Tengah malam di ruang makan Toko Kirana.
Terdapat tiga orang yang duduk mengelilingi meja makan. Di depan ketiga orang tersebut terdapat piring dan mangkuk kosong. Hanya tersisa gelas-gelas air yang masih menyisakan beberapa teguk.
Cien meneguk habis sisa air di gelasnya, lalu melihat kedua orang yang duduk di seberangnya.
Putri Sravati dan Reiss, keduanya kini tertunduk dengan raut yang tampak sedang berpikir keras akan sesuatu. Ketegangan yang tadi terasa di antara keduanya kini telah menghilang. Selama menyantap makan malam tadi, Cien memaksa Reiss untuk menceritakan akan hal yang membuatnya sangat membenci Putri Sravati.
Setelah mendengar cerita Reiss, sang putri pun tidak mau tinggal diam dan menerima tuduhan Reiss kalau Kerajaan Huntara telah bersekongkol dengan bangsa iblis dari Abyss.
Sravati kemudian menjelaskan semua hal yang terjadi setelah pasukan dari Marina dibantai oleh pasukan Blackwinter.
Seperti disebarnya tuduhan tak berdasar dari Farnodt yang menyatakan kalau Huntara telah berkhianat. Pengisolasian Kerajaan Huntara oleh Farnodt, lalu penghakiman massal bagi warga Huntara yang berada di Kerajaan Farnodt dan kerajaan-kerajaan lainnya. Dan terakhir tentu saja kalau Huntara saat ini sedang dalam krisis perang saudara.
Reiss yang mendengarkan segala penjelasan dari Putri Sravati tidak langsung mempercayai omongan sang putri. Dia berpendapat kalau yang dibeberkan sang putri adalah dalih semata. Reiss juga tidak percaya kalau kerajaan asalnya, Farnodt, melakukan pembantaian massal pada warga Huntara yang ada di dalam kerajaan.
Namun sayangnya, Reiss harus menerima kenyataan kalau penjelasan yang diberikan oleh Sravati adalah suatu kebenaran. Hal ini diyakinkan karena Cien mengkonfirmasi akan beberapa situasi yang dibeberkan oleh Sravati.
Walau para petinggi Kerajaan Huntara telah berusaha keras menutupi akan berita terjadinya perang saudara selama festival. Namun yang namanya rumor tidak akan bisa dibendung sekuat apapun satu pihak menahannya.
Walau samar, selama Cien berada di Wynteria, dia tahu benar akan ketegangan tersembunyi di raut-raut para penjaga yang selalu berkeliling selama festival. Bukan itu saja, di bar-bar pun, rumor akan Blackwinter berkhianat pun tetap santer tersebar.
Dari itu saja, Cien tahu kalau kerajaan di utara tersebut sedang mengalami sebuah masalah besar yang sedang ditutup-tutupi. Dia hanya tidak mengira kalau masalah besar itu adalah bersekongkolnya Walikota Blackwinter dengan bangsa iblis.
Sigh
Cien melepaskan napas panjang, melihat kedua orang di depannya masih diam. Dia beranjak dari kursinya untuk mengambil air.
Namun baru saja Cien beranjak dari kursi, Putri Sravati mengeluarkan suaranya.
"Tu-Tuan Millard…"
Cien melirik ke sang putri yang tampak ragu untuk mengatakan sesuatu.
"Ada apa?"
"Umm, maaf, tapi mengetahui kalau anda bisa ke Wynteria dan kembali kemari seperti ini. Bisakah saya asumsikan kalau Tuan Millard tahu akan jalan keluar dari hutan Death Valley ini?"
"...aku tahu."
Kedua mata sang putri seketika berbinar, dia pun semerta berdiri dan menatap mata Cien dengan serius.
"Tuan Millard, bisakah anda memberitahukan saya jalan keluar dari sini? Mendengar situasi di Wynteria dari anda membuat saya semakin khawatir dengan Huntara. Saya ingin segera kembali ke kerajaan!"
Cien tidak menjawab langsung, dia memperhatikan tatapan teguh yang diberikan oleh Sravati kepadanya.
