Ridho duduk di teras Rumah sakit, saat ini hanya bisa pasrah atas semua yang terjadi di depan nanti. Ayah mertuanya sudah tau kalau dirinya menikah lagi. Ini adalah goresan luka yang teramat menyakitkan di hati kedua orang tua Rania. Tak bisa menjaga perasaan putri mereka. Di percaya tapi mengkhianati karena godaan cinta dan nafsu. Ia menjalankan mobilnya menuju rumah orang tuanya.
Berdiri terpaku di depan pintu, rumah saat masih kecil. Memencet bel, wanita paruh baya memakai daster keluar. Ia Harti, Ibunya Ridho
"Assalamualaikum, Bu." sapa Ridho lalu mencium tangan wanita di depannya. Memasang muka tersenyum menyembunyikan galau menyelinap hati.
"Walaikum salam, kamu sendirian, Ridho? Mana Istrimu?" tanya Bu Harti menyelidik.
"Rania capek Bu, baru pulang kerja." Ridho langsung duduk di sofa ruang keluarga. Rumah sepi, biasanya ada Ayahnya nonton TV melihat acara lintas berita.
"Bu, Ayah mana? tanya Ridho.
"Ayahmu di kamar, katanya dadanya sakit." raut wajah Ibu menunjukan kesedihan duduk di samping Ridho.
"Kenapa Ayah, Bu? tanya Ridho panik kemudian beranjak menuju kamar Ayahnya.
Ia sangat menyayangi Ayahnya. Tak ingin terjadi sesuatu pada Ayahnya. Karena bagi Ridho, Sugeng adalah segalanya bagi Ridho. Ayahnya adalah sosok yang mengajari bisnis. Ia tak ingin terjadi apa- apa sama Ayahnya.
Lelaki paruh baya itu sedang memejamkan mata. Napasnya tampak beraturan. Tapi wajahnya pucat, bibir agak kebiruan. Ridho duduk di pinggir ranjang Ayahnya. Ketakutan menguasai hati. Menggenggam tangan Ayahnya yang terasa agak dingin. Saat ini ia benar- benar tak mau kehilangan Ayahnya.
Tok... Tok..
Bu Harti beranjak menuju pintu. Ada pak Husen. Ayah Rania, berdiri di depan pintu.
"Assalamualaikum," sapa Husen, Ayah Rania
"Eeh, ada Pak besan. Silakan masuk." ucap Bu Harti menyuruh Pak Husen masuk ke dalam.
Pak Husen masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Netranya mengedarkan pandangan mencari sosok sahabatnya. Tapi tak menemukan.
"Mana Sugeng?" tanya Pak Husen datar.
Tak sabar rasanya ingin memisahkan Rania dan Ridho. Ternyata selama ini salah, dirinya begitu memaksakan kehendak. Berharap persahabatan bisa berubah menjadi keluarga tapi nyatanya tak ada kebahagiaan di putrinya.
Pak Husen mengedarkan pandangan. Mencari sosok sahabatnya, Pak Sugeng.
"Dia di kamar, sejak tadi pagi dadanya mengeluh sakit." ucap Harti.
Deg!
Pak Husen kaget mendengar kabar itu. Padahal ada hal yang ingin ia bicarakan dengannya. Kini niat itu ia urungkan, takut kalau mendengar kabar itu jadi penyakitnya tambah parah. berharap masih seperti dulu, walau anak- anaknya sudah berpisah. Karena Sugeng sudah menganggap Rania seperti anaknya sendiri.
"Kenapa nggak di bawa ke RS saja?" tanya Pak Husen.
"Ayahnya Ridho tidak mau, hanya pingin istirahat saja katanya, dia memang keras kepala." keluh Bu Harti memasang wajah sedih.
"Aku tengok Sugeng ya," Pak Husen beranjak dari duduk.
"Silakan." ucap Bu Harti mempersilahkan masuk ke kamar sahabatnya ini.
Ada Ridho yang duduk di sampingnya sambil menggenggam tangan Ayahnya. Ada rasa tak tega menyelinap, tapi perbuatannya mengkhianati Rania membuatnya murka.
"Ridho, Ayah mertuamu datang," Kata Harti kemudian duduk di pinggir Bed. Menyentuh kakinya suaminya. Tapi tak bergeming sepertinya Ia terlelap. Pak Husen menatap datar ke arah Ridho. Tatapan tajam menghujam hati Ridho. Tak menyangka kalau anak yang selama ini di banggakan malah membuatnya kecewa. Ridho bangkit, menyalami tangan Ayah mertuanya.
