Bertukar pasangan? Kenapa tidak?
Briella tidak masalah jika ia harus berdansa dengan Jack karena pria itu memang sangat tampan meski usianya sudah tidak muda lagi.
Sebenarnya pasti akan sangat menyenangkan jika bisa berkencan dengan Patrick, seandainya pria itu memang menyukai Briella. Ia tidak berharap banyak. Lagi pula, Briella tidak benar-benar menyukainya.
Patrick memang tampan dan baik hati. Ia sering kali bercerita tentang kehidupan pribadinya. Ia menceritakan tentang betapa kejam mantannya karena telah berselingkuh darinya, padahal Patrick sudah bersikap sangat baik pada gadis itu.
Briella sungguh tidak berharap banyak untuk menggantikan posisi sang mantan karena bagi Patrick, Briella hanyalah sekedar temannya saja, tidak lebih dari itu.
Benarkah?
Lantas, untuk apa Patrick mengajaknya ke pesta prom itu? Mengapa harus Briella dari sekian banyak wanita cantik di kampus?
Ya, anggap saja jika Briella adalah gadis yang beruntung. Namun, haruskah ia menggantikan posisinya dengan Vanessa?
Briella harap, Patrick mau mengerti. Ia hanya ingin agar sahabatnya itu memiliki teman kencan.
Akhirnya, Briella memilih gaun merah dan Vanessa memilih yang berwarna biru. Mereka sama-sama berdiri di depan cermin sambil memperhatikan gaun yang cantik itu melekat di tubuh mereka yang langsing.
Mungkin Briella agak gemukan sedikit sekarang. Ia harus mengurangi jumlah kalori yang masuk dalam tubuhnya selama sepekan.
"Van, menurutmu aku gemukan tidak?" tanya Briella.
"Sedikit. Tidak apa-apa, tidak akan ada bedanya. Kamu masih terlihat langsing di hadapanku," ucap Vanessa sambil tersenyum.
"Ah, yang benar saja. Aku harus diet," ucap Briella sambil menautkan alisnya.
"Tidak usah. Aku rasa turun satu atau dua kilo pun tidak akan berpengaruh banyak padamu. Patrick akan tetap menyukaimu." Vanessa mengusap-usap rok gaunnya yang berbahan satin berkilau itu.
Briella menoleh pada sahabatnya itu. "Apa menurutmu Patrick menyukaiku?"
"Ya, kenapa tidak? Semua pria akan selalu menyukaimu. Kamu kan cantik."
"Jangan berkata seperti itu. Kamu juga cantik, Van. Aku suka sekali melihatmu mengenakan gaun itu. Sangat pas dan mempertegas bentuk pinggangmu yang langsing," puji Briella tulus.
Vanessa kembali tersenyum. "Terima kasih, El. Namun, sejauh ini, belum pernah ada pria yang memujiku sepertimu. Ah, mungkin sudah nasibku menjadi seorang jomlo."
"Mungkin kamu belum benar-benar menemukan pria yang tepat," ucap Briella sambil mengangkat alisnya. "Kita lihat saja nanti. Saat di pesta prom, kamu mungkin akan bertemu dengan seorang pangeran."
Vanessa tertawa. "Maksudmu pangeran berkuda putih dan memiliki rambut yang bergelombang dan berwarna pirang?"
Briella ikut tertawa. "Ya, bisa jadi."
"Seperti Ben? Dia tampan dan memiliki rambut bergelombang dan pirang. Dia seorang keturunan Inggris kan? Hidungnya mancung dan matanya berwarna coklat. Sungguh pasangan yang sangat sempurna." Seketika, senyuman Briella memudar. "Pasti Deviana sangat beruntung menjadi pasangannya di acara prom itu."
"Tidak perlu menyebut namanya lagi," ucap Briella tegas.
"Maafkan aku." Vanessa menyeringai. "Aku tidak bermaksud membuatmu kesal. Aku hanya mengatakan yang sejujurnya, seperti apa yang kulihat."
Briella menghela napas. "Ya, dia mungkin memiliki penampilan fisik yang sempurna, tapi—"
"Aku tidak bilang jika dia adalah pria yang sempurna," potong Vanessa.
Briella terkejut dengan perkataannya sendiri. Ia pun tidak bermaksud memuji Ben dengan kata 'sempurna' itu. Ia pun berdeham.
"Ya, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Bolehlah dia berwajah tampan seperti pangeran berkuda putih yang kamu bilang itu. Namun, apa gunanya jika dia tidak memiliki hati dan otak. Terkadang seseorang hanya tidak memiliki salah satunya, tapi dia tidak memiliki keduanya."
Briella menggelengkan kepalanya sambil mendengus. "Dia itu benar-benar tipe pria berengsek yang paling berengsek sedunia. Jadi, kalau sampai ada wanita yang terjerumus dalam jeratannya, itu artinya wanita itu adalah wanita yang bodoh."
Vanessa mengulum senyumnya. "Jangan sampai kamu menjadi salah satu dari wanita bodoh itu."
"Apa kamu bilang?"
"Tidak ada." Vanessa menggelengkan kepalanya. "A-aku mau pilih gaun biru ini saja. Apa kamu mau memilih gaun yang merah itu?"
"Ya," ucap Briella pelan.