"Om?"
"Nggak kenapa, Ken." Air matanya mulai terjatuh. Dia mengusapnya.
"Aku jadi teringat tentang Pak Kenan. Cerita kamu soal Eizar mengingatkanku akan kenangan masa lalu tersebut. Eizar sangat mirip dengan ayahnya." Aku memberikan senyuman ramah dan tulus. Pak Noel sepertinya akan bercerita panjang sambil bernostalgia. Itu bisa menjadi pembuka yang bagus untuk percakapan kita saat ini. Atau mungkin bisa menjadi petunjuk, sebab dari mereka dibunuh.
"Sepertinya cerita Pak Kenan menarik untuk didengarkan. Tapi sebelum itu, aku buatkan kalian teh hangat dulu ya."
Kak Matteo berdiri, meninggalkan kami untuk membuatkan teh hangat. Aku sebenarnya sudah menunggu itu dari tadi. Kerongkongan ini sudah terasa kering dan mulai mengeluh.
"Oke, Kak. Seharusnya dari awal sih." Kataku dengan intonasi sindirian, menyeringai.
Kak Matteo tertawa mendengarnya, langkahnya terhenti sejenak. Dia tidak menoleh, langkahnya pun di lanjutkan menuju dapur.