Alan dan Nayla memasuki sebuah kota berharap masih ada penduduk atau cafe 24 jam untuk Nayla menyantap makan malamnya. Ia hanya makan saat berada di Kota Atqia Qvik, "Aku rasa kita singgah sejenak," ujar Alan. Ia tahu cacing di perut Nayla dari tadi sudah berbunyi minta diisi berbeda dengannya.
Namun, mereka tidak melihat siapa pun. Kota terlihat sepi dan lengang deru angin merayap, cahaya dari listrik pun padam. Nayla berusaha untuk menyatukan pandangannya dengan keadaan ia melirik ke arah Alan, "Betapa enak menjadi Alan. Ia bisa menyesuaikan kondisi tubuhnya dengan semua keadaan," batin Nayla.
Ia berusaha berjalan perlahan dengan menyeret kakinya, Alan memperhatikan semua itu. Ia langsung menyambar tubuh Nayla membawanya melesat melewati jalanan yang sedikit melesak ke dalam tanah juga beberapa pecahan-pecahan kaca dan sisa gedung yang roboh.
"Aw! Kamu selalu berbuat sesukamu, Alan!" ucap Nayla. Alan hanya menoleh ke arahnya dengan bingung, "Aku kira kamu kesulitan berjalan di sana, karena terlalu gelap. Lagian aku yakin, kamu akan terjerembab di sisa reruntuhan, gedung!" balas Alan dingin.
"Tidak bisakah engkau permisi sebelum menyambarku? Aku seperti anak ayam yang sedang disambar oleh elang," omel Nayla.
Alan terdiam dan membayangkan, "Hehehe! Bukankah memang begitu adanya? Aku adalah monster dan kamu adalah makananku! Bukankah begitu rantai makanannya?" balas Alan.
Nayla terdiam, naluri binatang dan monster Alan di dalam tubuhnya yang mendorong melakukan hal itu. Alan melesat dengan cepat meninggalkan sepeda motor mereka di belakang. Ia tahu akan sulit menaiki sepeda motor di tengah malam di antara puing-puing gedung yang roboh.
Nayla di berada di kepitan tangan dan pinggang Alan seakan Alan menjinjing suatu beban yang sangat ringan. Nayla menyibak sedikit rambutnya, saat Alan berhenti di suatu rumah kosong.
Nayla memperhatikan Alan yang sedang memandang ke sekitarnya seakan matanya adalah sinar x-ray yang mampu menembus semua celah. Nayla masih menyibak rambut sepinggangnya. Alan melesat secepat kilat masuk ke dalam rumah, "Hanya rumah ini yang masih aman," ucap Alan menurunkan Nayla.
Alan melesat mencari saklar lampu dan menghidupkannya. Seketika cahaya terang benderang, Nayla membuka kulkas mencari makanan. Mengambil yogurt dan susu juga sebungkus roti keras, membawanya ke meja makan dan memakannya.
Nayla melihat Alan melesat ke sana kemari seperti angin membaui sesuatu, "Ada apa, Al?" tanya Nayla.
Alan hanya memandang ke arah Nayla sekejap, "Agak aneh! sepertinya di sini tidak ada zombi, bukan juga vampir maupun werewolf. Mengapa segalanya menjadi kacau? Aku tidak bisa mencium bau apa ini," balas Alan melesat ke arah kursi di depan Nayla,
"Kehancuran ini sepertinya baru 2 atau 3 hari lalu. Tapi, kekuatan seperti apa yang bisa menghancurkan satu kota?" tanya Alan pada dirinya sendiri.
Nayla masih makan dan berusaha untuk mencerna arah pembicaraannya dengan Alan.
Ia hanya memandang Nayla yang makan dengan lahapnya, "Bila kau lapar, Nay! Seharusnya kau katakan, aku tidak tahu bila kamu lapar. Aku bukan seorang cenayang," balas Alan.
"Baiklah, Al! Bila besok aku lapar aku akan mengatakan kepadamu," balas Nayla tersenyum dan minum susu langsung dari kotak kemasan.
Duar! Duar!
Ledakan terdengar Nayla langsung mencabut pedangnya. Alan melesat meninggalkan Nayla. Alan melihat dua orang manusia berlari ke arahnya, dengan berusaha untuk menyelamatkan diri mereka dari sesuatu yang mengejar mereka.
