Chereads / Between Us : Apologize / Chapter 3 - Loco

Chapter 3 - Loco

Siang itu Guru yang seharusnya mengajar di kelas Zefa malah izin untuk pulang sebab kondisi tubuhnya tidak memadai untuk melangsungkan acara mengajar. Akibatnya, kelas pada hari itu sangat kacau bahkan ada yang lebih membolos dari pada masuk ke kelas.

Agus yang saat itu menghampiri Maria langsung duduk di sampingnya, ia memperhatikan sejemang Maria yang sedang memunggunginya karena ia mencari cahaya yang pas untuk meratakan semua bedak.

Dari pantulan cermin yang membiaskan diri. Maria bisa melihat Agus yang duduk santai di samping bangkunya, lantas ia menutup bedaknya serta membenarkan posisi berhadapan dengan Agus.

"Gus, gus lihat aku dah cantik apa belum?" tanyanya. Agus yang tengah sibuk membaca tulisan di papan tulis itu pun menoleh ke arah temannya.

Walau ia membelalak—terkejut, karena hasil dandanan Maria kali ini bisa dikatakan berlebihan. "Anjir! kayak mbak-mbak kunti mau pengantinan," ejek Agus yang tertawa melihat wajah Maria.

"Apa? Masak iya sih," sahut Maria. Ia pun lekas membuka kembali bedaknya serta memperhatikan pantulan wajah di kaca benda tersebut.

"Ih enggak kok, kamu aja Gus yang gak bisa bedain, mana putih, sama mana yang dempulnya tebel," sosor Maria.

"Serah deh Maria... Serah, cewek mah gitu gak mau protesin." Agus beranjak dari tempat duduknya.

Agus padahal tengah kalut dengan pikirannya sendiri. Ia penasaran dengan isi kotak yang Zefa berikan. Namun, ia juga enggan membukanya, lantaran itu sedari awal juga bukan tertuju padanya.

Berhubung si pemilik aseli tidak mau melakukan hal tersebut serta menyerahkan semuanya pada Agus yang juga bimbang jika ia membuka kotak tersebut.

Akhirnya, Agus memutuskan untuk membuang kotak kecil tersebut ke dalam tong sampah.

***

"Di buang? Sial padahal aku sudah susah-susah membelinya," gerutu Joshua. Ia mendengkus sebal kala melihat kotak kecil yang ia berikan pada Zefa tergeletak di dalam tong sampah.

Tanpa ada keraguan dan rasa jijik. Joshua kemudian memungut kotak tersebut dan membersihkannya dengan mengelap—menggunakan sapu tangan yang ada di dalam sakunya.

Secara kebetulan, Zefa yang hendak pergi ke toilet tidak sengaja itu pun, melihat Joshua yang ada di luar kelasnya. Sekilas ia mendapati pria tersebut tengah memegang sebuah kotak kecil di tangannya.

Zefa membelalak tatkala mengenal benda tersebut ternyata di buang oleh Agus. Ia pun dengan cergas buru-buru masuk ke dalam kelas kembali, serta bersembunyi di balik dinding—sekat kelas.

'Aish, padahal mau ke toilet malah ketemu senior itu. Tapi tunggu apa yang dia lakukan di sana? Dia juga membawa kotak tadi yang ku berikan pada Agus.'

Pikiran Zefa tiba-tiba saja berkecamuk. Apalagi ketika Joshua menyadari keberadaan Zefa. Ia berjalan masuk ke kelas dan melihat Zefa yang tengah memikirkan sesuatu sampai tidak menyadari keberadaannya di sana.

'Berani-beraninya dia membuang kotak yang kuberikan padanya' pikir Joshua.

Tatapannya spontan menajam saat melihat Zefa dengan raut wajah polosnya. Apalagi, semua murid yang berada di kelas itu pun—terkejut saat kedatangan Joshua si senior yang paling garang masuk ke kelas mereka.

Tapi ada juga sebagian siswi yang mengambil kesempatan ini untuk caper pada kakak kelas yang populer tersebut dengan menyelipkan surai rambutnya ke belakang, atau berdeham mencoba untuk mencari perhatiannya.

"Kak Joshua!" Taeriakan salah satu siswi itu membuyarkan lamunan Zefa. Ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah papan tulis kelas. Seketika itu matanya membesar karena melihat Joshua yang tengah menatapnya dengan tajam dengan melipat kedua lengan di depan dada.

Zefa menelan ludahnya ketika Joshua menghampiri dengan gagah tanpa memperhatikan teman-teman Zefa yang lainnya. "Kenapa kau membuang kotak yang kuberikan?" tanya Joshua.