Dalam benaknya, Cien sebenarnya kurang mengerti, apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh sang putri dalam menangangi masalah kerajaan saat ini?
Saat ini Cien hanya melihat seorang gadis yang seolah mau berpetualang namun tanpa persiapan dan rencana yang matang.
Kenapa dia sangat ingin pulang? Apa yang bisa dia bantu? Apa yang dia harapkan akan kepulangannya? Bukankah Ratu Huntara telah menyuruhnya untuk berdiam diri di Westya? Kenapa gadis itu sangat impulsif, naif dan polos?
Banyak tanya muncul di pikiran Cien melihat wajah dari Sravati. Dia merasa kalau yang dilakukan Sravati saat ini adalah suatu yang sia-sia.
Namun Cien juga tidak mau ikut campur akan permasalahan yang sedang dialami oleh Sravati maupun Reiss. Bukan tempatnya untuk menghentikan keteguhan diri sang putri.
Pada akhirnya, sebagaimana seorang pedagang, Cien menjawab permintaan Sravati.
"Lima ratus Tia."
"Huh?" Putri Sravati kebingungan, dia tidak mengerti mengapa Cien tiba-tiba menyebutkan suatu nilai.
"Harga informasi jalan keluar dari sini. Lima ratus Tia. Sama seperti Healing Potion yang dibawa oleh kerabatmu, untuk mendapatkan informasi pun kau harus membayarnya. Maaf saja, Tuan Putri. Tapi, toko ini berada di Death Valley, aku harus bisa menjalankan toko yang sangat jarang dikunjungi orang. Dan ini adalah salah satu caranya."
"... ah, tidak perlu minta maaf, Tuan Cien. Saya mengerti. Saya tentu akan membayar harga informasi dan juga Healing Potion yang digunakan oleh Legia."
Cien menyunggingkan senyum mendengarkan ucapan Sravati. Dalam hatinya dia sangat bahagia karena dengan begitu, misi bonus yang diberikan aplikasi akan selesai.
"Tunggu sebentar!"
Tiba-tiba Reiss memotong pembicaraan. Dia melihat ke Sravati dengan serius. Cien berpikir kalau Reiss masih membenci sang putri hanya karena dia dari Huntara. Namun sepertinya perkiraannya salah.
Yang diucapkan oleh Reiss berikutnya, membuat Cien ingin menjitak kepala Reiss dengan sekeras-kerasnya.
"Tuan Putri, anda tidak perlu membayar untuk informasi tersebut. Saya telah menyelesaikan misi dari Tuan Millard dan akan mendapatkan informasi tentang jalan keluar dari sini. Bila anda berkenan, kita bisa keluar bersama."
"!!!"
Cien menganga tidak percaya. Di depan matanya, lelaki dari Marina itu baru saja menggagalkan bisnisnya!
Sravati di lain pihak cukup terkejut dengan usulan Reiss. Melihat tidak ada kerugian dari usulan tersebut, Sravati pun menerimanya dengan senang hati.
Cien merasakan kepalanya berdenyut-denyut kesal. Namun apa daya, dia tidak bisa berkata apa-apa. Setidaknya dia tetap akan menerima bayaran untuk Healing Potion, dan ini membuat Sravati tetap menjadi pelanggan dari tokonya, yang berarti misinya tetap akan selesai.
"Kenapa kau tiba-tiba baik seperti itu, Reiss?" Tanya Cien agak kesal.
"Kalau yang dikatakan Tuan Putri benar adanya. Kalau pemerintah Farnodt mempersekusi warga Huntara, harus diakui, ada rasa bersalah di dalam diriku. Ini mungkin tidak bisa membalas rasa bersalah itu, tapi setidaknya aku bisa menolong. Dan lagi…"
Reiss kembali menatap Sravati dengan tatapan serius.
"Putri Sravati. Saya berencana untuk meluruskan rumor yang beredar di Farnodt, kalaupun tidak, di Marina! Dan bila itu berhasil, mungkin saya bisa meyakinkan pemimpin Marina untuk membantu pasukan Huntara melawan Blackwinter. Dengan begitu para pengkhianat tersebut akan diserang dari dua sisi, dan dewi kemenangan akan semakin berpihak kepada kita!"
