Chereads / Isi Hati Rania / Chapter 23 - Bab. 22. Ibu Sadar.

Chapter 23 - Bab. 22. Ibu Sadar.

Terdengar suara adzan subuh mengalun merdu dari ponselku. Sengaja memasang apk sholat, agar teringat waktu sholat. Aku membangunkan Ayah untuk sholat Subuh di musholah Rumah sakit. Ayah mengejap matanya kemudian beranjak. Sejenak menutupi tubuh Ibu dengan selimut yang melorot. Aku haru melihatnya, Ayah masih perhatian sama Ibu di usia yang tak muda lagi. Berbanding terbalik denganku. Terdengar dengkuran halus dari Ibuku. Matanya masih terpejam, ia seperti orang tidur. Padahal sejak siang Ibu pingsan belum juga bangun.

Aku menepuk pundak Ayah, agar tidak terlalu sedih. Aku tau saat ini Ayah sangat sedih. Baru pertama kali dalam hidup Ayah, Ibu pingsan lama. Hampir dua belas jam. Itu menjadi pukulan bagi Ayah. Aku dan Ayahku keluar menuju musholah RS. Tak jauh dari kamar Ibu. Ada banyak orang tengah melakukan Ibadah sholat subuh di sini. Mereka mendoakan anggota keluarga yang tengah sakit. Sejatinya selain obat ada doa yang bisa menyembuhkan penyakit seseorang.

Kami mengambil wudhu lalu masuk ke dalam masjid yang sudah penuh orang itu. Aku memakai mukena yang sengaja aku bawa tadi. Ayah berdiri di belakang shof laki- laki. Selesai sholat, kami berdua masuk kamar, terlihat jemari Ibu bergerak. Aku kaget sekaligus senang.

"Ayah, jari- jari Ibu gerak!" Seruku menepuk lengan Ayah. Segera ku pencet bel biar agar dokter segera memeriksa keadaan Ibu.

Tak lama kemudian Dokter datang. Memastikan keadaan Ibu. Ibu membuka mata, tangannya ingin terangkat keatas. Aku segera mengapainya dan menggenggamnya. Tangan Ibu dingin, aku meremas memberi sedikit kehangatan. Cemas meliputi hatiku, aku sangat takut kehilangan Ibu.

"Rania," ucap Ibu terbata- bata.

"Sudah Bu, jangan banyak bicara Rania mohon. Biar dokter periksa Ibu ya," ucapku berusaha menenangkan Ibu yang berusaha berbicara padaku. Tapi aku tak mau Ibu banyak bicara dulu. Melihat wajahnya pucat, membuat hatiku teriris- iris.

"Pasien sudah stabil pak, sementara tolong jaga kestabilan perasaanya jangan sampai tertekan," Dokter paruh baya itu menjelaskan kepada Ayah.

"Baik Dokter, Terima kasih." ucap Ayah. Tak lama kemudian dokter berlalu dari hadapan kami.

Ayahku terduduk di sofa, memijit pelipisnya. Kalut, stres jadi satu. Semua ini gara- gara Ridho, menantu yang sudah anggap seperti anak sendiri tega menyakiti anaknya. selama ini di banggakan ternyata mengecewakan. Ibu terkena serangan jantung ringan mendengar Ridho menikahi kekasihnya, itu menyebabkan koma selama dua belas jam.

Aku mengerti yang di rasakan Ayah saat sini. Tak menyangka ini terjadi pada putri sulungnya. Pernikahan terancam gagal setelah tau kebohongan menantunya itu. Terlintas dengan sahabatnya sugeng, Ayah Ridho. Akan kaget mendengar ini berita ini. Ia juga punya penyakit jantung. Takut kalau mendengar berita ini, dia akan kambuh penyakitnya.

Setelah di periksa Dokter, Ibu meminta duduk, aku dengan pelan mengangkat tubuh Ibu pelan dalam posisi duduk. Aku dan Ayah siaga di samping Ibu, kalau Ibu membutuhkan sesuatu.

"Rania, Ibu haus." ucap Ibu lemah. Gegas mengambil air mineral dan menuangnya ke dalam gelas. Ibu meneguk air itu sampai habis.

"Rania, bercerailah dengan Ridho, nak." ucap Ibu sembari memegang tanganku. Dadaku terkesiap, ingatan dokter kembali melintas di kepalaku. Bahwa Ibu tak boleh stres maupun tertekan.

"Bu, nggak usah pikirkan itu ya, yang penting Ibu sembuh, itu urusan Rania," ucapku mengelus tangan wanita yang telah melahirkanku ini.

