"Dan kalian tidak akan bisa menjawab soal soal itu bahkan dalam seminggu" dengan nada yang terdengar sedikit sinis Ivana menyanggah.
Setelah melalui beberapa perdebatan yang tak satupun mereka menangkan dan semua alasan dipatahkan dengan Ivana mereka dengan terpaksa belajar bersama dengan Ivana.
Ivana dengan tekun membimbing temannya untuk mempelajari materi materi yang sudah dikuasainya, berharap mereka memahaminya dengan baik.
Ditengah pelajaran yang mereka jalani Lachlan mengingat sesuatu, ia mengingat manusia robot dan ukiran aneh di punggung pengantin bunuh diri yang hampir meledakkan dirinya di tengah kota.
Tepatnya saat Lachlan sedang membaca salah satu buku dan membolak balik salah satu buku, terdapat gambar yang sama di salah satu halaman buku tersebut dengan ukiran pada tubuh robot itu.
"Ini... Gambar apa ini" karena rasa penasarannya ia bertanya pada Ivana tentang gambar yang dilihatnya itu, gambar yang ada pada buku terlihat lebih jelas namun ia masih tidak mengetahui gambar apa itu.
"Itu... Aku juga tidak tahu, kita tidak pernah mempelajari tentang simbol simbol seperti ini, kan?" dengan sedikit kebingungan terpancar di wajahnya, Ivana menjawab sedikit ragu ragu.
"Kenapa? Ada apa dengan gambar itu?" sahut Felix memperhatikan gambar yang ditunjukkan Lachlan.
"Ah, tidak apa, aku cuma sedikit penasaran" dengan cepat Lachlan menjawab dengan sedikit tertawa.
Tidak mungkin baginya menjelaskan kepada Ivana dan Felix kalau ia telah melihat gambar serupa di tubuh salah satu komplotan bertopeng yang belakangan ini meneror kota.
Melihat buku yang menuliskan simbol yang sama dengan apa yang dilihatnya beberapa hari lalu di tubuh salah satu orang bertopeng itu, ia merasa sedikit memiliki petunjuk untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang organisasi atau komplotan ini.
"Boleh kupinjam buku ini beberapa hari?" Lachlan tidak bisa menahan diri untuk meminjam buku agar bisa menyelidiki gambar yang ada didalamnya.
"Sepertinya kau sangat tertarik dengan simbol itu, bawalah" Ivana mengangguk tanda setuju, lalu ia melanjutkan memberi beberapa materi kepada dua temannya layaknya seorang guru kursus.
"Beberapa hari lalu, kita sudah diberikan kisi kisi soal agar saat belajar untuk soal soal ujian bisa lebih terstruktur, apa kalian ada menyalinnya" dengan nada yang tegas Ivana menjelaskan dan bertanya.
"Kurasa aku melewatkannya" Felix menggeleng kepalanya, bukannya tidak mau menyalinnya, bahkan ia tidak tau kalau kisi kisi sudah diberikan.
Begitu pula dengan Lachlan yang sebelas dua belas dengan Felix, dia hanya mementingkan tugas yang harus dikumpulkan, bagaimana ia bisa memperhatikan sesuatu yang tidak wajib untuk disalin.
"Aku sudah menduganya... Ini aku sudah menduplikatnya untuk kalian berdua" dengan santai Ivana mengambil beberapa lembar kisi kisi yang sudah ia persiapkan tadi dan memberikannya kepada Felix dan Lachlan.
Setelah mendapatkan beberapa lembar kertas yang berisi kisi kisi untuk mereka pelajari, mereka berdua sepertinya mulai serius untuk belajar.
"Sepertinya kau sudah sangat dekat dengan cita citamu, Ivana" dengan sedikit tersenyum, Lachlan mengenterupsi.
mengingat kepedulian Ivana dan kerja kerasnya untuk mereka berdua, tidak terlepas dari cita citanya menjadi guru dimasa depannya, jadi ia merasa harus melatih diri untuk memperhatikan kedua sahabatnya agar sedikit lebih peduli dengan sekolahnya.
"Masih sangat jauh untuk membandingkannya, jangan terlalu berlebihan" Ivana menyanggah dengan sedikit gugup karena pujian yang Lachlan berikan.
