Chereads / Takdir Cinta Ceo Dingin / Chapter 8 - Permintaan Bello

Chapter 8 - Permintaan Bello

Seperti biasanya, setiap hari Sabtu pagi Sariel akan pergi ke pasar tradisional untuk menjual semua buah hasil kebunnya yang dipetik kemarin sore. Bahkan wanita muda tersebut tidak tanggung-tanggung untuk menjajakannya sekaligus saat buahnya masih ada tersisa seperti sekarang atau ia akan membagikannya secara cuma-cuma.

Ia memang belum pernah mencoba untuk berbisnis. Bukan karena ia tidak mampu tetapi ia belum mempunyai koneksi luas sebab hanya punya beberapa orang teman yang dikenalnya. Dan mempunyai ruang lingkup pergaulan yang terbatas. Hingga membuatnya kesulitan untuk memasarkan hasil buahnya dengan melakukan kerjasama dan menghasilkan banyak untung juga menghemat waktu. Meminta bantuan dengan ayahnya pun percuma, toh lelaki paruh baya tersebut tidak pernah mencarinya sekalipun saat ia sedang sakit, apalagi untuk hal yang dianggapnya sama sekali tidak menguntungkan untuk dirinya.

Perasaannya pun masih sangat tidak nyaman mengingat pertemuannya dengan ayahnya kemarin dengan berakhir buruk. Ditambah dengan ancaman yang dilayangkan oleh mereka padanya, semakin membuat Sariel tampak sedikit kacau.

Begitupun dengan Evan, lelaki itu sama sekali tak ada kabar. Dan tidak juga menemuinya seperti biasanya.

Langkah kaki Sariel terlihat ringan walaupun ia menjinjing sekeranjang buah jeruk. Ia bermaksud ingin membagikan buahnya pada beberapa orang yang dikenalnya bahkan beberapa anak kecil yang ditemuinya. Langkahnya langsung terhenti saat tiba-tiba ia ditabrak oleh seorang anak kecil yang berlari dari arah berlawanan dengannya. Sariel berusaha untuk menahan dirinya agar tidak ikut ambruk.

Lagi-lagi setiap kali ia selalu berpapasan dengan anak kecil yang menabraknya.

Matanya menyipit saat melihat sesuatu yang ada di tangan anak kecil tersebut sudah berhamburan di tanah didekat kakinya. Wanita itu langsung meletakkan keranjang besar miliknya, menatap kearah bawah.

Lelaki kecil tersebut tampak berjongkok memungut permennya yang sudah remuk terinjak oleh Sariel tanpa sengaja. Dengan cepat Sariel ikut berjongkok sembari memungut coklat yang masih terbungkus rapi. Sariel meniupnya sebentar untuk membersihkan dari debu bahkan ia menepuknya pelan.

"Duh..., maafin Kakak ya. Kakak tidak sengaja."

Sariel kembali ikut memunguti permen yang terlihat masih terbungkus sempurna sambil menepuk-nepuk membersihkannya. Saat ia ingin menyerahkan permen dan coklat tersebut pada pemiliknya,  tangannya terhenti saat matanya bersinggungan dengan wajah yang tak asing tersebut. Wajah yang selalu menggambarkan ketakutan dimanapun. 

Mata Sariel membola saat melihat sosok Bello yang langsung mengangkat kepalanya. Mata Bello beberapa kali melirik takut kearah sekitar saat orang-orang memperhatikan mereka berdua. Lelaki mungil tersebut kembali menatap Sariel yang tersenyum tipis.

Bello langsung bergerak memeluk Sariel, seolah meminta perlindungan padanya. Badan mungil tersebut memeluknya dengan erat hingga Sariel merasa kesulitan melepaskan tangannya kecil yang ikut serta mengungkung tangannya.

Sariel merasa heran, setiap kali bertemu dengan Bello, dia selalu dalam keadaan yang sama. Selalu berlari dalam ketakutan bahkan badannya terlihat hingga menggigil. Entah karena apa, ia yakin Bello sedang ada masalah dalam kesehatan mentalnya. Bagaimana mungkin Bello selalu berkeliaran di area pasar tradisional tersebut.

"Bello. Apakah Bello kabur lagi?" tanya Sariel hati-hati.