"Tolong, Tuan!" teriak seorang pria yang langsung jatuh terjerembab. Alan berusaha untuk menolongnya, tetapi ia mencium bau darah dari kaki si pria yang tertusuk kayu. Alan melompat menjauh, "Nayla!" teriak Alan.
Nayla melesat mendekati si pria dan berusaha untuk menghentikan pendarahannya. Nayla memberikan sebuah botol obat semprot yang diberikan oleh Andre. luka segera menutup dan menghentikan pendarahan, tetapi bau darah telah mengundang vampir burung mendekat laksana burung pemakan bangkai mencari mangsa.
Grakkk! Grakk!
Suara vampir putih bersayap yang tebang dan hinggap di puing gedung dan rumah-rumah warga yang hancur.
Nayla mengeluarkan senjata boomerangnya, ia tidak ingin ditangkap dan dibawa terbang lagi. Seorang vampir mulai melempari Nayla dengan bongkahan batu. Nayla berjumpalitan menghindarinya. Alan melompati puing-puing bongkahan gedung langsung menebas vampir.
Teriakan vampir burung menggema membuat gerombolannya semangkin banyak. Nayla tercekat ia melontarkan boomerangnya untuk membunuh vampir, ia merasa sedikit gembira boomerangnya dengan mudah melukai vampir yang sedang terbang sehingga ia tidak perlu bersusah payah menyentuhnya.
"Hebat! Aku akan berterima kasih kepada Tuan Andre," teriaknya.
Ia kembali bertarung dengan vampir yang mencoba untuk menyerangnya dengan cakaran dan taring. Nayla dan Alan melompat, berusaha untuk menghindari semua itu, Alan menebaskan pedangnya berusaha untuk menyentuh musuh.
Akan tetapi, vampir yang memiliki sayap sedikit unggul karena ia berada di angkasa, "Sial, sejak kapan ada vampir seperti ini?" batin Alan.
Ia berusaha untuk menebaskan pedangnya, "Nay," batin Alan ketika vampir burung berusaha untuk menyambar tubuh Nayla untuk membawanya terbang Nayla berhasil berjumpalitan.
Akan tetapi, vampir yang lain kembali menyerang Nayla dan berhasil mencengkram tubuh Nayla membawanya ke angkasa. Nayla berusaha untuk melepaskan tubuhnya, "Sial, bisa-bisanya aku tertangkap?" teriak Nayla. ia mengambil pistolnya dan dor!
Vampir tersebut menguik kesakitan dan lenyap meninggalkan asap putih. Tubuh Nayla melayang jatuh dari ketinggian meluncur secepatnya mencapai tanah. Namun, Alan secepatnya menyambar tubuh Nayla dan membawanya melesat ke undakan puing-puing gedung, " Apakah kamu tidak apa-apa?" tanya Alan sembari memperhatikan Nayla.
"Aku tidak, apa-apa!" balas Nayla berusaha untuk berdiri. Debar di jantungnya bergema. Wajahnya terlalu dekat dengan Alan. Membuat semua indra perasanya bergejolak meningkat.
Keduanya melihat beberapa vampir bersayap masih mengepakkan sayapnya di angkasa dengan cara berbaris berdiri memandang ke arah Alan dan Nayla. Tubuh mereka seperti manusia dan memiliki sayap, hanya saja tubuh mereka berbalut membran seluruhnya berwarna putih, kulit ari tipis yang membungkus sekujur tubuh.
Nayla terus menembak dan meluncurkan boomerang membunuh vampir yang terbang di angkasa dan ingin menyambar mereka. Sementara Alan menggunakan api yang ke luar dari tangannya juga pistol. Keduanya benar-benar menghalau vampir tersebut.
Vampir bersayap itu pun kabur dengan jeritan melengking. Nayla langsung melompat melihat pria yang sedang pingsan di tanah yang sedang terluka tadi. Alan masih berdiri di atas gedung, ia tidak ingin mengambil resiko dengan mendekati pria yang sedang terluka tersebut.
Nayla menyemprotkan cairan yang diberikan Andre, baunya menyengat menyamarkan bau anyir darah. Membuat Alan mendarat mendekati Nayla dan pria tersebut. Ia menggendong pria tersebut dengan mudah membawanya ke rumah yang masih utuh, di mana Nayla mengambil sisa makanan yang ada di kulkas.