" Tentu saja, udara menjadi sangat dingin, kurasa akan terjadi badai" jawab Felix sambik menatap ke arah langit.
"Ayo pulag sebelum terjebak disini" tambah Ivana. Mereka bertiga pun langsung bergegas karena cuaca menjadi sangat gelap dan dingin.
"Biar aku saja yang membayarnya, ya?" tambah Ivana. "Kurasa tidak perlu" sanggah Felix dengan senyum sambil menggaruk garuk kepala, namun Ivana sudah berjalan menuju kasir.
"Meja nomor 13, semuanya berapa?" tanya Ivana kepada kasir, "oh temannya Lachlan?" jawab kasir itu "kalian boleh datang dan pesan apa saja di sini, tidak perlu membayar, Lachlan sering datang dan membantu kami, jadi bagaimana mungkin kami menerima uang darinya" tambah kasir sambil menunjuk kearah Lachlan.
Kali ini bukan hanya mengawasi tetapi Ivana benar-benar merasakan kebaikan hati Lachlan secara langsung, 'sebaik itukah ia disini' guamnya dalam hati.
"Ivana ayo!!" panggil Lachlan cepat. Mereka bergegas berjalan pulang ditengah rintikan gerimis yang dengan cepat berubah menjadi rintikan hujan deras dengan angin kencang.
Hari semakin gelap dipenuhi dengan awan hitam, menandakan akan terjadi badai yang cukup hebat. "Sepertinya hujan semakin deras" ucap Felix dengan nada sedikit tinggi, namun suaranya tak terdengar jelas karena tersapu angin.
"Ha? Ada apa Felix?" tanya Lachlan setelah mendengar kalimat yang kurang jelas dari Felix.
"Hujannya semakin deras kita harus mencari tempat berteduh" teriak Felix dengan kencang mengalahkan suara angin. Mereka pun berjalan sambil mencari tempat berteduh, dan menemukan sebuah gedung tua tak berpenghuni.
"Sepertinya kita bisa berteduh disini" ujar Lachlan, "ya, cepat masuk kita sudah basah kuyup" Felix langsung menerobos masuk.
"Bisa bisanya ada gedung terbengkalai disini!" gumam Felix, "entahlah, yang penting kita bisa selamat dari badai di luar" sahut Lachlan sambil memeras jaket yang ia kenakan "kau sudah menelpon supirmu?" tanya Lachlan pada Ivana.
"Ponselku basah, jadi sudah tak bisa digunakan lagi, mati total!" jawab Ivana dengan wajah cemberut, "haah, mungkin kita memang harus menunggu sampai badai ini berakhir" tambahnya sambil menghela napas.
"Hmm jadi begitu, tapi sepertinya badai ini akan panjang" Felix bergumam sembari menggosok gosok kedua telapak tangannya agar bisa menghangatkan tubuhnya.
Sementara itu Lachlan terus memikirkan firasat yang sempat dirasakannya tadi 'tidak! perasaan itu, bukan tentang badai ini' gumamnya dalam hati.
'Kenapa aku terus memikirkannya? Apa aku pernah merasakan firasat seperti ini sebelumnya?' Lachlan masih bertanya tanya dalam hati.
"Huuft, kapan cuacanya akan membaik" keluh Felix yang terus meratapi badai, "berhentilah mengeluh, kau harus bersyujur kita tidak menghadapinya diluar dan masih sempat mencari tempat berteduh" sanggah Ivana yang masih mengutak atik ponselnya.
"Apa yang kau harapkan pada benda itu, jika sudah basah bisa dipastikan ia tak lagi bisa berfungsi" ucap Felix yang melihat Ivana berkali kali mencoba menyalakan ponselnya.
Booom!
Tiba-tiba petir menyambar salah satu pohon rindang didekat taman kota, tak jauh dari tempat mereka berteduh. Diikuti dengan pancaran kilat yang cukup menyilaukan mata karena kapasitas cahayanya yang begitu terang.
Langit berkali kali mengeluarkan suara gemuruh yang bisa menyebabkan jantung tiba tiba berdegup dengan sangat cepat.
belum lagi udara yang semakin dingin disertai angin yang sangat kencang berhembus dipermukaan, menamdakan badai akak beraksi sedilit lebih lama
Kilauan cahaya biru dan putih beberapa kali berkedip di dalam kepulan awan hitam itu, disusul percikan listrik yang sesekali juga menghantam kebawah.