Bello tampak menegang, dengan terpaksa ia melepaskan pelukannya sembari menatap wajah Sariel yang sedang menunggu jawaban darinya. Matanya bergerak tak tentu arah, masih menggambarkan ketakutan.

Lelaki kecil tersebut hanya diam saja sekian detik lamanya. Ia tak mengangguk ataupun menggeleng, justru ia memperlihatkan wajah ketakutan seperti biasa. Matanya tampak awas memperhatikan sekitarnya. Membuat Sariel merasa kasihan melihatnya, entah apalagi yang membuat anak seusia Bello hingga tersesat kepasar tradisional yang ramai pengunjung. Padahal nyata-nyata ia memiliki beberapa pengawal.

"Baiklah. Bello tidak perlu untuk menjawabnya. Bagaimana kalau kita membeli beberapa kue di kedai sana?" tunjuk Sariel pada Kedai yang tidak jauh dari  tempat mereka berada. Ia ingin menenangkan Bello terlebih dahulu.

Bello menatap sekilas arah telunjuk Sariel, matanya tampak berbinar. Ia hanya menatap polos Sariel yang tersenyum melihatnya. Dengan cepat Sariel meraih Bello dan menggendongnya menuju kearah kedai yang sudah tampak sangat ramai. Bahkan suara riuh orang yang sedang saling melempar pembicaraan terdengar saling bersahutan disertai dengan gelak tawa.

Sariel menghentikan langkahnya saat merasakan tidak ada gerakan sama sekali dari Bello yang digendongnya. Bello tampak membatu, tangannya menutup mulutnya. Bahkan matanya kembali memancarkan rasa takut. Menatap Sariel dengan waspada. Bahkan lelaki kecil tersebut bergelung dilehernya. Lagi-lagi Sariel yakin kalau Bello memang sangat tidak menyukai kegaduhan dan keramaian.

"Sayang, kakak tidak akan mengajakmu kesana. Bagaimana kalau kita pergi ketempat kakak jualan saja!"

Bello tidak menjawab, ia hanya diam saja. Lelaki kecil tersebut masih terlihat ketakutan. Bahkan ia hanya mampu menunduk dengan badan sedikit gemetar.

Sariel memaling arah langkahnya. Ia bergerak kearah salah satu tempat yang terlihat mulai sepi. Disana tampak seorang wanita sedang menunggunya. Menatap heran sekaligus penuh minat padanya.

"Nona, siapa anak kecil ini?"

Wina tersentak saat ingin menyentuh Bello. Sungguh respon Bello diluar dugaan, ia berteriak histeris sembari menutup kuping dan matanya. Sariel yang menggendongnya tampak kesusahan ditambah suaranya yang melengking membuat telinganya sedikit berdengung.

"Tidak apa-apa. Kakak ada disini," bisik Sariel sambil menenangkan Bello.

"Kakak akan melindungi Bello dari orang-orang yang membuat Bello takut."

Wina hanya mampu meringis merasa bersalah melihat tuannya yang kesusahan hanya karena dirinya. Tetapi Wina merasa senang melihat Sariel yang terlihat akrab dengan orang asing walaupun dia seorang anak kecil.

"Sedikit ada kemajuan," gumamnya perlahan sambil mundur beberapa langkah ketempat asalnya.

"Sayang... Bagaimana kalau Bello tunjukkan pada kakak makanan apa yang paling Bello suka?"

Sariel mencoba mengalihkan pikiran Bello untuk menghilangkan rasa takutnya. Setelah Bello terlihat tenang, Sariel membawanya untuk duduk ditempat jualan miliknya.

Keranjang buahnya yang kosong sudah tersusun rapi dan siap untuk dimasukkan kedalam mobil pickup. Begitupun dengan orang-orang suruhan Sariel, mereka terlihat sibuk membereskan sisa-sisa yang masih sedikit berserakan.

Bello mengangguk, ia meraih tas miliknya. Mengambil sebuah pulpen dan juga buku kecil yang ada disana. Tangannya bergerak membuat lingkaran yang tidak beraturan. Meletakkan banyak titik di atasnya. Sariel tersenyum memperhatikan Bello yang sudah pandai menulis dan membaca diusia sedini dirinya walaupun ia tak mampu bicara.

"Donat?"

Bello mengangguk beberapa kali. Membuat Sariel merasa senang dan memeluknya sekilas. Tangannya bergerak melambai kearah Wina untuk meminta wanita tersebut mengambilkan beberapa donat yang dibawanya dari rumah untuk Bello.

