Chereads / Isi Hati Rania / Chapter 22 - Bab. 21. Ayah Shock.

Chapter 22 - Bab. 21. Ayah Shock.

Ayah kecewa tak mendapati Ridho di rumah, aku menutupi keberadaan Ridho saat ini dari orang tuaku. Tapi takut suatu saat nanti Ayahku tau nantinya. bahwa menantu idamannya menikah lagi. Tapi berharap Ayah mengetahui secepatnya agar Aku bisa lepas dari Ridho. Itu doaku dalam hati.

Mereka pamit pulang, dan berpesan padaku untuk selalu patuh apa yang di katakan suami.

Hemm, aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Mbok Yem menghampiriku, sambil menenteng sandal selop warna coklat itu.

"Mbak, sandalnya simpan di mana?" tanya Mbok Yem seakan jijik menenteng sandal itu.

"Terserah Mbok Yem, aku males mengurusi sandal itu. Di buang juga nggak apa- apa. Orangnya juga nggak peduli!" Lalu melenggang naik ke lantai atas menuju kamar. Merebahkan diri di atas bed. Menatap langit kamar, menghembuskan napas pelan. Pernikahan apa yang ku jalani ini Terjebak dalam ketidak pastian? Seorang istri tapi rasa janda. Walau sikap Ridho mulai membaik, tapi kesepian sering melanda jiwa.

Tapi tak bisa seenaknya melepas dari ikatan ini. Ada hati orang tua yang harus di jaga. Tapi entah sampai kapan begini? Pikiran teringat akan mantan kekasihku, Roger. Perhatian yang manis sikap lembutnya membuatku ingin selalu berlabuh di hatinya. Tapi hati harus menerima takdir kala dia bukan jodoh untukku. Memejamkan mata, perih merambat di hati. Saat membuka mata, Aku teringat ATMku yang hilang, sementara dugaan Arini yang mengambil. Tapi tak ada bukti yang menguatkan itu.

****

Sepulang dari rumah Rania, Ayah dan Ibu pergi mengunjungi perumahan yang baru di bangun di area kota, mereka ingin investasi untuk hari tua. Saat turun dari mobil Tak sengaja mata Ayah melihat mobil Ridho terparkir di halaman teras rumah tingkat dua bercat cream itu. Sejenak tertegun, pertanyaan di benak Ayah berputar di kepalanya. Apa Ridho beli rumah lagi? Tapi kenapa Rania tidak memberitahunya? Mereka berdua penasaran. Gerangan apa yang membuat mobil Ridho terparkir di situ?

"Bu, ko ada Mobil Ridho di sini?" kata Ayah menatap mobil Rush warna hitam milik menantunya itu.

"Nggak tau juga ya, kenapa ada mobil Ridho di sini? tanya Ibu balik, mereka saling berpandangan.

Tak lama kemudian, seorang agen pemasaran datang, Walau masih penasaran, mereka masuk dan melihat- lihat rumah itu. Tapi mereka belum cocok dengan harganya dan segera berpamitan.

Tak sengaja Ayah melihat Ridho keluar bersama Arini. Ayah shock melihat mereka berdua masuk ke mobil. Ia tak percaya dengan penglihatannya ini. Berusaha mengucek matanya, tapi mobil Rush itu keluar dari garasi rumah cat cream itu dan hilang dari pandangan. Ibu yang baru datang dari belakang, menanyakan gerangan yang membuat Ayah terpaku.

"Ada apa Pak, benggong di situ?" Ibu mengedarkan pandangannya. Ayah masih terpaku di tempat. Memahami yang baru saja lihat. Shock, jantungnya berhenti berdetak. Oksigen terasa hilang dari paru- paru. Tertampar kenyataan. Bahwa menantu yang di banggakan tak lebih dari seorang pengecut.

Hati Rania pasti sakit saat mengetahui suaminya mengkhianatinya. Sedang wanita itu sedang hamil. Tapi Rania belum kunjung hamil? Pertanyaan itu berputar di benak Ayah. Ia terduduk lemas. Sambil menekuk tubuhnya. Ayah menangis. Ibu bingung kenapa tiba- tiba Ayah menangis.

"Ada apa Pak, tanya Ibu khawatir memegang pundaknya. Ayah meraih tangan Ibu.

" Bu, ayo kita ke rumah Rania," Ibu makin penasaran dengan tingkah suaminya.

"Ada apa Pak, kenapa kita ke rumah Rania lagi? Ibu cemas dengan permintaan Ayah.

Ayah tak bisa menjawab, Ibu segera menarik tangan Ibu masuk mobil Gegas ke rumah Rania.

