Chereads / Pemilik Toko di Death Valley / Chapter 26 - Bara Anak Panah

Chapter 26 - Bara Anak Panah

Di tengah hutan Death Valley yang mencekam. Terdapat lima orang yang saat ini sedang berusaha keras mempertahankan nyawa mereka dari serangan segerombolan monster srigala.

Lima orang tersebut adalah rombongan Putri Sravati yang terpaksa melalui Death Valley untuk tiba di tanah kerajaannya, Huntara. Sudah hampir satu minggu mereka memasuki kawasan tempat terkutuk itu, dan satu minggu itu layaknya pengalaman hidup di neraka bagi mereka.

Setiap waktu, mau itu siang atau malam akan selalu ada monster yang memburu mereka. Stres dan lelah terus menumpuk, membuat harapan untuk keluar pun mulai sirna. Hanya terdapat empat penjaga yang mengikuti Sravati ke Death Valley. Jumlah mereka sedikit dikarenakan untuk tidak menarik perhatian penghuni hutan terkutuk itu bila belasan orang berjalan bersamaan.

Namun nyatanya, walaupun sedikit dan telah berhati-hati. Sravati dan empat lainnya, yakni dua penjaga pribadi Sravati dan dua anak buah dari Kolonel Kataleya, bisa dikatakan telah berada di ujung nyawa mereka.

Gerombolan monster serigala yang jumlahnya bisa mencapai tiga puluhan itu telah mengurung mereka. Mengelilingi dengan suara geraman yang ngeri dan aura yang menekan atmosfer di sekitar.

Sravati tahu benar, dari hawa yang dikeluarkan oleh para serigala, kekuatan musuhnya itu berkisar pada Rank 3 hingga Rank 5.

Terdapat tiga serigala yang memiliki aura Rank 5, dan salah satu dari tiga itu memiliki tubuh yang lebih besar dari yang lainnya. Besar kemungkinan dialah pemimpin gerombolan.

Menghadapi kekuatan sebesar itu, orang terkuat di kelompok Sravati hanyalah Rank 4 Kelas Menengah. Seorang lelaki yang merupakan Officer dari Kolonel Kataleya bernama Jamie. Melihat situasinya, mau itu Sravati atau keempat lainnya, mereka tahu betul kalau saat ini adalah waktu kematian untuk menghampiri mereka.

Jamie dengan sekuat tenaga menahan beberapa serigala yang ingin mendekat, begitu pula ketiga orang lainnya. Dua penjaga pribadi dari Sravati bernama, Opey dan Ian, telah terluka parah di bagian lengan dan kaki mereka.

Sedangkan orang terakhir, seorang perempuan berambut pendek yang terus menerus menusukkan tombaknya adalah Letnan Legia. Bawahan dari Kataleya yang dipercaya untuk membawa Putri Sravati ke Huntara dengan selamat.

Namun tampaknya, hal itu tidak bisa diselesaikannya. Legia dengan susah payah membendung setiap serangan yang mengarah ke Sravati sembari melakukan serangan balik. Di belakangnya, sang putri sendiri tidak tinggal diam, sebagai seorang siswa sihir, dia telah menguasai beberapa sihir yang bisa membantu kelompoknya. Meskipun hanya dalam beberapa menit lagi, sang putri yakin kalau mana dalam dirinya akan segera habis.

Sravati menggigit bibir bawahnya akibat frustasi.

'Apa hanya sampai di sini? Apa keputusanku salah? Apa seharusnya saya ikuti saja perintah ibunda untuk diam di Westya?'

Di tengah mempertahankan diri, pikiran Sravati mulai melayang kemana-mana. Suatu penyesalan mulai timbul, membuat konsentrasinya sedikit buyar.

"Tuan Putri!"

"!"

Dua serigala menerjang ke arah Sravati yang tampak lalai. Legia mencoba menghadang dan berhasil menghentikan satu serigala dengan menusukkan tombaknya ke jantung monster tersebut, membuat nyawanya melayang.

Satu serigala lainnya berhasil lolos dari hadangan Legia, cakar dan rahang serigala tersebut telah berada dua meter dari muka sang putri. Ian memperingati, membuat sang putri bangun dari lamunan, namun telah terlambat.

Untungnya, sebelum cakar monster tersebut dapat menyentuh wajah dari sang putri. Opey, penjaga pribadi sang putri yang lain, menabrakan dirinya ke monster tersebut. Membuat keduanya terjatuh.

Opey berusaha bangun dan menebas kepala serigala tersebut dengan pedangnya, namun cakar sang monster berhasil merobek tangan kanan Opey duluan.

"Argh!"

"Kyaaaaaa!"

Opey yang telah kehilangan pedang yang jatuh bersama tangannya yang telah lepas, kini berdiri tanpa bisa mempertahankan diri. Monster serigala yang telah mendapatkan kembali keseimbangan tubuhnya pun menerjang leher Opey, dan menggigitnya hingga leher itu patah.

Satu orang dari kelompok pun tewas.

