"Ah, kamu ini judes sekali padaku," ujar Ben. "Aku kan hanya bertanya baik-baik. Kalau kamu tidak mau cerita ya sudah. Lebih baik kamu pulang dan kerjakan tugas dari Pak Adrian. Ingat? Kamu memiliki utang padaku."
Briella pun kembali menatap Ben dengan wajah bengis. "Kerjakan tugasmu sendiri! Dasar pemalas! Untuk apa menyuruhku mengerjakan tugasmu?! Memangnya kamu sebodoh itu untuk mengerjakannya sendiri?"
Ben menyipitkan matanya. "Aku tidak bodoh, Nona. Kamu kan sudah berjanji akan bertanggung jawab."
"Hei! Aku tidak bertanggung jawab atas tugas-tugas kuliahmu, Mr. Playboy!" seru Briella kesal.
Ben malah terkikik mendengar umpatan Briella yang menggebu-gebu. Ia menyadari kalau Briella itu ternyata sangat manis.
Ia sudah terbiasa menghadapi pada gadis yang sombong dan jual mahal. Namun, baru kali ini ada yang menyebutnya playboy dan hal itu terasa begitu terkesan.
"Untuk apa kamu tertawa, huh?!" protes Briella.
"Itu karena kamu sangat lucu dan manis," ungkap Ben.
Ia pun kembali tertawa seolah tidak mempedulikan ekspresi Briella yang terperangah setelah mendengar pernyataan Ben.
"Pergi sana!" seru Briella.
"Oh, kamu mengusirku? Aku pikir, kamu tidak ada teman di sini. Ayolah, jangan kasar padaku. Kamu boleh meluapkan kekesalanmu padaku malam ini. Anggap saja sebagai bonus. Bagaimana?"
Briella mendengus. "Untuk apa aku curhat padamu?!"
"Itu karena kamu kamu memang membutuhkan seorang teman."
"Kita tidak berteman!" Briella membuang wajahnya.
"Ayolah, Briella. Apa kamu ke sini dengan Patrick? Atau dengan pria lain?"
Briella melirik Ben dengan sudut matanya. "Bagaimana kamu tahu?"
"Ah, itu sih mudah saja. Aku perhatikan belakangan ini kamu kan sering kali berbicara dengannya. Jadi, aku pikir si Patrick itu mengajakmu ke pesta prom. Apa aku benar?"
"Hmmm," gumam Briella masih dengan wajah yang angkuh.
"Ah, si Patrick itu pasti telah membuatmu kesal, ya kan. Jadi kamu marah dan meninggalkannya. Lalu kamu duduk di sini sambil meminum champagne seperti wanita dewasa."
"Aku memang sudah dewasa," ucap Briella tegas.
Ben mengedikkan bahunya. "Tentu, tentu. Kamu memang terlihat sangat dewasa dengan gaun merah itu. Wajahmu cantik, gaunmu bagus. Kamu adalah pasangan prom yang sangat sempurna."
Briella masih terlihat tegang karena kekesalannya, tapi perlahan ia menghela napas seperti yang sedang menenangkan dirinya.
"Kamu memujiku, eh?"
"Ya, sepertinya begitu. Aku selalu jujur dalam memuji wanita. Jika dia memang cantik, aku pasti akan memujinya. Jika tidak, ya aku akan berusaha untuk memberikan pendapat yang membuat wanita itu tidak tersinggung. Jika perlu, aku akan memberikan sedikit bantuan untuk melakukan upgrade."
"Oh, jadi itu yang kamu lakukan pada Deviana? Kamu meng-upgrade-nya tanpa menyebutnya jelek, begitu?" sindir Briella.
Ben terkekeh. "Kamu ini seorang pemerhati ya. Aku menganggapnya sebagai teman. Aku membantunya menyewakan gaun dan memberinya riasan wajah secara gratis."
"Kamu bisa merias wajah?" tanya Briella dengan nada menghina. "Aku tidak menyangka kalau pria sepertimu ternyata senang bermain-main dengan alat make up wanita."
"Bukan seperti itu, Briella," sergah Ben. "Lindy yang merias wajah Deviana. Bukan aku! Ah, kamu ini bagaimana sih? Lindy itu adalah sahabat ibuku. Dia adalah seorang MUA yang andal. Apa kamu sudah melihat Deviana hari ini? Aku telah mengubahnya menjadi putri yang cantik."
"Ah, kalau begitu kenapa kamu tidak berdansa dengannya?"
"Ya, tadinya aku sempat berdansa dengannya, tapi Gani merebutnya dariku."
Kini giliran Briella yang menertawakannya dengan puas. Ben jadi kesal melihat tawanya karena sama sekali tidak cocok dengan riasan wajahnya yang sempurna dan gaunnya yang spektakuler.
"Seorang Ben bisa kalah di tangan Gani, eh? Ini sungguh berita besar. Aku tak sabar untuk menyebarnya di sosial media."
"Seenaknya saja!" seru Ben. "Aku sengaja membuat Gani cemburu. Dan usahaku benar-benar berhasil. Buktinya si Gani itu masuk ke dalam perangkap dan langsung merebut Deviana dariku. Kamu tidak tahu ya. Si Gani itu telah menyukai Deviana sejak lama, tapi pria itu terlalu pengecut untuk mengakuinya. Untuk itu, aku menolong Deviana. Aku ini pria yang baik."
Ben tampak menyombongkan dirinya padahal ia baru saja kehilangan pasangan dansa. Ah, lagi pula ia tidak membutuhkan pasangan dansa malam ini. Dengan hadir di tempat ini saja sudah cukup membuatnya senang.
"Pria baik? Hmmm." Briella mendengus mengejek.
Lalu lagu pun berubah menjadi lagu jazz dengan tempo yang lembut. Ben sangat mengenal lagu ini karena kerap kali ibunya menyetel lagu ini.
"The look of love is in your eyes. A look of smile can't disguise. The look of love. It's saying so much more than just words could ever say."
Ben pun beranjak dari tempat duduknya dan kemudian menarik gelas champagne dari tangan Briella.
"Ayo kita berdansa," ajak Ben.