Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 55 - Ica Keceplosan

Chapter 55 - Ica Keceplosan

Asih melihat ketegangan di antara mereka.

'Karin siapa?' tanya Asih dalam hati.

Mengapa perempuan itu sampai dibela Bara dan seperti direndahkan oleh Kirani? Apakah Karin mantan Bara?

Hubungannya dengan Miftah? Bukannya mereka tidak akur? Berseliweran pertanyaan di otak Asih sekarang.

"Ya enggak gitu juga Ma ngomongnya, Mama seperti ngehina Karin."

"Bukan ngehina Bar, itu fakta. Fakta, kan?" Kirani kekeh, Bara pun akhirnya diam, dia tidak ingin berdebat dengan ibunya sendiri karena Bara pikir Kirani tidak akan menyerah dengan argumennya sendiri dan malah bikin Bara berdosa saja membentak-bentak ibunya.

Setelah mereka tiba di sekolah, Bara langsung pamit setelah mencium pipi kanan dan pipi kiri ibunya—Kirani.

"Ma, Bara pamit dan iya, awas Mama lupa kalau si Asih itu se –"

"Sepupunya Bara," ucap Kirani memotong sambil tersenyum.

Bara pun begitu, dan melirik Asih sekilas. Asih hanya diam saja dengan wajah yang terlihat ingin segera masuk ke kelas.

Bara juga melihat pipi Asih yang sudah membaik karena ayahnya yang juga suami Asih sudah memberikan salep untuk istri tercintanya tapi pada Bara dia acuh.

"Iya betul, kalau begitu Bara pergi ya Ma. Nanti Bara jemput lagi."

"Iya." Kirani Pun tersenyum sambil melambay.

Hari ini, meskipun datang untuk membereskan kasus anaknya karena Bara sudah berkelahi –tidak lantas membuat Kirani malu, justru moment seperti inilah dia bisa menunjukkan mukanya ke sekolah.

Orang terpandang dong, apa yang harus dibikin malu? Melihat gaya Kirani dan orang-orang di sekolah yang sudah tahu siapa dia tentunya dari jalannya saja sudah menjadikan Kirani sorotan.

Seperti artis papan atas yang berjalan di red karpet dan diserbu ratusan wartawan yang memotret dan memvideonya. Gaya enggak tuh?

"Yuk, Asih!" ajak Kirani sambil merangkul Asih.

Asih pun mengangguk dan mereka melangkah bersama masuk ke gerbang sekolah yang terbuka lebar, dan apa yang disangka Kirani sangat benar.

Semua pasang mata tertuju padanya. Dia justru menebar keangkuhan sambil sesekali membenarkan kacamatanya, Asih yang berjalan bersamanya pun tahu akan hal itu. Kalau Asih jadi ibunya Bara, dia pasti malu.

Bukannya prestasi yang dihadiahkan pada orang tua, ini malah kegaduhan dan mendapatkan skorsing lagi. Anehnya, orang tuanya pun bangga dengan sikap Bara.

Asih hanya bisa menggeleng-geleng saja menyikapinya.

Sesudah hampir dekat dengan kelasnya dan jalur yang akan mereka lalui berbeda, Asih pun pamit.

"Mba, aku langsung pergi ke kelas ya," ucap Asih sambil tersenyum sopan.

"Oh, iya Asih. Kalau begitu aku pergi ke sana ya." Kirani menunjuk jalan yang akan dilaluinya. Mereka pun berpencar.

"Huhhh!" Asih menghela napas.

Masih terasa pengap karena tadi. Asih yang belum akrab dengan Kirani meskipun waktu itu dia masuk ke kamar Asih dengan sikap yang lemah lembut, tetap saja Asih masih canggung apalagi setelah adanya keributan dengan Monika … Asih jadi curiga pada Kirani.

Siapa tahu kan kalau mereka sekongkol atau Kirani juga berpura-pura baik? Asih justru sekarang malah terhasut dengan manisnya Gisella padanya.

Dia terlihat tulus, wajah ayu Gisella bisa menghipnotis penglihatan Asih untuk percaya padanya.