Ujar Reiss yang diterima dengan baik oleh Putri Sravati. Kalau rencana yang dikatakan oleh Reiss terwujud, maka perang saudara tidak akan berlangsung lama dan juga akan meminimalisir korban di pihak Huntara.
"Ide bagus tapi pada kenyataannya tidak akan sesederhana itu."
Tukas Cien yang menurunkan semangat keduanya. Reiss mengerti kalau meyakinkan pemimpin Marina akan sangat sulit, jadi yang dikatakan Cien memang ada benarnya.
Namun bukan itu yang ingin Cien sampaikan. Baginya permasalahan saat ini tidak sesederhana akan persekongkolan antara Blackwinter dan iblis saja.
Dari semua yang diceritakan oleh Sravati dan Reiss ada hal lain yang menjadi akar tersembunyi di balik semua ini.
"Blackwinter berkhianat, itu adalah fakta. Masalahnya, apakah hanya Blackwinter saja yang bersengkongkol dengan iblis? Kurasa kalian pun sadar, Abyss sudah mulai bergerak. Dan Blackwinter hanyalah yang terlihat untuk saat ini.
"Coba pikirkan sejenak, putusan Kerajaan Farnodt mempersekusi warga Huntara di tanah mereka itu bisa dikatakan tidak rasional. Mereka menurunkan suatu penghakiman ekstrim hanya berdasarkan rumor yang beredar, dan rumor itu pun hanya berasal dari pandangan seorang tentara semata," jelas Cien yang kembali yang menyandarkan diri ke kursinya.
"Tuan Millard… apa maksud anda kalau Kerajaan Farnodt itu…"
"Aku tidak mau menuduh Farnodt, tapi aku yakin ada satu personil di bagian tertinggi pemerintahan yang memiliki perbedaan loyalitas. Itulah mengapa kukatakan kalau memberikan bantuan ke Huntara akan sangat sulit bagimu.
"Entah bagaimana situasinya di Marina. Namun untuk mengirimkan pasukan untuk pergi ke Blackwinter, tentu kau membutuhkan izin atau setidaknya melapor dahulu ke pemerintah pusat kerajaan. Dan kalau asumsiku benar, tikus yang ada di sana akan menghentikan upayamu dengan segala cara."
"!!!"
"Bukan itu saja, kalau dilihat dari segi geografisnya, permasalahan ini mungkin lebih besar dari yang terlihat. Kalau asumsiku benar, maka seharusnya ada pasukan lain yang–"
Cien tiba–tiba berhenti berkata.
'Hm? Kenapa aku menjelaskan asumsiku pada mereka? Aku bukan ahli strategi atau petinggi Kerajaan Farnodt maupun Huntara, kenapa aku harus memberikan sekadar asumsiku pada mereka. Kalau asumsi ini memang hanya sekadar asumsi belaka, maka aku akan membebani mereka dengan pandangan yang salah. Belum lagi konsekuensinya pada gadis ini akan fatal'
Cien pun menghembuskan napas panjang.
"Lupakan perkataanku tadi, yang kuucapkan hanyalah asumsi semata. Kerajaan kalian punya ahli strategi sendiri, kurasa mereka tahu situasinya lebih jelas daripada pendapat seorang lelaki yang terdampar di sini selama bertahun-tahun."
"Tidak, Tuan Millard. Kurasa pendapat anda akan sangat–" Sravati ingin tetap mendengarkan opini Cien akan situasi yang sekarang sedang terjadi, namun Cien langsung memotong omongan sang putri.
Sungguh, kalau dirinya berada di tanah Huntara. Mungkin leher Cien sudah akan berada di meja eksekusi karena dia telah memotong omongan seseorang dari keluarga kerajaan berkali-kali.
"Hentikan. Lebih baik, Tuan Putri istirahat. Waktu sudah larut malam, aku pun sudah sangat lelah. Namun sebelum itu…"
Cien menoleh ke Reiss, "Mungkin sebaiknya aku selesaikan dulu transaksi yang sudah tertunda selama berminggu-minggu ini."