Menyadari semuanya ini benar benar peduli dengan mereka berdua, Lachlan dan Felix pun menghentikan protes dan alasan yang sedari tadi mereka lontarkan, mereka mulai serius dalam bimbingan yang Ivana berikan.
* * *
Disekolah.
Lachlan dan Felix berjalan di halaman sekolah sambil menunggu waktu ujian mereka tiba, dengan tas ransel dan sepatu casual hitamnya Lachlan menyusuri beberapa tempat di halaman sekolah untuk bersantai.
Saat mereka berdua tiba disalah satu kursi panjang yang berada tak jauh dari ruang ujian, tepat saat mereka ingin duduk ada orang yang tiba tiba duduk di kursi itu.
"Hei ada apa denganmu?" Dengan nada meninggi Lachlan bertanya pada orang yang merebut kursi mereka itu.
"Tentu untuk duduk" dengan tenang ia mengangkat kedua kakinya naik ke kursi lalu meluruskannya sehingga memenuhi kursi.
"Singkirkan kakimu, kursi ini masih cukup untuk tiga orang" ucap Felix sambil menahan emosinya, kursi yang ingin mereka duduki tidak terlalu panjang dan hanya muat untuk tiga orang.
Namun, apa apaan orang ini dengan tiba tiba mengambil alih kursi dan menguasainya sendirian, seakan akan mengibar bendera peperangan.
Tidak lama setelahnya ada dua orang lainnya mendekat, ia adalah teman dari siswa yang mengambil alih kursi yang ingin diduduki Lachlan dan Felix, Mahrez dan Garmon.
Begitu Mahrez dan temannya datang orang tadi langsung menuruni kaki nya dan membiarkan Mahrez dan Garmon untuk duduk.
"Terima kasih, Alfred" dengan senyum sinis dan lirikan dari ekor matanya mengarah pada Lachlan ia dengan santainya duduk di kursi itu.
"Apa apaan ini, kami datang lebih dulu dan kau merebutnya" melihat sikap ketiga temannya itu kemarahan Lachlan benar benar hampir diujung tanduk.
"Lalu? Kami lah yang duduk terlebih dahulu, maka silahkan cari kursi yang lain karena ini sudah penuh" dengan tenang Mahrez membalikkan kata kata Lachlan.
'Cari kursi yang lain? Hei kamilah yang lebih dulu datang, kenapa kami yang harus repot repot untuk mencari kursi lain, tidak tahu malu'
"Jangan berlagak sok keren, kami tidak mau cari masalah, kalianlah yang tiba tiba datang saat kami mau duduk" dengan tangan yang sudah mengepal dan siap melayang kapan saja, namun Felix masih menahan amarahnya.
"Kami tidak datang untuk cari masalah" Mahrez menggeleng kepala dan menatap tajam mereka berdua.
'Kau pikir kami apa, kau datang tiba tiba dan mengambil tempat duduk kami dan masih mengatakan kau tidak datang untuk cari masalah! Kau tahu, kau lah masalahnya' mendengar Mahrez yang berlagak hebat itu benar benar memicu amarah Lachlan dan Felix.
Namun karena di hari ujian ia tidak bisa meluapkan amarahnya, "bagaimana orang seperti ini bisa ada" Lachlan menggertakkan giginya karena lelah menahan emosi yang sudah tersulut.
"Ada apa? Kalian ingin berdiri di depan ku terus sampai waktu ujian tiba" senyum sinis terealisasikan di wajah tampan Mahrez dengan sangat nyata.
Membuat Felix hampir kehilangan kesabaran dan tanpa sadar tangannya yang mengepal erat sudah melayang dengan cepat memburu kepala Mahrez.
Plak!
Mahrez tersentak seketika, Alfred dan Garmon yang dari tadi berlagak sombong pun terpelongo melihat adegan yang tidak diharapkan ini tiba tiba terjadi.
Felix yang tanpa sadar dengan luapan amarah yang terus dipancing dan dibesarkan dengan tindakan tidak menyenangkan dari Mahrez juga terpaku diam melihatnya.
Tepat saat tangannya yang sudah mengepal erat siap mendarat dan menghancurkan wajah tampan Mahrez, dengan cepat Lachlan merespon dan menghentikannya dengan telapak tangannya.