Zellio dan Kanova melambai pada Zidan serta anak-anak lainnya yang tengah menaiki motor, meninggalkan area parkiran rumah sakit. Setelah menjenguk Aris dan merasa sudah cukup bercengkrama dengannya. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dengan menyisakan Zellio dan Kanova.
Lalu, setelah kepergian Zidan dan anak-anak. Zellio dan Kanova memasuki rumah sakit kembali, menuju ruangan Aris.
Sampai di ruangan, mereka duduk di sofa.
Zellio menghela nafas panjang seraya meraih ponselnya yang ia taruh di laci samping sofa. Sedangkan Kanova, baru saja keluar kamar dengan alasan ingin membeli makanan. Berbeda dengan Aris yang masih membisu. Sesekali dia bergerak membenarkan posisi duduknya. Mengubah posisi bantal, menepuknya agar lebih nyaman. Terkadang, ia meringis karena bahunya tidak sengaja tersenggol.
Untuk kronologi Aris. Ia jatuh saat mengikuti pertandingan Infinity Cup dua hari lalu. Saat itu, Aris tengah beraksi dengan kelincahan kakinya, melangkah seraya mendribble bola, melesat dan melewati lawannya di depan. Aksinya itu sempat menjadi bahan tepuk tangan para penonton.
Tapi naas, saat dirinya hendak memasukkan bola pada ring. Anggota E.T.B tak sengaja menubruk tubuhnya. Membuat Aris tersungkur cukup keras.
Dan sialnya, anggota tubuh yang pertama menyentuh lantai lapangan adalah bahu sebelah kanan nya.
Karena insiden itu, Aris langsung di bawa ke ruangan medis. Baru setelah itu ia dilarikan ke dalam rumah sakit atas perintah orang tuanya.
Zellio yang sedari tadi fokus pada layar ponselnya, kini beralih pada Aris yang tengah terdiam di atas ranjang. "Udah Ris. Kan masih ada minggu depan."
Mendengar itu, Aris langsung tersadar dari lamunannya. Ia kemudian menoleh pada Zellio seraya menghela nafas.
"Makanya lo cepet sembuh. Biar bisa lawan Infinity nanti di babak final. Biar Outlaws, gue sama Kanova aja yang ngurus." Ujar nya lagi agar Aris tidak terus menerus memikirkan pertandingan yang akan di adakan beberapa hari lagi.
Aris menatap ke depan, lalu menunduk. Tak lama, ia terkekeh. Membuat Zellio terheran dengan sikapnya.
"Gue pengen sekolah." Celetuk Aris yang membuat Zellio semakin heran.
"Lo mau pake stik golf, apa balok?"
"Gausah aneh-aneh deh Ris! Lo itu harus banyakin istirahat. Bahu lu masih sakit." Sambung nya lagi dengan mimik serius.
"Elah! Cuma masalah bahu aja masa gue masuk rumah sakit sih Yo! Ga lucu banget jokesnya." Ujar Aris setengah kesal.
"Yakan buat kebaikan lo juga Ris."
"Ya ga usah pake infus juga kali! Sakit anjir! Tangan gue ga bisa leluasa. Bawaannya takut pendarahan mulu. Kan lo tau! Ini perdana banget bagi gue masuk rumah sakit." Jelas Aris.
Zellio yang mendengar itu menghela nafas lagi. Ia lalu memainkan ponselnya kembali.
Dan tak lama kemudian. Kanova muncul membawa beberapa makanan dan minuman. Ia menaruh sekantung penuh snack serta minuman itu di atas sofa, samping Zellio.
Zellio dan Aris hanya melihatnya sejenak.
"Gue ga sengaja liat Evelyn. Dia abis jenguk lo?" Tanya Kanova yang tengah mengambil minuman kaleng pada kantung keresek itu, dan bersandar di tembok samping sofa.
"Bestie gue itu!" Ujar Aris dengan nada cukup dingin.
Pun dengan Zellio yang juga menatap Aris dengan raut datar.
"Bentar lagi juga Evelyn bakal suka gue ko!" Ucap Zellio sombong. Ia kemudian meraih kantung di sampingnya, mengorek-ngorek isinya, lalu mengambil sebuah snack kentang rasa rumput laut.
Kanova dan Aris malah terdiam seraya bertatapan.
Zellio pun terdiam.
Hingga beberapa menit kemudian, suasana kembali cair saat Aris membuka topik kembali.
"Evelyn ngasih ini ke gue." Aris mengacungkan benda yang tadi Evelyn berikan, pada mereka berdua.
Zellio memandangi benda itu lekat. Merasa tidak asing dengannya.
"Dia suka dandelion?" Tanya Kanova dengan raut datar.
