Lalu Briella menatap dirinya sekali lagi di depan cermin. Seperti yang ia katakan, memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Ia pun bukan wanita yang sempurna. Setidaknya, ia memiliki hati yang tidak akan tega untuk berkhianat pada orang yang ia cintai.
Hal itu benar-benar ia pegang teguh dalam hatinya. Ia ingin menjadi seperti ibunya yang sempurna dan selalu mencintai ayahnya meskipun ayahnya bukanlah pria yang pantas untuk dicintai.
Ya, Briella tidak begitu menyukai ayahnya yang dingin, bahkan lebih dingin dari hujan badai di kutub utara. Berbeda dengan ibunya yang lemah lembut dan baik hati. Terkadang, ia ingin sekali mengganti ayahnya dengan Jack.
Meski Jack selalu memasang wajah dingin, tapi hatinya begitu hangat dan lembut. Namun, hal itu mustahil. Jack hanyalah seorang tangan kanan kakeknya dan lebih seperti seorang supir bagi ibunya. Dan lagi, Jack juga seorang pengawal bagi Briella.
Pria itu selalu melindunginya dan menjadi tempat curhat setiap kali Briella sedang sedih ataupun senang.
Sepulangnya dari butik, Briella langsung menemui Jack yang sudah pulang lebih dulu. Mereka mengobrol di ruang keluarga yang kosong. Kakeknya sudah tidur, ayahnya entah ada di mana, dan ibunya masih sedang bersenang-senang dengan teman-temannya.
"Apa kamu tidak menunggu mamaku pulang, Om?" tanya Briella pada Jack.
"Tidak. Dia bilang, dia akan pulang bersama teman-temannya. Dia langsung mengusirku pulang begitu aku tiba di restoran itu," ucap Jack sambil mengangkat alisnya.
"Oh, ya ampun. Mana mungkin mamaku tega mengusirmu." Briella terkekeh.
"Tidak apa-apa. Omong-omong, aku ingin tahu, kenapa kamu memintaku untuk menemanimu di acara prom itu? Bukankah kamu bilang kalau kamu akan pergi bersama Patrick?" tanya Jack dengan wajah yang serius. Pria itu memang selalu terlihat serius setiap saat.
"Ya, Patrick memang mengajakku ke pesta prom itu. Namun, aku tidak tega membiarkan Vanessa sendirian tanpa pasangan."
"Jadi, kamu bermaksud untuk memintaku menemani Vanessa sebagai pasangannya?" tanya Jack lagi sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Ya, atau kamu bisa menjadi partner dansaku, Om. Bagaimana?" Briella menatap pria yang sudah ia anggap seperti ayahnya itu.
Jack tersenyum tipis. "Aku merasa terhormat."
Senyum Briella pun mengembang di wajahnya. "Om memang yang terbaik! Kamu tidak akan malu pergi denganku kan, Om?"
"Mungkin terbalik. Kamu yang akan malu karena pergi bersamaku."
Briella terkekeh. "Tentu saja tidak. Om Jack kan tampan. Oh ya, jangan lupa untuk mengenakan setelan yang terbaik. Oke? Kalau tidak ada, katakan saja padaku. Aku akan meminta Lorenzo untuk menjahitkan jas yang baru untukmu."
"Tidak. Kamu tidak perlu repot-repot, El. Aku punya jas yang bagus dan baru aku kenakan satu kali."
Briella mengangguk perlahan. "Baiklah. Aku tidak sabar melihatmu mengenakannya."
"Semoga jasnya masih muat."
"Oh ya, Om! Apa menurutmu aku terlihat gemukan? Haruskah aku diet?"
Briella tampak khawatir pada perutnya yang tidak terlalu rata. Pipinya agak membulat dan dagunya tampak ganda.
"Tidak usah," ucap Jack dengan nada bosan. "Kenapa wanita selalu memikirkan tentang diet dan ingin menjadi langsing? Padahal para pria lebih suka wanita yang berisi di beberapa tempat."
"Maksudmu?" Briella terperangah mendengar perkataan Jack.
"Ya, tidak semua pria menyukai wanita yang langsing. Terkadang wanita yang berisi bisa jadi lebih menarik." Jack mengangkat dagunya.
"Benarkah?"
"Ya, tentu saja."
Briella mengangguk perlahan. "Meski begitu, aku tetap akan diet. Aku akan meminta tolong Mbak Fira untuk menyiapkan makanan sehat dengan kalori rendah."
"Haruskah aku membersihkan ruang gym untukmu?" tanya Jack yang mengandung sindiran.
"Ah, jadi aku harus olahraga juga ya?" Briella menyeringai.
"Olahraga tidak hanya untuk menurunkan berat badan, tapi untuk membuat tubuhmu jadi lebih sehat. Sebaiknya, kamu tidur malam ini karena aku akan membangunkanmu besok pagi dan mengajakmu berlari pagi."
"Apa?" Briella membelalakkan matanya.
Lalu Jack berdiri dan berjalan keluar, meninggalan Briella. Ia berbalik saat sudah mencapai ambang pintu dan tersenyum tipis. "Selamat malam, El. Sampai bertemu besok pagi."
"Eh, tunggu dulu, Om! Jam berapa kamu akan mengajakku berlari?"
"Jam lima."
"Tujuh!" seru Briella.
"Kalau begitu jam enam," tandas Jack.
Briella tak bisa berkata apa-apa ketika Jack benar-benar keluar dari sana dan menutup pintu. Lalu Briella mematikan AC dan berjalan keluar dari ruangan itu menuju ke kamarnya.