Melihat telapak tangannya yang hanya berjarak beberapa senti dari wajah Mahrez berhasil menggenggam dan mencegah lesatan mengerikan dari tangan Felix, Lachlan menghela nafas panjang.
"Hm... Tidak perlu mengotori tangan, dia bukan apa apa ayo kita pergi" dengan santainya Lachlan melepaskan genggaman tangannya yang menyegel tangan Felix dan berjalan menjauh dari Mahrez dan teman temannya.
Mahrez yang mendapati wajahnya hampir menjadi sasaran empuk hanya bisa menelan ludahnya karena tidak percaya, bukan karena dia tidak berani untuk berduel namun dia tidak membayangkan hal itu bisa terjadi secepat itu.
"Mengapa kau segegabah itu" dalam perjalanan Lachlan bertanya, ia tidak menyangka Felix senekat itu untuk memberikan pukulan kepada Mahrez.
"Maaf, tapi aku tidak menyadarinya" Felix hanya bisa menunduk dan mengakui kebodohan yang baru saja ia lakukan.
Sangat buruk akibatnya jika mereka bertengkar di sekolah, apalagi mengingat hari ini adalah hari pertama ujian, jadi pasti akan sangat buruk akibatnya jika ada siswa yang bertengkar pada hari ujian.
"Jika itu mendarat tepat di wajahnya tadi, aku benar benar sangat puas" Lachlan bergumam saat tatapannya jauh kedepan.
Felix yang mendengarnya pun hampir tersungkur tidak percaya, jika kau mengharapkan pukulan itu mengapa kau mencegahnya.
Setelah sedikit mengatur napas Lachlan melanjutkan kalimatnya "bukan hanya puas, namun kita juga akan mendapat undangan khusus untuk keluar sekolah"
Barulah Felix mengerti apa yang dimaksud temannya ini, benar saja mereka sudah sangat sering mendapat peringatan, jika mereka melanggar aturan sekolah lagi apalagi memukul siswa di hari ujian, bukankah itu artinya mereka sedang mencatat sendiri surat pengunduran diri dari sekolah dengan sengaja?
"Aku benar benar tidak menyadarinya, kata katanya sangat menyinggungku, jadi tanganku bergerak tanpa memahaminya" sambil mengusap usap tangannya Felix menjabarkan.
Tiba tiba dari belakang ada yang memukul bahunya, "Aww! Apa ini" dengan cepat Felix berbalik dan mendapati Ivana dengan wajah yang sudah tidak menyenangkan.
Menyadari suasana hati temannya sedang kacau Lachlan mencari topik pembahasan untuk memulai percakapan " berapa menit lagi kita akan memulai ujian?" tanya Lachlan berpura pura tidak menyadari Ivana yang sedang menyeramkan.
"Kau pikir aku tidak melihatnya, mengapa kau bertindak sebodoh itu" mengabaikan sambutan Lachlan Ivana menatap Felix seakan ingin menelannya.
"Hampir saja, benar benar hampir saja kau membuat dirimu lulus tanpa ujian" seperti layaknya seorang ibu yang menatap anaknya saat melakukan kecerobohan, hal yang sama terpancar dari wajah Ivana yang sedang menatap Felix.
Felix hanya bisa beradu tatap dengan Lachlan dan mengerutkan dahinya, aku sudah mengakuinya, oke. Kenapa kau tiba tiba datang seperti seorang ibu yang melihat anaknya yang diam diam melakukan kenakalan di belakangnya.
"Hah, sudah lupakan, fokuslah pada ujian" setelah menenangkan diri sejenak Ivana meredakan emosinya dan menenangkan kondisi sekitar.
"Dari mana saja kau, apa kamu baru tiba?" Lachlan dengan sigap mengalihkan topik saat menyadari Ivana yang sudah mulai tenang.
"Aku sudah tiba dari tadi namun aku meluangkan waktu sebentar di dalam perpustakaan sekolah" dengan tenang Ivana menjawab, dia sangat berkompeten dalam hal pelajaran di sekolah dan salah satu siswa yang selalu mempertahankan nilai di urutan teratas bersaing dengan Mahrez.
Jadi, bagaimana mungkin ia bisa santai saja saat ujian akan dimulai, sebagai seorang kutu buku sudah pasti dia akan menghabiskan banyak waktu dengan buku buku sebelum menjalani ujian.
