Evelyn tengah berjalan memasuki komplek rumahnya. Dia hanya menghitung empat rumah saja dari gerbang komplek utama untuk bisa sampai di rumahnya.
Rumah dengan nuansa kayu itu, berdiri kokoh di atas tanah seluas seratus meter, dan menghadap barat.
Gerbang kayu berwarna coklat itu Evelyn buka dengan perlahan. Membuatnya bergeser ke sisi kanan. Menampilkan halaman rumah yang luas dengan taman mini yang menghiasi sebagian halaman, membuatnya terkesan asri dan sedikit modern dengan tambahan beberapa pot bunga minimalis yang terbuat dari kayu dan keramik.
Sampai di pintu utama, Evelyn mendorong knop pintu yang terbuat dari besi itu. Menampilkan sebagian ruang tamu yang terlihat dari luar.
Dua set sofa busa di tempatkan di sisi kanan dan kiri. Sedang dekat tangga terdapat satu set bufet kaca besar dengan cat kayu berwarna emas dan di beberapa bagian berwarna putih.
Evelyn berjalan menuju tangga menuju pintu kayu yang terdapat gantungan dream catcher berwarna lavender yang menggantung di depannya.
Setelah membuka pintu itu. Evelyn segera menaruh tas di dekat kasur dengan spray berwarna lavender juga.
Setelah itu ia merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi menghadap ke atas.
Matanya menatap atap kamar yang putih bersih dengan lampu yang menggantung.
"Sayang!" Teriak seorang wanita paruh baya yang kini memasuki kamar.
Evelyn tidak menyahut. Ia lebih memilih diam.
Wanita paruh baya itu mendekati Evelyn, duduk disisi ranjang sembari tersenyum tipis.
"Gimana keadaan Aris?" Ujarnya.
Evelyn menatap wanita paruh baya itu sembari tersenyum. Evelyn lalu berkata, "Keadaan dia baik-baik aja ko. Malah ada perkembangan. Yang tadinya ga bisa bangun, sekarang bisa bangun."
Wanita itu tersenyum tipis.
"Alhamdulillah kalo gitu sih. Mamah juga nanti malem mau jenguk. Kamu mau ikut jenguk lagi?" Tawar wanita paruh baya itu yang ternyata mamahnya.
Evelyn menggeleng, "Evelyn cape mah. Mau istirahat." Ujar dengan raut lesu.
Mamahnya kembali tersenyum tipis, menepuk kaki Evelyn seraya berkata, "Yaudah, mamah mau siap-siap dulu. Kalo kamu mau makan. Di meja makan ada sop ayam kesukaan kamu." Setelah itu, beliau pergi.
PING!
Sebuah notifikasi berdering dari ponsel Evelyn. Dia yang sedang rebahan pun terpaksa meraih ponselnya yang berada di laci samping ranjang.
Ia kemudian membukanya dan langsung mendapatkan spam dari Rania. Ia menanyakan tugas rangkuman yang akan di kumpulkan besok. Sontak Evelyn sedikit terkejut karena ia belum menyelesaikan tugas yang diberikan tersebut.
Secara kilat, ia segera bangun, bergerak menuju meja belajar dan segera menulis rangkuman.
Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit. Masih ada waktu untuk mengerjakannya. Kali ini, ia lebih santai.
Setelah menulis beberapa menit, ia menilik jam lagi yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Melihat itu, ia sedikit meregangkan badannya, lalu berdiri dan bergerak ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang sudah bau.
Kali ini, ia mandi air hangat. Kebetulan, suasana diluar sedang hujan dan cukup deras. Jadi, tidak mungkin dirinya mandi air biasa saja. Tubuhnya tidak kuat dingin.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.45
Evelyn keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos putih oversize serta hotpants yang menutupi sebagian pahanya.
Ia keluar kamar, berjalan menuju meja makan.
Sampai di sana. Ia membuka tudung saji yang langsung menampilkan nasi serta lauk pauknya. Tanpa basa-basi pun, Evelyn langsung makan.
DINGDONG!
Bel rumah berbunyi menandakan ada tamu. Bi Darmi segera bergerak menuju pintu utama untuk membukakan pintunya.
Lalu tak lama Bi Darmi menghampiri Evelyn yang tengah makan.