"Sekarang, Ibu makan bubur dulu kemudian minum obat ya, Biar cepet sembuh." Aku meraih bubur di atas nakas, tadi suster menaruhnya di atas nakas untuk sarapan Ibu. Aku menyuapi Ibu, Ia sempet menggeleng saat aku ingin menyuapi nya. Tapi akhirnya ia membuka mulutnya. Setelah sedikit memaksa, Ibu makan bubur dan minum obat. Beberapa menit kemudian Ibu tertidur, aku menyelimuti Ibu sampai batas leher.

Hari ini aku terpaksa ijin pada Kinanti tak masuk kerja. Ingin menunggui Ibu di Rumah sakit. Dan kinanti tak permasalahkan itu. Malah nanti sepulang kantor, temen- temenku ingin menjenguk Ibu.

Tok... Tok.. Terdengar ketokan pintu dari luar. Ayah beranjak lalu membuka pintu.

"Kau! Ngapain ke sini heeh!" tanya Ayah emosi lalu menarik kerah baju Ridho.

"Aku mau jenguk Ibu," ucap Ridho pelan tapi masih terdengar jelas di telinga Ayah. Ia bingung kenapa perlakuan Ayah mertuanya berubah? Padahal biasanya selalu bersikap manis dan terkesan menyanjung. Kini dirinya datang menjenguk malah di cengkeram kerah bajunya. Ada apa ini? ia masih tak mengerti semua ini.

"Ibu Rania tak butuh di jenguk orang sepertimu! Pergi sana sebelum aku panggil satpam menyeretmu keluar!" Ridho menatap ke arahku meminta pembelaan dan penjelasan dariku. Aku melengos lalu merapikan wadah bekas bubur Ibu. Hatiku masih sakit, dua hari tidak pulang, ia lebih memperhatikan Arini daripada aku. Untung Ibu sudah tidur setelah minum obat tadi. Tak perlu khawatir keributan kecil yang Ayah timbulkan itu.

"Pergi kamu, Ridho! jangan datang lagi kesini!" desis Ayah mendorong tubuh Ridho keluar dari pintu. Segera Ayah menutupnya. Tak ingin istrinya terbangun karena keributan ini.

Di depan pintu Ridho benggong, mencerna yang baru saja terjadi. Ia memejamkan mata sambil bersandar pada tembok RS. Ada apa ini? Apa mereka sudah tau kalau aku menikah lagi? Kenapa tiba- tiba sikap Ayah berubah?

Teringat itu, mendadak keringat memenuhi pelipisnya. Takut menguasai hatinya. Apa yang harus ia lakukan? Ridho mengacak rambutnya. Takut, kalut jadi satu. Ia takut kalau sangkaanya benar. Mereka mengetahui dirinya menikah lagi.

"Aaaah....!"

Ayah keluar menegur Ridho. Suaranya terdengar sampai kamar, "Diam! jangan berisik di depan kamar, Sepulang dari Rumah sakit Ayah ingin bicara padamu, Ridho! Sekarang pergilah!" usir Ayah seraya mengibaskan tangannya mengusir Ridho dari depan kamar Ibu Takut kehadiran Ridho membuat Ibu terbangun.

Deg!

Flashback on.

Setelah dua hari di rumah Arini, Ridho pulang ke rumah. Saat sampai di rumah kata Mbok Yem Rania ke rumah orang tuanya. Tapi setelah ke rumah tua Rania, Kata Andre Ibu pingsan dan di bawa ke Rumah sakit. Ridho segera menyusul ke Rumah sakit ini.

Flashback off.

Ridho terpaksa melangkah gontai melewati lorong Rumah Sakit. Takut menyelinap hati Ridho, Apabila Ayah mertuanya mengetahui dirinya menikah lagi. Awalnya karena ia tak ingin membuka hati untuk Rania. Ridho benci sama Rania, gara- gara dia harus berpisah dengan Arini. Tapi setelah menikah, Ridho nekat menjalin hubungan lagi dengan Arini. Berbulan- bulan menganggap Rania hanya istri di atas kertas.

Apalagi Arini hamil, Ridho sangat bahagia menyambutnya, segera ia menikahinya. Tapi semenjak ketahuan dirinya menikah lagi Rania meminta cerai. Ridho berlutut di kakinya agar tak mengugat cerai. Ia takut berpisah dengan Arini, Tak ingin Ayahnya tau kalau dirinya menikah lagi, selain Ayahnya punya penyakit jantung, ia juga Takut Ayahnya mencabut usaha mebelnya. Ia berjanji merubah sikapnya lebih perhatian sama Rania.

Bersambung.