Tangan Sariel bergerak membelai kepala Bello dan tanpa sengaja Dito si penjaga Bello sudah berdiri tepat didepan mereka sambil memperhatikan interaksi keduanya yang selayaknya ibu dan anak. Ia menarik napas cepat karena terlihat dalam keadaan lelah dan khawatir. Lelaki berusia 28 tahun tersebut terlihat menghembuskan napasnya beberapa kali. Sepertinya ia cukup kesulitan mengejar Bello yang kabur tanpa izin darinya. Bahkan mencari anak kecil di kerumunan orang dewasa sangatlah sulit.

"Nona. Kita bertemu lagi disini."

Sariel mengangkat sedikit kepalanya dan mendapati Dito sudah berjalan kearah mereka dengan perlahan. Ia cukup terkejut memang dengan suara bass Dito. Dan beruntungnya Sariel tidak terlonjak sama sekali.

"Maaf, Tuan Kecil kami kembali merepotkan Nona," mata Dito bergerak memperhatikan keranjang buah milik Sariel yang masih berisi banyak buah. Dan buah-buahan tersebut sudah dibungkus didalam kantong plastik putih.

"Tidak. Kebetulan anak ini sedang berlari dan tanpa sengaja menabrak ku. Jadi, aku menolongnya terlebih dahulu. Lagipula, kami sudah pernah bertemu sebelumnya, Tuan Penjaga."

"Panggil saya Dito, Nona," sahutnya tersenyum manis.

Mata Dito kembali bergerak menatap kearah Bello yang masih bersikap manja dipangkuan Sariel. Ia merasa cukup heran melihat Bello yang cepat akrab dengan orang asing yang bahkan baru dua kali bertemu.

"Memangnya apa yang terjadi dengannya hingga kalian kembali kehilangan dirinya?" Tangan Sariel bergerak memeluk Bello. Sariel melihat jelas kalau Dito menghembuskan napas pelan.

"Tadinya kami ingin membawanya ke rumah sakit. Seminggu sekali Tuan Kecil akan melakukan terapi. Tetapi, ia justru kabur seperti biasa, hingga sampai ketempat ini. Sekali lagi, maafkan kami karena Tuan Kecil merepotkan nona," Dito sedikit membungkukkan badannya.

"Tidak apa-apa. Dia sama sekali tidak merepotkan saya," sahut Sariel. Tangannya kembali bergerak membelai rambut Bello yang hitam dan terasa halus.

"Nona. Ini donatnya!" Wina datang dengan setoples kecil yang berisi beberapa donat didalamnya dengan taburan ceres yang bervariasi dan membentuk seperti pelangi.

"Terima kasih, Wina." Sariel menyambut toples tersebut dan menyerahkannya ke tangan mungil Bello. Ia membuka toplesnya. Bello tampak kegirangan melihat donat yang diinginkannya sudah didepan mata.

"Nona, maaf. Tuan Kecil tidak boleh sembarangan memakan makanan. Apalagi makanan yang banyak dijual ditempat yang berdebu."

Sariel tersenyum, ia maklum dengan keadaan Bello yang terbilang anak orang kaya.

"Tidak apa-apa. Donat ini buatan saya sendiri dan saya berani menjamin kalau kue buatan saya higienis. Jadi, kamu tenang saja dan tidak perlu khawatir."

Sariel kembali bergerak kearah Bello. Ia mencuci tangan Bello dengan bersih terlebih dahulu. Kemudian mengajarkan Bello untuk berdoa sebelum makan. Lelaki kecil tersebut terlihat antusias, ia sibuk dengan dunianya bersama Sariel dan melupakan Dito yang terus menatap mereka tanpa henti. Begitupun dengan Wina yang ikut serta memperhatikan interaksi keduanya. Ia tahu kalau Sariel sangatlah menyukai anak-anak.

"Wina. Tolong kamu bagikan bungkusan buah yang ada di keranjang itu. Seperti biasanya," tunjuk Sariel kearah keranjang yang dijinjingnya tadi.

"Siap, Nona," sahut Wina sembari bergerak cepat meraih keranjang tersebut dan meninggalkan mereka bertiga.