"Bukan. Gantungan ini dari seseorang. Tiap satu bulan sekali, dia bakal dapet ginian yang ditaruh dalam loker. Dan udah delapan kali dalam delapan bulan ini dia dapet. Tapi dia ga tau siapa yang naruh." Jelasnya.
"Terus?" Tanya Zellio dengan raut serius.
"Ya dia minta tolong ke gue buat cari tau siapa yang naruh." Balas Aris.
"Dan lo mau bantu dia?"
" Ya iyalah anjing. Dia temen kecil gue." Balas Aris setengah kesal.
Sedangkan Zellio hanya mengangkat bahu acuh.
"Jadi kesimpulannya?" Tanya Kanova.
Aris sempet terdiam. Ia memandangi kembali benda itu. Menghela nafas dan berfikir sejenak. Lalu pandangannya beralih pada Zellio dan Kanova.
"Gue besok sekolah." Ucapnya jelas.
Kanova terdiam. Lalu berkata, "Lo yakin Ris?"
Aris mengangguk menandakan dia serius untuk hal ini. Dia tidak bisa berdiam diri saja jika sudah ada yang berani macam-macam dengan Evelyn, teman kecilnya.
Aris tahu, dibalik sifat kalem Evelyn. Pasti banyak sekali fikiran yang berkecamuk didalamnya. Karena ia tahu, Evelyn adalah sosok yang mudah overthinking. Jadi, wajar jika Aris ingin segera menemukan si pelaku. Meminta penjelasan dan mengakhiri teror dandelion ini.
Itulah alasan Aris ingin memutuskan untuk kembali berangkat sekolah. Lagipula, dua hari di rawat di rumah sakit, nyatanya sangat membosankan. Yang Aris lihat hanya tembok putih dengan beberapa furniture minimalis yang datar, tidak membangkitkan selera, dan pastinya sangat tidak layak bagi seorang Aris yang memang memiliki karakteristik ceria.
"Gue sih terserah lo." Celetuk Kanova yang kini sudah duduk di atas sofa. Punggungnya ia sandarkan pada sofa dengan kepala menghadap ke atas atap ruangan yang putih.
"Kalo menurut gue sih. Mending ga usah deh. Gue takut kondisi lo makin parah. Kan lo tau, target penyembuhan nya itu antara empat sampe lima hari. Biar pas sama Infinity. Lu bisa maen."
"Kalo sekarang lo banyak bergerak. Gue takut kondisi Lo makin parah dan malah ga bisa ikut tanding." Sambung Zellio lagi.
Kanova menghadap ke depan, "Banyakin istirahat. Buat masalah Evelyn. Biar Zellio aja yang ngurus. Toh dia kan ahli bunga juga."
Zellio menyetujui pernyataan Kanova.
Sedangkan Aris masih membisu. Ia merasa bingung harus melakukan apa. Jika dia memaksakan diri untuk kembali bersekolah, maka peluang untuk ikut pertandingan nya semakin kecil. Karena menurut dokter, bahu kanannya harus benar-benar tidak boleh bergerak. Agar masa pemulihan nya lebih cepat.
Namun di sisi lain, ada Evelyn yang kini membutuhkan bantuannya. Dia takut jika Evelyn malah menolak bantuan yang Zellio akan berikan. Melihat Evelyn yang kurang ramah pada orang baru. Apalagi pemuda seperti Zellio yang sok kenal ini.
"Tenang Ris. Nanti gue coba berusaha buat bantuin dia. Karena temen lo, temen gue juga. Bener kan Ka?" Kanova menganggukkan kepalanya tanda ia setuju.
Tiba-tiba saja, Zellio terkejut melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam sore.
"Ka, Ris. Gue harus cabut dulu nih. Mau jemput adek gue les juga." Ujarnya seraya bersiap-siap lalu tak lama dia berpamitan dengan Kanova dan Aris.
Kanova memandang bahu Zellio yang hilang dibalik pintu ruangan. Ia kemudian menatap Aris yang tengah memandangi gantungan kunci itu.
"Ris, gue juga balik ya. Takut Aruna nyariin juga." Ujarnya seraya mengambil tas sekolahnya, mensampirkannya di bahu tegas miliknya.
"Gue boleh minta tolong engga Ka?"
Sontak Kanova menatapnya seraya terdiam. Lalu matanya memberi isyarat menandakan dia boleh dimintai bantuan.
"Balikin ini ke Evelyn ya. Nanti alamat rumahnya gue sharelock deh. Mau?"
Kanova sempat terdiam.
"Engga lo aja yang ngasih gitu?"
"Yaudah si kalo lo ga mau juga. Gue ga maksa."
"Eh engga-engga. Bukan gitu maksud gue. Gue cuma--Yaudah sini mana. Gue anterin!" Ujarnya sedikit kesal karena melihat raut Aris yang seperti ingin menangis.
Akhirnya, dengan hati sedikit dongkol. Kanova bergerak menuju rumah Evelyn.