"Maaf De Evelyn. Ada cowo yang mencari De Evelyn di depan. Kayanya sih temen sekolah De Evelyn. Soalnya tadi bibi liat dia pake seragam yang sama kaya De Evelyn." Jelas Bi Darmi dengan logat medok khas Jogja nya.
Evelyn yang mendengar itupun mengerutkan keningnya seraya berfikir. Tapi tak lama, ia segera menuntaskan makan nya dan kemudian bergerak ke depan.
Evelyn membuka pintu.
Betapa terkejutnya dia saat melihat sosok pemuda yang kini berdiri di depannya.
Segera ia menutup pintu kembali lalu berbalik dan bersandar di belakangnya.
Sedangkan pemuda yang berdiri di balik pintu, mengerutkan keningnya. Seragam nya basah kuyup karena terkena air hujan saat di perjalanan menuju rumah Evelyn. Dengan tangan yang sedikit bergetar karena menahan dingin, ia mengetuk pintu kayu di depannya itu.
Evelyn yang sedang bersandar pun kembali terkejut dengan ketukan pintu.
Ia berbalik, lalu dengan ragu membuka pintunya kembali.
Evelyn mengintip dari balik pintunya. Ia kemudian sadar bahwa pemuda di depannya ini adalah Kanova!
Tanpa ragu ia pun membuka pintu lebar.
"Bi! Ambilin anduk bersih dong bi!" Pekik Evelyn seraya menarik lengan baju Kanova, membuatnya masuk ke dalam ruang tamu.
"Gue ga kedinginan ko. Gausah!" Tolak Kanova dengan wajah datar. Tapi itu tidak membuat Evelyn percaya. Karena Evelyn bisa melihat dari bibirnya yang pucat dan bergetar.
Tak lama, Bi Darmi datang dengan membawa anduk merah di tangannya, ia lalu menyerahkannya pada Evelyn. Evelyn pun langsung meraihnya dan melapisi tubuh Kanova dengan anduk yang tebal itu.
"Pasti dingin ya?" Evelyn mengarahkan Kanova berjalan menuju sofa sebelah kiri. Menyuruhnya untuk duduk. Sedangkan Evelyn bergerak menuju dapur dan membuat segelas teh hangat.
Tak butuh waktu lama, ia dengan segelas hangat pun sudah jadi.
"Tolong di minum ya." Setelah menaruh teh dia atas meja, Evelyn pun duduk di sofa depan Kanova.
"Jadi?" Tanya Evelyn pada Kanova yang sedang meminum teh hangat buatannya secara perlahan.
Kanova menaruh segelas teh hangat itu kembali pada posisi semula. Ia kemudian mengambil benda yang Aris berikan padanya. Lalu menunjukkannya pada Evelyn.
Evelyn meraihnya seraya tersenyum senang.
"Ini dapet dari siapa?! Ih bagus banget! Makasih lho!" Pekik Evelyn senang.
"Gue--
TRING!
Belum sempat Kanova melanjutkan kalimatnya. Telefon rumah lebih dulu berbunyi. Membuat Evelyn bergerak untuk menjawabnya.
Ternyata ada telepon dari mamah. Ia memberi tahu bahwa mereka akan pulang agak malam.
Setelah menjawab telepon. Evelyn pun kembali duduk di sofa.
Suasana tiba-tiba hening.
Kanova yang tetap diam, dan Evelyn yang enggan membuka suara.
"Itu dari Aris." Ujar Kanova dengan raut datar.
Evelyn pun terdiam seraya memandang benda yang ternyata adalah gelang berwarna ungu, dengan gantungan kecil yang berbentuk bunga lavender.
"Em. Gue ga bisa lama-lama. Sorry." Ujar Kanova lagi.
"Tapi diluar masih ujan."
"Gpp." Balasnya seraya berdiri, mencopot handuknya, lalu menaruhnya dipunggung sofa.
Kanova pun bergerak menuju pintu.
"Btw, thanks ya." Setelah itu Kanova hilang di balik pintu.
Evelyn hanya bisa terdiam disana. Merasa sedikit aneh dan kaku. Tapi biarlah. Yang penting gelang ini sudah berada ditangannya. Dan itu membuat Evelyn sangat bahagia.
Setelah kepergian Kanova. Evelyn pun kembali kedalam kamar dan segera mengerjakan tugas rangkumannya lagi.