Sampai di rumah Rania, tangan gemetar Ayah saat akan membuka pintu rumah Rania, dengan sekuat hati Ayah membuka pintu, pintu juga tak di kunci. Sudah tau kebiasaan Rania, kalau sore pintu tak pernah di tutup. Mendapati Rania sedang menonton Tivi. Ayah dan Ibu duduk di samping Rania. Wajah Ayah pucat pasi, seperti melihat hantu saat malam jum'at.

"Ada apa Ayah? tanyaku bergantian menatap mereka berdua. Ada kecemasan dan kekhawatiran di wajah mereka.

"Jujur pada Ayah, apa kamu tau Ridho selingkuh!" tanya Ayah matanya melotot. Tangannya mengepal, ada kemarahan di sorot matanya. Dari lubuk terdalam ia kecewa dengan Ridho. Memperlakukan putrinya seperti ini. ia berharap putrinya bahagia dengan anak sahabatnya tapi kini harapan itu tak mungkin terwujud. Ridho menduakan Rania di belakangnya.

Deg!

Napasku berhenti berdetak, tak sanggup menatap kemarahan di mata Ayah. Aku memalingkan wajah ke Tivi walau tak konsentrasi melihatnya.

Ayah berdiri, mengusap wajahnya kasar. Melihat reaksi Rania, ia pastikan telah mengetahuinya bahwa Ridho memiliki kekasih di belakangnya.

Sedang Ibu bengong juga tak percaya yang baru saja dengar, Ridho selingkuh di belakang Rania? Kenapa bisa? padahal ia sangat baik di depannya? Tak bisa menerima berita itu, mata Ibu menggelap lalu pingsan.

Bruk!

Tubuh Ibu tergeletak di lantai.

"Ibu!" Aku menjerit, menaruh kepala Ibu di pangkuanku. "Bu, kumohon buka matanya!" menepuk pipi Ibu pelan.

"Ayoo Rania, segera bawa Ibumu ke Rumah sakit." Ayah membopong Ibu masuk mobil kemudian membawanya ke Rumah sakit.

Aku dan Ayah sangat cemas, saat Ibu masuk ruang IGD. Ayah memijit kening. Cemas, emosi, juga shock. Sedang aku, duduk di kursi panjang sambil merapalkan dzikir sebisaku. Tubuhku merasa gamang. Menatap kosong di depanku. Hanya bisa Berharap Ibu baik- baik saja. Tak bisa memaafkan diri sendiri, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Ibu.

Beberapa menit kemudian Dokter keluar dari ruangan IGD. Ayah segera menyambutnya.

"Dok, bagaimana dengan kondisi istri saya? tanya Ayah khawatir ingin segera tau kondisi istrinya.

Dokter itu menatap Ayah serius, ada berita yang harus ia sampaikan pada kami. Sambil menahan napas ia berkata," Istri Bapak kena serangan jantung, tapi masih tahap ringan.

Tenggorokanku tercekat, seluruh tulangku lemas. Ayah segera menangkapku kala tubuhku akan terjatuh.

"Sabar Rania," Ayah mendekapku erat. Aku menangis di pelukan Ayah. Lalu merosot hingga terduduk di lantai. Tak sanggup membayangkan kalau Ibu harus pergi dari hidupku. Walau aku tau setiap bernyawa pasti mati.

"Tolong jaga pasien jangan sampai terlalu stres," ucap Dokter paruh baya itu kemudian meninggalkan kami berdua. Pintu kamar terbuka, dua perawat membawa Ibu di pindahkan ke kamar rawat. Mata Ibu terpejam, dengkuran napasnya pelan. Ia terlihat tidur biasa. Tak tau kami sangat mengkhawatirkannya. Aku genggam tangan Ibu yang sudah mulai keriput itu. Saat ini aku siap kalau kehilangan sosok Ibu.

Wajah Ayah tak kalah sedihnya sepertiku. Ia diam, tapi aku tau, ada kesedihan mendalam di hatinya. Penyakit Ibu membuat Ayah terpukul.

Kami berpelukan saling menguatkan, merasa menyesal telah menjodohkan aku dengan Ridho. Ayah memelukku erat. Ia berucap," Maafkan Ayah Nak," aku tak bisa menjawab hanya tangisanku sebagai jawaban. Itu menandakan selama ini Aku jengah menghadapi Ridho dan Arini.

"Tak apa Ayah, ini takdir Rania," ucapku seraya melepas pelukan Ayah. Ia menghapus air mataku yang menetes.

"Nanti aku akan bicara dengan Ayahnya Ridho, supaya kalian bisa bercerai!" tegas Ayah.

Bersambung.