Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 54 - Katanya Karin akan Pulang ke Indonesia

Chapter 54 - Katanya Karin akan Pulang ke Indonesia

"Mama sama Miftah mau pergi ke bandara jam berapa?" tanya Handoko—ayahnya Miftah.

"Nanti jam sembilanan, Pa," balas istrinya—ibunya Miftah.

Sang anak Miftah sarapan dengan lahap, entah mengapa dia sangat bahagia sekali setelah tahu kalau Karin akan pulang dan sekolah lagi di sini.

Bagaimana nanti ketika mereka sudah bertemu? Apakah akan masih sama seperti dulu? Miftah juga masih bingung dengan perasaannya sendiri.

Hatinya kini seperti sedang berpesta, dan tak sabar menyambut kedatangan Karin yang pulang dari singapura.

"Oh iya, mengenai kado untuk Karin sudah dipersiapkan kan, Ma?" tanya Handoko lagi.

Handoko adalah pengusaha yang sangat baik. Dia juga pengertian, pada Karin pun dia sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri.

Dulu Karin juga sering berkunjung ke rumah mereka, jadi dengan orang tuanya pun sudah saling kenal satu sama lain.

Bukan hanya dia saja, istrinya—Iriana pun juga menyayangi Karin seperti anaknya sendiri karena ibunya Karin adalah teman dekatnya sewaktu SMA.

"Iya Pa, tenang," jawab Iriana, "oh iya Mif, si Bara udah tahu belum kalau Karin mau pulang?" tanya Iriana sambil menoleh ke anaknya—Miftah yang dari tadi khusu sarapan.

Miftah mendongak, tenggorokkannya terasa kering seketika. Iya bingung, apa harus mengabari Bara atau tidak? Masa Bara enggak dikabari sama Karin? Tapi Karin juga tidak membahas Bara saat di video call.

Tak kunjung dibalas oleh anaknya, Iriana pun kembali bertanya, "Mif? Si Bara udah dikasih tahu belum?"

Miftah terkejut dari lamunannya. "Ah? Iya, Ma?"

"Melamun," celetuk Handoko sembari tertawa kecil.

"Si Bara udah dikasih tahu belum?" Iriana pun juga ikut menertawai Miftah.

"Oh, Bara … belum Ma. Nanti Miftah kabari udah sarapan." Miftah masih terlihat memproses pertanyaan ibunya dan niat untuk menghubungi Bara nanti.

Bagaimana reaksi Bara kalau Karin hanya menghubungi dirinya?

Tentu itu akan menjadi sebuah gesekkan yang lebih parah, tapi Miftah berusaha khusnudzon kalau Karin juga sudah menghubungi Bara.

Handoko dan Iriana pun saling tatap satu sama lain, sebenarnya mereka sedikitnya tahu kalau anak mereka sedang bersitegang dengan teman dekatnya sendiri karena Bara sudah lama tidak berkunjung ke rumah mereka.

"Ya udah, makan aja dulu yang banyak." Iriana kemudian menambahkan lagi sandwich untuk Miftah.

"Ma!" tegur Miftah setengah tidak suka.

"Biar gendut," ledek ibunya sambil saling tersenyum dengan ayahnya, bersekongkol.

Miftah pun terpaksa memakan roti berisikan daging dan beberapa sayuran tambahan itu.

***

Sepanjang menyetir, Bara tampak kesal. Asih canggung sekali sekaligus kesal karena di depan ibunya—Kirani, dia tidak mengemudi dengan kecepatan tinggi akan tetapi dengan kecepatan yang bisa disebut normal alias wajar.

Kenapa kalau dengan Asih dia seenaknya? Benar-benar tidak adil, apa Bara sengaja? Asih mencium bau-bau bermuka dua dari anak tirinya.

Apalagi kalau dia memang sengaja melakukan ini agar Asih jengkel? Tapi di depan ibunya dia seperti anak yang baik and patuh.

Sedari tadi pun, Kirani hanya asik dengan handphone-nya, entah sedang melihat-lihat apa karena dia cengar cengir, seperti sedang bergosip di grup whatsaap.

Tiba-tiba, bunyi handphone Bara berbunyi. Kirani yang anteng pun masih bisa terusik oleh bunyinya, dan melihat pada Bara yang duduk di sampingnya.

Karena ada Kirani, Asih pun duduk di belakang jadi dia sesekali melirik Bara dan melirik Kirani yang ada di depannya seperti menonton dua lakon.

Wajah Bara langsung mengkerut, dilihatnya Miftahlah yang menelpon.

'Ada apa dia berani nelpon gue?' gumam Bara dalam hati dan langsung mengangkatnya, takutnya memang penting meskipun sejujurnya dia sama sekali tidak mau mengangkat telepon dari Miftah.

