Seketika jantung Briella berdegup kencang. "Hah?!"
"Ada apa, El?" tanya Vanessa.
"Si berengsek itu menagih tugas dari Pak Adrian!" seru Briella kesal.
Vanessa tertawa mengejek. "Nah loh. Jadi bagaimana?"
"Siapa itu si berengsek?" tanya Jack dengan nada posesif.
"Ah, dia bukan siapa-siapa," ucap Briella sambil menggerakkan tangannya sambil lalu.
"Pasti anak itu kan?" tebak Jack.
Briella langsung meringis jika Jack berkata dengan nada seperti itu seolah-olah ia akan memburu Ben seperti saat ia mengerjakan tugas dari kakeknya.
"Aku akan membalas pesannya dulu," ucap Briella yang tidak menjawab pertanyaan Jack.
"Apa tanganmu sakit? Apa kepalamu terbentur buldozer? Haruskah aku memanggilkan ambulan untukmu? Atau mobil jenazah? Karena aku pikir, sepertinya kamu sangat lemah dan tak berdaya hingga kamu tak sanggup mengerjakan tugas dari Pak Adrian dengan tanganmu sendiri. Kabari aku ya kalau kamu memang butuh ambulan."
Sesudah mengirim pesan itu, Briella tertawa-tawa sendiri. Vanessa menatapnya sambil meringis.
"Jangan tertawa seperti itu, El. Kamu tampak aneh."
"Dia pikir, dia bisa memperlakukanku seenaknya! Hmmm, dia belum mengenal siapa Briella Lilianne." Briella mendengus mengejek.
Jack menggelengkan kepalanya. "Kalau kamu butuh bantuan, katakan saja padaku. Aku akan menghajarnya kalau perlu."
"Tidak usah, Om. Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Briella penuh percaya diri.
Setelah itu, ia memblokir nomor Ben. Sebenarnya ia penasaran dengan balasan pesan dari Ben, tapi ia tidak ingin mood-nya rusak malam ini gara-gara pria bedebah itu.
Akhirnya, setelah tiga puluh menit menanti, Patrick pun datang. Briella hendak menyapanya dengan senyuman terbaiknya, tapi senyumnya agak memudar saat melihat penampilan Patrick yang biasa-biasa saja.
Patrick hanya mengenakan kemeja lengan pendek dan celana jeans. Lalu ia pun mengenakan sepatu sport. Ia memang tampak kasual, tapi ya ia terlalu kasual untuk datang ke sebuah acara prom.
"Patrick?"
"Maafkan aku ya, El. Kamu pasti sudah lama menungguku." Patrick terkekeh sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.
Briella mengangguk. "Tidak apa-apa."
"Sekali lagi aku minta maaf ya. Uhm, kamu terlihat sangat cantik, El." Lalu Patrick menoleh pada Vanessa dan Jack. Ia mengangguk sambil nyengir.
Namun, Jack bersikap dingin. Vanessa mengangguk sambil tersenyum ke arah Patrick.
Lalu Briella pun mengikuti Patrick menuju ke mobilnya. Sementara, Vanessa naik ke mobil bersama Jack.
Briella jadi menyesal. Seharusnya ia pergi bersama Jack saja.
"Kamu terlihat cemberut terus sejak tadi," ucap Patrick ketika mereka sedang di lampu merah. "Kamu pasti marah padaku karena aku terlambat. Maafkan aku ya, El. Tadi aku ada sedikit masalah di … di rumah."
"Patrick, apa kamu akan mengenakan pakaian itu ke prom?" tanya Briella tanpa basa-basi.
"Uhm, ya. Memangnya kenapa? Oh, aku kurang bagus ya mengenakan baju ini. Tenang saja, aku sudah membawa bekal bajuku di bagasi. Aku baru akan menggantinya saat kita tiba di sana."
"Kamu membawa jas kan?"
"Ya, tenang saja. Kamu sudah berpenampilan sangat cantik. Mana mungkin aku mengecewakanmu." Patrick tersenyum pada Briella dan pria itu memang tampak sangat tampan hingga Briella pun kembali tersenyum.
Ya, Patrick memang tampan meski tidak setampan si pangeran berkuda putih.
Astaga. Briella pasti sudah gila karena memikirkan nama si pria bedebah itu. Briella harus segera menghapus nama Ben dari kepalanya.
"Briella, kamu benar-benar cantik sekali seperti bidadari," puji Patrick lagi.
"Terima kasih, Patrick. Kamu terlalu berlebihan memujiku."
"Tidak, aku serius. Aku sungguh bangga bisa jadi pasangan kencanmu malam ini. Hmmm, apa aku boleh menganggapmu sebagai teman kencanku, El?"
Briella pun tersenyum sambil mengangguk. Setidaknya, Patrick adalah pria yang baik hati dan tidak menyebalkan meski ia cukup kesal saat Patrick telat menjemputnya.
Lalu ia melihat ada sebuah noda di dekat kerah kemejanya. Briella menyipitkan matanya untuk melihat noda itu lebih jelas lagi.
"Ada noda di bajumu," ujar Briella. Ia hendak mengulurkan tangannya untuk membersihkan noda itu, tapi Patrick menangkisnya.
"Ah, bukan apa-apa." Patrick buru-buru membersihkannya dengan tisu yang ia cabut dari dasbor.
Tiba-tiba saja, Briella merasa curiga pada Patrick. Sepertinya pria itu menyembunyikan sesuatu darinya.