Setelah menunggu sedikit lama badai akhirnya berakhir, kilatan petir dan hembusan angin yang mengiringi badai itu juga sudah mulai hilang, sementara gumpalan awan hitam yang begitu tebalnya tadi pun ikut memudar perlahan.
Matahari yang bersembunyi di angkasa dibalik awan hitam kini telah menenggelamkan diri bersamaan dengan cahayanya dan bulan mulai memantulkan cahaya darinya.
"Badai sudah berakhir, tapi hari semakin gelap sekarang" Lachlan dan yang lainnya mulai melangkah keluar gedung tua tempat mereka berteduh, "ayo cepat!! kita akan antar Ivana dulu" tambahnya "baiklah" sahut Felix.
* * *
"Aku pulang" Ibu membuka pintu dan melihat Lachlan yang kedinginan, "kau pasti terjebak dalam badai tadi" kata ibu sambil menggandeng tangan Lachlan masuk.
"Begitulah, cuaca tidak bisa di tebak, bu." Lachlan menjelaskan sambil membalut dirinya dengan selimut tebal untuk menghangatkan diri, dan tanpa sadar ia juga langsung tertidur.
Sementara itu dirumah Ivana, Ia terlihat nyaman duduk di sofa tua yang terbuat dari kulit harimau, sofa peninggalan kakeknya yang sangat ia sayangi.
Ditemani api yang menyala di tungku perapian guna menghangatkan kembali suhu tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan, akibat basah kuyup karena badai.
Disertai ponsel yang sudah tidak lagi berfungsi diatas meja kecil di samping sofa, Ivana duduk sambil sesekali menggosokkan kedua telapak tangannya.
Saat sedang nyaman duduk disofa tua berlapis kulit harimau itu sembari menghangatkan tubuh, tiba tiba terlintas di benaknya seseorang yang selama ini diperhatikannya.
Orang yang sering membuat kekacauan saat disekolah namun sangat senang membantu orang lain yang sedang kesulitan, wajahnya mulai menampilkan ekspresi berbeda.
Bibirnya yang tersenyum tipis dengan sendirinya membentuk lesung pipit dikedua pipinya, seraya berkata "kenapa aku tiba-tiba bisa memikirkannya".
'kalian boleh datang dan pesan apa saja di sini, tidak perlu membayar, Lachlan sering datang dan membantu kami, jadi bagaimana mungkin kami menerima uang darinya' Ivana teringat perkataan kasir saat ia ingin membayar minuman mereka.
"Berapa banyak orang yang bersikap begitu padanya? apakah dia sebaaik itu?" gumam Ivana heran, "kenapa dia tidak bisa bersikap seperti itu disekolah, sungguh anak yang membingungkan" tambahnya sambil sedikit tertawa.
"Hei ada apa denganmu?" ucap ayah Ivana yang tiba-tiba berada dibelakangnya, "kenapa kau tertawa, sedang memikirkan seseorang, ya?" tambah ayahnya bertanya.
"Ayah?" Ivana terkejut dengan kehadiran ayahnya, "sejak kapan kau kembali, bagaimana kasusmu?" Ivana melanjutkan kata katanya.
"Baru saja, kami terpaksa memberhentikan penyelidikan karena badai sore tadi" Ayahnya menjawab sembari duduk disofa lainnya diruangan itu.
"Kau tau? Setelah dua belas tahun bekerja sebagai detektif, aku belum pernah menemukan kasus tanpa jejak sedikitpun, mereka sangat teliti, dan bergerak sangat terampil" Ayahnya mulai mengeluh dengan kasus yang sedang ditanganinya.
Ia menangani kasus perampokan yang menyebabkan kematian komandan kepolisian disana, mereka langsung bergerak setelah mendapat tugas resmi enam jam setelah kejadian.
Namun, perampokan yang terjadi seakan menjadi momok untuk reputasi mereka, karena sudah satu minggu setelah mendapat surat tugas mereka belum juga mendapat hasil apapun.
"Aku akan tetap berusaha mengungkap mereka, kita harus menangkapnya" tegas sang Ayah, "tidurlah, apa kau memanggang kulitmu sampai pagi disini" sambung ayahnya sambil mengelus kepala putri kesayangannya itu.
"Setelah tubuhku benar-benar hangat aku akan kembali kekamar ku" sahut Ivana dengan senyum.
"Baiklah, aku harus menyusul ibumu, Good night sayang" Ayahnya pun bergegas menuju kamarnya.