Sebelum Briella sempat menarik napas, tiba-tiba Ben sudah menciumnya sambil menekan tengkuknya. Briella tidak dapat menghindar lagi. Jemarinya mengusap pipi Briella dengan lembut, menghapus air matanya.
Briella tahu jika hanya Ben yang sanggup menghapus kesedihan dalam hatinya. Mungkin Ben benar, Briella lah satu-satunya obat yang Ben butuhkan supaya ia benar-benar sembuh dari sakit hatinya.
Bibir Ben melumatnya dan seketika membuat lututnya lemas. Briella pun memeluk pinggang Ben, tidak ingin pria itu pergi lagi.
Ia tidak peduli meski Ben pernah tidur dengan berbagai macam wanita sekalipun. Meski Ben pernah bersikap seolah ia seperti seorang gigolo di hadapan Lisa, sungguh Briella tidak peduli.
Ia tahu jika Ben hanya mencintainya. Ben hanya menginginkannya. Berkali-kali Ben telah berusaha menolak Lisa, tapi wanita itu selalu saja mencari cara untuk selalu bisa mendapatkan kesenangan dari Ben.