Sravati teriak histeris, membuat gerombolan serigala semakin bernafsu untuk menyantapnya. Keseimbangan kelompok akibat kehilangan Opey pun mulai goyah, dan sedikit demi sedikit keempat orang sisanya mulai tertekan.

Pikiran untuk mulai menyerah semakin tumbuh dalam benak mereka masing-masing. Putri Sravati berusaha mengeluarkan sihir duri es, namun mananya telah habis. Dia hanya bisa menggertakkan gigi sembari air mata yang terus mengalir di pipi putih halusnya.

Pada saat inilah, ketika satu dari serigala dengan kekuatan Rank 5 mulai maju menerjang, sebuah serangan api tiba-tiba muncul begitu saja, menusuk tubuh serigala tersebut, dan beberapa serigala lain yang ada di sampingnya.

Membawa sekitar tujuh serigala ke kejauhan dan membakar habis tubuh mereka.

"..."

"..."

Kedua kubu, mau itu dari Putri Sravati ataupun monster serigala saling bertatap mata. Keduanya tidak dapat mengucapkan satu kata apapun, karena tidak menyangka ada serangan asing yang muncul.

Kedua kelompok menoleh ke arah asal serangan panah api tersebut muncul. Di sana mereka tidak melihat siapapun, namun detik kemudian sebuah anak panah lain melesat, kali ini tidak diselimuti oleh api membara.

Anak panah itu melesat cepat tepat mengenai kepala serigala yang terus menembus ke tubuh serigala lain di sampingnya. Dua monster pun mati seketika.

Melihat sembilan serigala dari gerombolannya tewas dalam waktu singkat membuat pemimpin serigala mulai waspada. Dia melolong lalu menggeram. Melihat tajam ke arah panah itu datang.

Shoot!

Satu panah lain datang.

Jleb!

Tepat mengenai satu kepala serigala lagi.

Sang pemimpin serigala menyuruh Rank 5 lain selain dirinya untuk maju mencari orang yang menembakkan anak panah tersebut. Namun, baru saja serigala itu maju, sebuah anak panah lain dengan kobaran api yang ternyata membentuk siluet seekor burung kembali melesat.

Burung api itu menikam serigala Rank 5, membawa tubuhnya yang terbakar dan menyapu beberapa serigala lain yang ada di dekat area tersebut. Setidaknya terdapat enam serigala kini mati seketika.

Melihat situasi yang semakin memburuk, pemimpin serigala pun kembali melolong, menyuruh gerombolannya untuk mundur dan melarikan diri. Pemimpin serigala tersebut berdiri sendiri sambil tetap mengamati arah anak panah tersebut datang.

Shoot!

Kali ini anak panah biasa melesat, mengarah ke kepala sang pemimpin, yang dengan mudah ditangkis oleh kaki sang serigala.

Pemimpin serigala tersebut melihat ke kejauhan, dengan seksama dia dapat melihat sebuah siluet seorang manusia di kejauhan sana.

"Grrrr!"

Serigala itu kembali menggeram nyaring, namun kemudian berbalik dan mulai berlari menjauh setelah semua serigala rombongannya telah pergi.

Keheningan pun tiba di tempat pertarungan sengit tersebut.

Rombongan Putri Sravati masih tidak dapat berkata apa-apa dengan kejadian yang baru saja terjadi.

Peristiwa tadi terjadi sangat cepat, tidak sampai tiga menit, namun beberapa lesatan anak panah berhasil mengusir rombongan serigala ganas tersebut dan menyelamatkan nyawa mereka.

"Si-siapa?"

Sravati bergumam sambil menoleh ke tempat anak panah itu dilesakkan. Gelapnya hutan membuat sosok yang menembakkan anak panah itu tidak dapat terlihat. Namun walau samar, dia dan ketiga orang lainnya dapat mendengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan kering mendekat.

Gulp

Sravati menelan ludahnya, dia tidak tahu apakah penolongnya itu benar-benar orang yang menolong atau hanyalah pemburu lainnya. Dia mengangkat tongkat sihirnya. Ketiga lainnya, Ian, Legia dan Jamie pun kembali mengangkat senjata masing-masing dan berdiri di depan Sravati.

Detik berlalu, ketegangan di diri keempatnya semakin menjadi ketika sebuah siluet yang kurang jelas mulai mendekat.

Siluet itu semakin mendekat, dan setelah secercah sinar matahari yang melewati sela-sela rindang daun jatuh di tubuh siluet tersebut, barulah mereka dapat melihat sosok seorang lelaki paruh baya dengan rambut putih panjang sambil menggendong sebuah peti mati di punggungnya.

Lelaki itu berjalan perlahan dengan busur panah di tangannya.

Ketika jarak di antara kelompok Sravati dan lelaki itu tinggal sepuluh meter. Lelaki itu pun berhenti. Satu tangan laki-laki yang tidak memegang busur panah itu berkacak pinggang, dan raut lelaki tersebut terlihat kesal melihat rombongan sang putri.

"Kenapa seorang royalti sepertimu bermain-main di Death Valley? Apa kau ini sedang mencari kematian?"