"Nah, sekarang donatnya tinggal beberapa biji lagi. Donatnya kita simpan dulu . Bagaimana kalau sekarang kakak mengantar Bello ketempat papanya Bello?"

Bello langsung menggeleng, ia tidak mau berhadapan dengan papanya yang cukup membosankan baginya. Lelaki itu selalu memintanya untuk diam ditempat dan melarangnya untuk pergi keluar tanpa dirinya. Padahal nyatanya lelaki itu sangat jarang membawanya untuk jalan-jalan.

"Tapi, Tuan Kecil. Tuan Muda akan khawatir kalau Tuan Kecil belum memberikan kabar hingga sekarang," sanggah Dito cepat.

Tetapi Bello justru menatap lelaki didepan mereka tersebut dengan datar. Ia kembali menatap Sariel dengan mata berbinar. Membuat Dito meringis melihat Bello yang acuh padanya.

Tangan Bello bergerak membuka resleting tas miliknya serta mengeluarkan beberapa kartu yang sudah ada kata-katanya. Dan memperlihatkan pada Sariel seperti biasanya.

"Ka-kak?" Sariel mulai berpikir. Ia tidak tahu apa yang di inginkan oleh Bello hanya dengan kata 'kakak'. Ia mencoba menebaknya.

"Kakak tahu. Bello ingin kakak mengantar Bello, bukan?"

Bello menggeleng dengan cepat. Sariel kembali berpikir.

"Bello ingin bersama kakak?"

Bello mengangguk antusias. Mata Sariel bergerak menatap Dito yang tampak sedikit khawatir. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh lelaki berbadan tegap tersebut.

"Tapi... Ada syaratnya," sahut Sariel sembari menjawil hidung Bello. Lelaki kecil tersebut menunggu ia bicara kembali.

"Kalau ingin sering bertemu kakak, Bello harus menurut apa yang kakak minta. Bagaimana?"

Bello diam sejenak, lelaki kecil tersebut mulai berpikir, menimbang permintaan Sariel. Pada akhirnya ia mengangguk setuju dengan usul Sariel.

"Baiklah. Kakak akan bawa Bello ketempat papanya Bello terlebih dahulu."

Sariel beranjak dari duduknya, tangannya meraih Bello dan menggendongnya. Tetapi Lelaki kecil tersebut kembali menggeleng mendengar ucapan yang keluar dari mulut Sariel. Ia menelungkupkan kepalanya di pundak Sariel yang cukup kesulitan untuk menggendong Bello yang badannya terlihat lebih besar dari usia kebanyakan anak seusianya.

"Kenapa tidak mau, sayang?"

Bello bergerak minta diturunkan dari gendongan Sariel. Setelah Sariel menurunkannya, Bello meraih isi tasnya. Memperlihatkan sebuah kartu pada Sariel.

"Ka-kak," ejanya kembali. Sariel berjongkok dihadapan Bello.

"Nah. Bello harus tau dulu. Kalau ingin bersama dengan kakak. Maka Kakak harus meminta izin dulu pada papanya Bello untuk membawa Bello jalan-jalan. Bagaimana?"

Bello diam saja, matanya sesekali bergerak kearah Dito yang terlihat masih khawatir.

"Kalau tidak, maka papanya Bello tidak akan mengizinkan kita untuk bertemu lagi. Memangnya Bello mau kalau tidak pernah bisa bertemu lagi dengan kakak?"

Bello menggeleng dengan cepat. Ia bergerak meraih tangan Sariel sambil mendongak keatas.

"Jadi, Bello mau kan kakak antar ke tempat papanya Bello?"

Bello langsung mengangguk. Ia tidak ingin kalau sampai papanya benar-benar tidak mengizinkan mereka untuk bertemu lagi. Ia sudah sangat menyukai Sariel sejak pertama kali bertemu.

"Nah. Bello pintar. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"

Bello kembali mengangguk.

Sariel meraih Bello dan ingin menggendongnya. Tetapi lelaki kecil tersebut menolaknya. Ia meraih kertas dari dalam tasnya.

"Ja-lan," eja Sariel. Bello mengangguk.

"Baiklah. Ayo kita berangkat!"

Tangan Bello bergerak menarik tangan Sariel. Lelaki kecil tersebut tampak berlari terlebih dahulu menuju kearah mobil yang sudah terparkir tidak jauh dari mereka.

***