Zefa spontan melangkah ke arah samping untuk menghindari dirinya. Walau lengan besar mengurung pergerakan Zefa hingga membuat dentuman aneh pada detak jantungnya.

Di banding merasakan debaran cinta atau apalah yang akan membuat pipi wanita memanas. Zefa lebih ke merasa takut—pada Joshua dengan tatapan tajamnya.

Zefa merenat rok untuk menyalurkan semua rasa yang tengah menghantam tubuh seperti takut, cemas dan malu karena kini temannya saling berbisik hingga ada yang memotret mereka. Belum lagi, menahan hasrat panggilan alam ingin segera ke toilet—mungkin.

"Ku tanya sekali lagi kenapa kau buang kotak itu? Jawab!" tekan Joshua. Zefa sudah tidak tahan untuk kantong kemih yang tidak bisa di ajak kerja sama. Masa bodoh jika di depannya sekarang adalah seorang Dinosaurus. Ia butuh toilet!

Maka dari itu, Zefa dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian serta mendorong tubuh Joshua untuk terlepas dari kungkungannya. "Masa bodoh dia akan menelanku sekalipun. Udah gak tahan," gumam Zefa.

Sedangkan, pria yang kini tertinggal di dalam kelas, tengah menyeringgai sembari mengusap surai rambutnya—frustasi. "Astaga, berani-beraninya dia..." umpat Joshua.

Amarahnya tiba-tiba saja membuncah, ia mengedarkan pandangan sejemang pada ke seisi kelas dengan menebarkan tatapan tajam serta meninggalkan kelas Zefa dengan memberikan segudang tanda tanya di masing-masing otak teman-temannya.

***

"Ahh akhirnya lega juga." Zefa menghela napasnya, setelah beban berat beberapa waktu lalu tertuntaskan dengan cepat. Ia kemudian mencuci kedua lengannya.

Mengeringkan anggota tubuh tersebut dengan tissue serta menatap biasan diri dari pantulan cermin di atas wastafel. "Wow, ternyata aku cantik juga," gumamnya dengan percaya diri.

Ia menatap rambutnya yang terkepang di bagian kiri. Menatap sejemang kedua siswi yang baru memasuki toilet, serta dirinya kemudian fokus kembali pada surai acak tersebut.

Kedua siswi tersebut sibuk dengan salah satu dari mereka mencuci tangan, kemudian satunya lagi mempertebal make up untuk memaksimalkan penampilannya hari ini.

"Eh kamu tahu gak si Joshua anak kepala sekolah itu?" tanya Susi. Zefa bisa melihatnya dari name tag seragam sekolah siswi tersebut.

"Iyalah, siapa sih yang enggak tahu dia. Kenapa emang?" tanyanya.

"Denger-denger dia mau nembak cewek."

"Hah? Masa sih? Woah! Kalau aku di tembak sama dia bakalan aku terima langsung tanpa banyak mikir. Secara dia kan tajir, tampan dan dia juga ga pernah pacarankan?"

"Pernah dulu waktu SMP tapi pacarnya gak betah sama dia," jawab Susi.

"Wah sayang sekali."

"Ya, walaupun tajir sama ganteng, si Joshua itu pemarah dan posesif tahu."

"Kalau aku sih Oke kalau yang posesif kayak Joshua. Ngomong-ngomong, bukannya cara nembak Joshua itu suka nyimpan kotak kecil di bangku cewek yang bakalan dia tembak yah?" tanyanya.

"Heem bener, jadi kita harus perhatiin setiap kelas, takut ada kotak kecil di atas meja selain milik kita. Joshua kan inceran sejak aku masuk sekolah ini," sahut Susi.

Mendengar kata-kata 'kotak kecil' Sontak saja hal tersebut membuat Zefa terkejut. Ia segera menuntaskan urusannya kemudian kini kembali ke kelas dengan perasaan was-was.

Tidak mungkin Joshua menyukainya karena mereka hanya baru satu kali berpapasan. Dan itupun secara tidak sengaja.

Zefa juga baru mengetahui Joshua merupakan anak kepala sekolah berparas paripurna, namun juga posesif serta pemarah—kalau kata orang.

Namun intinya, tidak mungkin kan, Joshua tiba-tiba memberinya kotak untuk menyatakan perasaan sukanya padahal mereka baru bertemu satu kali, atau mungkin jika di kelas yang tadi adalah pertemuan kedua.

Joshua terlihat sangat marah karena dia membuang kotak yang belum sempat Zefa buka karena memang ia sungguh tidak penasaran dengan isinya.

Akan tetapi, jika begini akhirnya.

Sisa perjalanan masa sekolah menengah Zefa, tidak akan tenang karena di ganggu Joshua.

"Matilah aku..."

To Be Continued...