Setelah perbincangan yang sedikit panjang mereka segera menuju ruang kelas karena waktu ujiannya sudah tiba, tidak butuh waktu lama untuk tiba di kelas, mereka langsung mengambil tempat duduk untuk memulai ujian.
Ujian segera dimulai, seorang guru laki laki yang berusia sekitar tiga puluh lima sampai empat puluhan memasuki ruang ujian dengan langkah besar.
"Baik anak anak, seperti yang sudah dijadwalkan hari ini kita akan memulai ujian untuk kelulusan kalian..." dengan tegas dan suara yang lantang pria paruh baya itu menjelaskan banyak hal dan peraturan yang harus ditaati saat mereka sedang menjalankan ujian.
"...jika ada yang ketahuan melakukan kecurangan, baik individu atau kelompok, mereka akan segera dikeluarkan dari ruangan ini" gema suaranya yang memantul di dalam ruangan didengarkan oleh semua siswa dengan seksama, kecuali Lachlan.
Ia terlihat tidak nyaman berada dalam ruangan itu, beberapa kali menatap ke pintu dan jendela seperti orang yang tidak sabar untuk keluar dari ruangan.
"Baiklah saya sudah selesai dengan tata tertib dan peraturan" setelah memaparkan beberapa aspek dia selesai dengan kata kata pembuka nya dan membuka kotak yang berisi lembar soal yang akan dikerjakan para siswa.
"setelah saya membagikan kertas ini, tidak ada pandangan ke pintu, jendela apalagi ke lembar jawaban orang lain" menekankan kata katanya sambil menatap tajam Lachlan yang sedang tidak fokus dengan arahannya.
Lachlan yang sadar disindir pun langsung tersentak dari ketidak nyamanannya, 'siapa juga yang ingin mencontek, aku hanya merasa sedikit tidak nyaman, oke! Jadi mengapa kau harus menyindirku seperti itu.
Dengan wajah datarnya, sang guru itu membagikan lembar soal pada para siswa sembari memastikan tidak ada contekan atau catatan khusus di meja dan sekitar mereka, setelah selesai membagikan ia kembali ke tempat duduknya.
"Ujian diMulai!!!"
Suaranya mengisi seluruh ruangan, seketika para siswa langsung mengalihkan perhatian mereka pada lembar soal yang sudah dihidangkan di hadapan mereka.
Dengan seksama para siswa menjawab satu persatu soal dan menuju ke soal berikutnya, Felix terlihat kesulitan bahkan dari soal pertama, namun berkat beberapa teori yang diajarkan Ivana ia bisa memecahkan masalah yang ada dalam soal.
Karena pengalaman menjadi Atlet catur, kemampuan analisanya yang baik dan ingatannya yang kuat sepertinya tidak sulit bagi Felix untuk menjadi lebih cerdas dibanding sebelumnya, mungkin hanya karena minat belajarnya yang benar rendah, maka ia bisa berada diambang kehancuran di ujian tahun lalu.
Berbeda dengan Lachlan yang memang tidak memiliki minat sama sekali dalam hal pelajaran akan lebih sulit untuknya menjawab soal ujian, pelajaran yang diberikan Ivana kemarin beberapa muncul dalam soal, tapi itu terlalu sedikit untuk mencapai batas nilai minimal.
Berbanding terbalik dengan kedua temannya, Ivana sedikit lebih mudah untuk menjawab kebanyakan soal yang diujikan, hobinya yang suka membaca buku membawa keuntungan baginya, karena sering menghabiskan waktu di perpustakaan, tak jarang ia membaca buku buku di tingkatan yang sedikit lebih sulit dari pelajaran yang dipelajarinya di kelas.
Karena seringnya membaca bahkan di tingkatan yang lebih tinggi, tidak menutup kemungkinan dirinya memiliki wawasan pengetahuan yang lebih tinggi pula dibandingkan teman sekelasnya, apalagi dua sahabatnya.
Sementara Mahrez, kecerdasannya seperti bakat, ia selalu dengan mudah memahami pelajaran disekolah, bahkan ia juga menjalani les privat di rumahnya, hal ini tidak lepas dari ambisinya yang selalu ingin berada di peringkat paling puncak, satu satunya saingan yang dimilikinya adalah Ivana.
belum lama saat ujian baru saja dimulai tiba tiba terdengar kekisruhan diluar.