Seorang wanita melesat menjauh, mengikuti ketiganya dari jarak kejauhan. Ia melihat ketiganya memasuki sebuah rumah minimalis di tengah hutan di balik hutan Signpost Forest.
Ia hanya memandang dengan tatapan kebencian, "Di sinilah, kalian bersembunyi. Aku akan mengatakan kepada, Hector!" batinnya. Ia melesat secepat kelelawar membelah malam.
***
Alan dan orang tuanya memasuki rumah, "Aku merasa seseorang mengikuti, kita?" ucap Gwendolyn.
Ia memandang ke luar rumah, "Benarkah?" tanya Andre.
"Iya, Dre! Apakah kita harus bersembunyi?" tanya Gwendolyn sedikit khawatir.
"Baiklah, kita pindah saja dulu." Andre menatap wajah istrinya, ia tahu naluri istrinya selalu benar.
"Mengapa kita harus pindah, Pap?" tanya Alan.
"Kita tidak akan sanggup melawan vampir tua yang sangat banyak. Jika mereka menyerang, kita! Lebih baik kita mundur," balas Andre.
Alan terdiam, ia merasa apa yang dikatakan oleh ayahnya benar adanya. Mereka berhasil menghancurnya Basecamp vampir di Signpost Forest karena mereka adalah vampir muda yang tidak berpengalaman.
Malam itu juga mereka pindah di bagian utara dari Signpost Forest.
***
Alan melesat pergi ke kamar asrama Nayla tetapi ia tidak menemui Nayla. Alan kembali melesat membaui Nayla ke mana pun.
Ia melihat Nayla masih berada di The Day Cake. Alan melihat Nayla dari kejauhan. Ia merasa Nayla begitu ramah dengan semua orang.
Ia selalu tersenyum dan melayani semua pelanggan kafe dengan sabar. Alan selalu merindukan wajah Nayla.
Namun, ia tidak memiliki keberanian untuk menemuinya. Ia takut jika Nayla akan menjerit dan menganggapnya adalah monster yang mengerikan.
Selain itu, ia takut jika suatu saat nanti, semua vampir mengetahui. Bila dialah si pemburu vampir yang sedang dicari seluruh vampir di muka bumi.
Ia tidak ingin membawa Nayla di dalam kehancuran dan kesedihan. Ia juga tidak ingin membuat Nayla menjadi sebuah kelemahannya.
Alan merasakan kegetiran akan hal itu, "Aku hanya ingin berteman .... " Alan membatin masih menatap ke arah Nayla.
Alan merasakan jiwa raganya begitu bahagia. Walau hanya sekedar melihat Nayla. Ia merasa cukup sekedar memandang saja pun tidak mengapa.
Alan pernah membaca di buku-buku cerita, jika cinta yang tulus adalah cinta yang ikhlas melepas kekasihnya berbahagia dengan pria lain.
Alan termenung memikirkan hal itu, ia tidak menyangka di umurnya yang sudah 500 tahun harus jatuh cinta.
"Betapa, lamanya aku menantikan cintaku? Sayangnya, dengan keadaan yang berbeda." Alan membatin, ia masih terus memandang Nayla.
Ia melesat ke pohon yang lebih rindang, berusaha untuk menghilang sejenak. Ia tidak ingin ada yang melihatnya di sana.
Ia membaui beberapa vampir sedang menuju ke arah kafe. Alan terkesiap, ia tidak menyangka jika musuh mereka begitu cepat bergerak.
Ia merasakan aura dari vampir yang begitu kuat. Alan mempersiapkan dirinya, ia lupa membawa senjata. Ia hanya mengandalkan cakar, dan api miliknya.
Ia meraba sepatu botnya, ia masih menyelipkan pedang yang bisa ditarik ulur memanjang yang terbuat dari perak.
"Mom, benar! Ada yang mengikuti kami dari Signpost Forest," batinnya.
Ia masih berusaha untuk melihat dan mendengarkan dengan pasti apa yang mereka cari. Lima orang vampir mendekat ke arah kafe.
Memasuki kafe seakan mereka adalah pelanggan. memesan beberapa minuman, Alan menajamkan pancaindranya.
Ia ingin mendengarkan pembicaraan mereka. Seorang pria vampir bertampang muda dan tampan bertanya kepada Nayla.
"Apakah kalian mengenal keluarga Thompson, di sini?" tanyanya.