Bara kembali mengingat moment di mana sebelum bertanding bola basket pas hari sabtu itu, Bara menemui Rani.

Mengobrol sedikit dan menanyai jawaban dari perempuan yang sedang disukainya itu.

Tapi, hari itu justru Rani jujur kalau dia lebih menyukai Miftah ketimbang dirinya dan meminta Bara untuk berhenti mengejar-ngejar Rani.

Sedikitnya saaat bertanding bola basket waktu itu, hati Bara sedang mendidih ditambah lagi kelakuan si Alfred yang enggak bisa diajak kerja sama dalam bermain jadinya dia pun sangat emosi dan tidak sungkan untuk melayangkan pukulan pada Alfred.

Apalagi mendengar kabar Alfred dan Bella balikkan, seakan kembali merobek luka lamanya.

"Hallo, ada apa lo nelpon gue? Kalau enggak ada yang penting tutup aja deh, gue lagi nyetir," kata Bara ketus.

Kirani dan Asih pun bertanya-tanya, siapa yang menelpon Bara sampai jawaban Bara seperti itu?

Miftah yang berada di ujung panggilan telepon pun sudah menduga jawaban Bara akan seperti itu, tapi dia masih bersyukur karena Bara mau mengangkat panggilan telepon darinya.

Kalau di chat, takutnya Bara lama membuka handphone-nya … jadi Miftah berinisiatif menelponnya saja biar cepat dan simple karena tinggal ngomong.

"Gue enggak tahu ini penting bagi lo atau enggak, yang jelas gue hanya ingin ngasih tahu doang kalau Karin hari ini pulang dari singapura. Katanya dia sudah mendingan, gue dan Mama mau jemput dia di bandara karena Papa lagi banyak kerjaan kalau lo mau ikut ya ayo! Gue juga izin masuk sekolah hari ini, itu juga sih kalau lo mau," jelas Miftah.

Sepanjang Miftah berucap, Bara sangat terkejut saat dia menybeutkan nama Karin. Karin sembuh? Dan sekarang pulang?

Suatu keajaiban yang tidak disangka-sangka sebelumnya, tapi … kenapa Karin tidak menghubunginya dan justru menghubungi Miftah duluan?

Kenapa? Sudah jelas kalau Karin lebih care pada Miftah selain pada Bara. Bara jadi ingat ucapan Rani.

"Kak Miftah lebih baik, lebih lembut enggak kayak kak Bara yang emosian. Jadi maaf Kak, aku nolak kakak karena lagipula aku belum mau pacaran. Tapi aku jujur, kalau harus pacaran pun aku lebih milih kak Miftah dibanding kak Bara. Jadi mulai sekarang, Please! Jangan ganggu aku lagi," ucap Rani waktu itu dan dia langsung pergi dari hadapan Bara.

Bara pun tidak mencegah kepergiannya. Itu seakan peringatan lampu merah untuk jangan mendekat. Walaupun Bara masih ingin memperjuangkan Rani.

Apakah kembalinya Karin adalah pertanda kalau Bara bisa mengungkapkan perasaannya lagi? Dan meminta Karin untuk mau bersamanya?

Tapi entah mengapa ditawari Miftah untuk sama-sama menjemput Karin di bandara rasanya Bara ragu, dia terkendala rasa malas untuk pergi ke sana.

Paling-paling yang akan disambut oleh Karin pertama kali adalah Miftah dan bukan dirinya.

"Gue diskors," jawab Bara jujur.

"Apa?" Miftah terkejut dan di akhirnya dia pun tertawa kecil karena dia sudah tahu kalau Bara pasti berulah.

"Jangan seneng lo, cuman seminggu gue diskors. Oh ya, soal jemput Karin lo aja sana! Gue nanti aja."

KLIK!

Handphone pun dimatikan oleh Bara dengan kesal.

"Siapa?" tanya Kirani.

Asih memperhatikan mereka berdua, karena Asih pun penasaran siapa yang menelpon.

"Si Miftah Ma, katanya …," jawab Bara menggantung karena ragu untuk menyebut nama 'Karin' di mulutnya. Terasa sakit.

"Karena apa?" Kirani kembali bertanya.

"Karin pulang hari ini katanya dia sembuh," balas Bara dan seketika dia menelan air liurnya yang dari tadi tertahan.

"Oh ya? Anak penyakitan itu udah sembuh?" Kirani tersenyum, dia tidak terlalu suka dengan Karin karena Kirani lebih suka jika Bara bersama Bella.

Meskipun Kirani tidak tahu apa-apa soal permasalahan Bara dan Miftah, tetapi dia bisa menebak perasaan anaknya pada Karin dan perasaan itu terhalang oleh Miftah.

"Ma!" pangging Bara, dia sedikit membentak ibunya.

"Apa? Benarkan kalau si Karin penyakitan? Mama enggak salah."