter.

Utara, barat dan selatan. Semua jalan ke Huntara telah tertutup.

"Tersisa timur, kalau asumsiku benar, ketika perang saudara berlangsung di Blackwinter. Mereka yang merencanakan hal buruk ini akan menyerang kota di bagian timur Huntara. Akibat perang saudara, pusat kekuatan kerajaan akan berada di selatan. Bagian timur akan melemah. Kalau musuh sukses menduduki bagian timur, maka habislah Huntara."

Cien sadar akan krisis yang sedang dialami oleh Huntara, namun dia juga sadar kalau asumsinya ini tidak bisa dia berikan ke Putri Sravati.

Berdasarkan cerita yang didengarnya, Cien sudah dapat menyimpulkan kalau pada pemerintahan pusat Huntara pun pasti telah ada penyusup atau mata-mata. Untuk saat ini, dia belum tahu siapa dalang dari semua ini. Apakah Abyss atau ada faksi lain?

Tapi yang pasti, kalau Cien menjelaskan asumsinya ke Sravati dan sang putri berniat memberitahukan asumsi ini ke Raja dan petinggi kerajaan. Maka nyawa Sravati akan menjadi suatu pertaruhan.

Penyusup di kerajaan pasti akan berupaya untuk menolak akan asumsi sang putri, bahkan mereka kemungkinan akan melenyapkan nyawa sang putri untuk mengeliminasi faktor yang tidak terduga dari gadis kecil tersebut.

Kedatangan Sravati di kerajaan saja sudah akan membuat kewaspadaan para penyusup meninggi.

"Yup, terlalu berbahaya membiarkan sang putri tahu akan ini."

Sravati bagi Cien masihlah seorang gadis kecil. Bukan tanggung jawab Sravati untuk menanggung beban permasalahan kerajaan saat ini.

Belum lagi, Cien juga yakin kalau ada pihak-pihak di Huntara yang memiliki simpulan yang sama seperti dirinya. Hanya saja, melihat perkembangan situasi, pihak-pihak itu pasti terhadang oleh pengaruh besar sang penyusup di kerajaan.

"Sigh…"

Cien kembali melepaskan napas panjang. Otaknya terlalu capek berpikir. Dia pun beranjak dari kursinya dan berjalan ke kamarnya di lantai dua.

Permasalahan akan Huntara dan Farnodt bukanlah urusannya, namun tidak disangka Cien malah berpikir keras akan hal ini.

Berbaring di tempat tidurnya, Cien hanya bisa tersenyum pasrah.

"Mungkin ini karena Sravati mengingatkanku pada Kirana."

Umur Kirana beberapa tahun lebih tua daripada Sravati, namun dalam pandangan Cien, keduanya masihlah berupa gadis kecil.

Melihat Sravati membuat rasa simpatinya sedikit muncul. Entah mengapa Cien tidak mau Sravati kehilangan nyawa di tengah konflik absurd yang saat ini sedang terjadi.

Tapi, apalah daya, dia hanyalah seorang pemilik toko. Cien tidak punya kekuatan yang mampu merubah keadaan sebagaimana seorang pahlawan yang ada di cerita fiksi.

"Adakah cara lain untuk membantu gadis kecil ini?"

Pertanyaan itu terngiang di pikiran Cien hingga dia pun tertidur pulas.

.

.

Menjelang siang sekitar jam sepuluh siang.

Cien membuka matanya yang berat. Melihat kilauan sinar mentari yang menyusup dari sela-sela jendelanya, dia semerta tahu kalau tidurnya terlampau lama.

"Kesiangan…"

Trang trang!

Cien kemudian mendengar suara dari arah luar kamarnya. Tepatnya dari arah dapur. Dengan badan yang masih terasa kaku, Cien beranjak dari tempat tidur lalu berjalan sembari mengucek-ngucek matanya yang lelah.

Seketika keluar dan melihat ke arah dapur, dia melihat Putri Sravati yang tengah sibuk memasak. Serta Legia dan Reiss yang duduk manis di meja makan.

'Dia Tuan Putri, kan? Kenapa dia yang bekerja sedangkan bawahannya malah duduk?'

Cien melirik ke Legia yang terlihat duduk agak gugup. Sepertinya ini memang keinginan dari sang putri.

Cien berjalan mendekat. Menyadari kedatangan sang pemilik tempat, Legia dan Reiss menyalami. Begitu pun Sravati.

"Ah, Tuan Millard! Maaf, bila suara saya memasak mengganggu tidur anda."

"Tidak masalah, Tuan Putri. Tapi… kenapa anda memasak?"

"Kenapa? Karena kami lapar?"

'Kenapa malah kau yang tidak yakin sama jawabanmu sendiri?' Pikir Cien yang otaknya masih belum sepenuhnya bangun.

Sravati lalu melanjutkan ucapannya, "Umm, karena Tuan Millard sudah membantu kami. Saya hanya berpikir untuk membantu membuat masakan. Tuan Reiss memberikan bahan makanan yang diburunya. Maaf kalau tindakan saya malah menyinggung anda."

"Ah, tidak-tidak. Aku malah sangat mengapresiasi tindakan anda,Tuan Putri. Cuma…"

Cien menoleh ke arah Legia, yang tampak gugup. Sepertinya perempuan itu ingin membantu Tuan Putri namun entah mengapa dia hanya bisa duduk gugup di sana.

"Ah, Legia memang ingin membantu. Tapi, dia bukan bawahan saya. Malah sama seperti anda, saya berhutang banyak kepada Legia dan Jamie yang mau ikut mengantarkan kami ke Huntara. Jadi masakan ini juga sedikit bentuk terima kasih saya kepadanya, oleh karenanya saya menolak bantuannya."

"Hoo~" Cien agak terpukau, dia lalu mengangkat bahu tidak lagi memedulikan dan meninggalkan Sravati di dapur.

Cien lalu duduk bersama Legia dan Reiss.

"Jadi kau bukan dari Huntara?" Tanya Cien ke Legia.

Legia langsung menggeleng, "Saya dari Westya, lebih tepatnya dari pasukan kota Ethyria."

'Westya!'

Mendengar nama itu, mata Cien yang tadinya terasa lelah kini terlihat berbinar terang. Seseorang dari Westya! Bukan saja banyak hal yang ingin diketahuinya akan Westya selama sepuluh tahun terakhir, tapi keberadaan Legia mungkin bisa membantu permasalahan yang saat ini sedang terjadi!

Cien menatap Legia bagai sebuah mangsa yang berharga, membuat Legia yang merasakan tatapan itu seketika merinding.

'Ada apa dengan Tuan Millard?!'