Nayla mengeryitkan keningnya, "Saya tidak mengenalnya Tuan. Tuan boleh bertanya kepada Margaret, kasir di depan!" balas Nayla.
Seorang vampir pria lain melihat ke arah Nayla, ia membauinya. Nayla berusaha untuk menjauhkan tubuhnya dari vampir tersebut.
"Maaf, Tuan. Jika tidak ada lagi yang akan Tuan pesan. Sebaiknya saya akan melayani tamu, yang lain!" balas Nayla berusaha untuk kabur.
Namun, si pria menarik tangan Nayla membuat Nayla jatuh ke pangkuannya. Nayla menampar wajah si vampir, sayangnya ia seakan memukul batu keras.
"Apakah pria ini seperti monster yang, kemarin?" batin Nayla.
Seorang wanita memandang Nayla. Ia mampu membaca pikiran Nayla, "Apakah kau bertemu, monster?" tanyanya.
Nayla tergagap ia tidak menyangka jika si wanita mampu membaca isi kepalanya. Nayla berusaha mengingat wajah indah artis kesayangannya.
"Monster yang saya maksud adalah artis kesayangan saya. Maaf, tidak sopan membaca pikiran orang!" sindir Nayla.
Si wanita tercekat, ia tidak menyangka. Jika wanita muda di depannya bermulut tajam. Ingin rasanya ia mencabik tubuh indah Nayla, tetapi vampir yang berwajah tampan mencegahnya
"Lucy, jangan mencari keributan! Bila kau ingin, kau bisa menunggunya pulang!" ucap si pria.
Lucy tersenyum di dalam benaknya, ia tidak menyangka jika Meyer yang patuh pada peraturan membolehkannya bersenang-senang kali ini.
Mereka keluar dari ruangam kafe. Mereka berpisah di jalanan, Lucy menanti Nayla di perempatan gelap ia menunggu mangsanya dengan sabar.
Nayla pulang dengan wajah lelah, ia menelusuri jalanan gelap dengan keberanian. Bruk!
Sesuatu terjatuh dari angkasa.
Nayla melompat menjauhi, ia mencoba untuk mengamati sesuatu yang berdiri di dalam keremangan malam.
Nayla tercekat, seorang wanita telah berada di depannya, wanita yang mengganggunya di kafe. Seorang pria berada di sisinya muncul seperti bunyi sesuatu yang berat rerjatuh.
"Akh, Lucy. Kau ingin menikmati buruanmu sendiran. Apakah kau tidak ingin membaginya denganku? Aku ingin menikmati tubuhnya dan kau darahnya," ujar si pria.
"Kau mengganggu kesenanganku saja, Felix!" sanggah Lucy, "baiklah, bawalah dia ke tempat sepi dan gelap. Ayo," ajak Lucy.
Felix menyambar tubuh Nayla yang masih terbengong. Nayla berusaha untuk memukul seluruh tubuh musuhnya.
Namun, si vampir bernama Felix semangkin tertawa geli.
Ia merasakan kebodohan yang dilakukan oleh Nayla. Ia membawa Nayla ke sebuah rumah kosong.
Melemparkan tubuh Nayla di sebuah ranjang, "Ayolah, Manis! Nikmati, saja. Percuma kau melawan," ujar Felix.
Ia melompat ke tempat tidur ingin menggagahi Nayla. Namun, sebuah tendakan menghantam tubuh Felix. Membuat Felix menerobos semua dinding beton rumah.
Ia terlempar jatuh ke jalanan beraspal. Lucy terperanjat. Ia tidak menyangka jika ada kekuatan vampir yang sangat dahsyat setara dengan Hector.
Ia berusaha untuk melesat mencari vampir yang menendang Felix, ia hanya melihat seorang pria tinggi berpakaian hitam dengan hoodie-nya.
"Siapakah, kau? Apakah kau yang telah menghancurkan Signpost Forest?" tanya Lucy.
Alan hanya diam saja, ia malas berbicara. Ia menyerang lucy dengan cakarnya, Lucy berusaha untuk melompat dan membalas serangan Alan.
Felix maju membantu Alan, ia berusaha untuk menyudutkan Alan dengan kekuatan setruman dan pengendalian alam bawah sadar Lucy.
Keduanya memiliki kekuatan gaib. Mereka berusaha untuk menjatuhkan Alan.
Namun, vampir yang mereka hadapi bukanlah vampir yang mudah untuk dikalahkan.