"Biarlah, Sugeng istirahat. Semoga cepet sembuh. Ridho temui Ayah di luar, Ada yang harus Ayah omongkan." Keringat dingin langsung menyeruak di pelipis Ridho mendengar perintah Ayah Mertuanya.
"I-ya Ayah." Jawab Ridho terbata- bata. Pak Husen melangkah ke luar dari kamar sahabatnya. Tak lupa berpamitan dengan sama Bu Harti. Pak Husen menunggu kedatangan Ridho di teras rumah. Ada yang harus ia bicarakan. Beberapa menit kemudian, suara langkah Ridho mendekat. Menghampiri Ayah mertuanya dengan hati berdebar. Pak Husen menatap Ridho dingin. Berkali- kali Ridho menelan air ludahnya sendiri. Takut menyelinap dalam hati. Kini rahasia yang telah di tutupi selama ini terbongkar.
Tak bisa mengelak lagi dari kebohongan yang selama ini di tutupi. Berdiri terpaku lalu menunduk, kini ia merasa bersalah. Tidak menjaga putrinya dengan baik, malah menorehkan luka di hati terdalamnya.
"Ceraikan Rania! Ayah tunggu keputusanmu!" Tegas Pak Husen memalingkan wajah, tak ingin menatap menantunya yang sebentar lagi berharap bergelar mantan menantu. Getar hati Ridho menyuruh menceraikan Rania. Karena sampai kapan pun dirinya tak ingin menceraikan Rania.
Maaf kan aku harus egois Ayah.batin Ridho. Ia menghela napas pelan.
"Maafkan aku, Ayah aku tak kan menceraikan Rania sampai kapanpun! Ridho menatap balik Ayah mertuanya dengan sedikit keberanian.
"Kenapa? Karena sakit Ayahmu?" Pak Husen langsung menuduh itu. Tak mungkin ia mempertahankan Rania kalau bukan kesehatan Ayahnya. Pak Sugeng menderita sakit jantung, beberapa bulan lalu sudah operasi penyumbatan darah di jantungnya. Kabar menyakitkan akan membuatnya semakin parah.
Ridho terdiam tak berkata. Ia memang mempertahankan Rania demi kesehatan Ayahnya juga dirinya tapi juga Ego dalam diri menguat yang ingin mempertahankan miliknya saat ini.
"Kalau begitu lepaskan gadis itu! Siapa namanya aku tak tau, aku tak mau anakku di madu! Mengerti Ridho!" Suara Pak Husen pelan tapi tegas.
"Arini sedang hamil Ayah, maaf aku tak bisa melepaskannya.
" Kau!!" Pak Sugeng menarik kerah baju Ridho. Amarahnya mencapai puncak ubun- ubun. Ingin menghajarnya sampai babak belur, tapi dirinya sadar tak mau jadi tontonan orang. Pak Husen menurunkan kedua tangannya.
"Baiklah, kalau kau tak ingin menceraikan Rania. Ayah tunggu di pengadilan!"
Pak Husen berlalu dari hadapan. Ridho berdiri terpaku melihat Ayah mertuanya melenggang meninggalkan dirinya.
Pak Husen masuk mobil, melajukan ke rumah. Amarah masih bercokol di hatinya. Tapi sementara harus bersabar. Mengingat sahabatnya sedang terbaring sakit. Ia melajukan mobilnya ke Rumah Sakit. Menengok Istrinya sambil menenangkan diri.
Pak Husen memarkirkan mobilnya, melangkah menuju kamar Ibu Rania di rawat.
Ceklek.
Istrinya sedang duduk bersandar sambil memegang tangan Rania. Entah apa yang mereka bicarakan. Mereka langsung terhenti saat Pak Husen datang.
"Kalian sedang bahas apa? Jangan bicara yang berat- berat pada Ibumu, Rania."
Pak Husen kemudian duduk di sofa sambil memegang pelipisnya. Ingatan tentang masa lalu kembali hadir.
Saat merintis usaha bersama, Pak Husen dan Sugeng. Saling membantu usaha bersama, Pak Husen usaha bengkel. Saat ini sudah dua bengkel dalam asuhannya. Sedang Pak Sugeng usaha cat dan mebel yang saat ini di turunkan kepada Ridho.
Mereka saling membantu saat kekurangan modal. Setelah usaha mereka berdua menghasilkan, Pak Sugeng berinisiatif menjodohkan anak- anaknya untuk mempererat persahabatan menjadi keluarga. Tapi kini harapan Pak Husen musnah saat tau penghianatan Ridho. Tega telah menduakan putrinya dengan wanita lain. Malah saat ini istri muda Ridho sedang hamil. Tak rela anaknya di madu.
Bersambung.