"Asih!" teriak seseorang dari belakang.

Asih pun menoleh, dia terkejut saat melihat Ica berlari ke arahnya. "Ica?"

Perempuan berkacamata itu datang terhengos-hengos sambil memegangi tangan Asih yang menjadi tumpuannya.

"Ke kelas kan? Bareng, hehe." Ica tersenyum.

"Lho, teman kamu yang lain mana?" tanya Asih heran karena biasanya Ica pasti datang dengan gengs-nya yang berisikan Bella, Keyla dan Tata.

"Mereka jajan dulu, lama … jadi aku pergi duluan ke kelas terus lihat kamu dari kejauhan ya udah aku kejar."

"Oh." Asih mengangguk-ngangguk.

Sambil berjalan mereka juga sambil mengobrol.

"Ya … si Bara diskors ya? Kalau si Bara enggak ada, kelas bakal sepi tapi kalau si Alfred enggak ada, kelas rasanya adem," celetuk Ica dan membuat Asih kaget. Sebegitunya pengaruh anak tirinya di kelas?

"Kenapa? Emangnya apa yang buat mereka berbeda?" tanya Asih penasaran.

"Kalau si Bara banyak fansnya, pinter, terus banyak temannya juga, jarang bikin sebel sih. Bara sebenarnya jarang ngomong kalau ke cewek yang enggak deket sama dia banget. Terus kalau ada Bara, pasti si Hilman sama si Tobi juga aktif. Bersemangat gituh, kalau enggak ada Bara seperti separuh jiwa mereka hilang. Lihat aja nanti!" Ica seperti mengungkapkan fakta yang sangat otentik.

"Oh," balas Asih lagi singkat.

"Ih kamu, uh ah oh oh. Kamu kan sepupu Bara. Emangnya sikap Bara beda ya?" Ica menilik wajah Asih yang sekarang tampak kikuk.

"Oh itu haha, pastinya beda dikitlah, hehe." Asih sangat canggung.

"Mmm pasti sih, semua orang pasti gituh. Eh Asih, tadi kamu sama Mamanya Bara kan?" Ica sebenarnya tadi berjalan di belakang mereka, tapi cukup jauh.

"Iya, Ica." Asih tersenyum.

"Mamanya Bara baik banget, apalagi sama si Bella. Sayang, si Bellanya selingkuh sama si Alfred tapi akhirnya dia nyesel juga dan sekarang terpaksa deh balikkan lagi sama si Alfred enggak tahu kenapa. Mungkin karena keperawanan Bella udah diambil sama dia." Ica belum sadar kalau dirinya sudah mengungkap aib temannya sendiri alias keceplosan.

"Apa?" Asih sangat terkejut.

Wajah Ica pucat, bagaimana kalau Bella tahu dia membocorkan aib Bella pada sembarang orang? Bisa-bisa Ica dibunuh sama Bella nanti.

Ica merengek, memohon-mohon pada Asih agar melupakan ucapannya tadi dan jangan bilang pada siapa-siapa.

"Ups! Asih diam ya, jangan bilang-bilang! Kumohon! Aduh, ini bibir kok enggak bisa di rem." Ica memukul-mukul bibirnya sendiri.

"Bara tahu soal itu, Ca?" tanya Asih lagi.

"Bara enggak tahu soal itu, Asih. Udah ah jangan dibahas, please ya jangan dibilang-bilangin juga." Ica memelas.

Asih pun mengangguk, dia tahu perasaan Ica yang takut kalau Bella tahu dia membocorkannya pada Asih.

Mereka pun berpisah menuju bangku masing-masing. Asih pun duduk dan langsung melepas tas gendongnya yang tadi dikaitkan di kedua tangan dan menyimpannya ke meja. Seperti biasa, Fira dan Hasan belum datang.

Mungkin Hasan akan datang lebih dulu dari Fira, tapi itu juga di jam masuk yang sama-sama hampir mepet. Bukannya mereka malas karena sekolah, tapi karena lingkungan yang tidak mendukung mereka.

Sudah bertahan selama ini pun, Asih salut pada keduanya. Kalau itu terjadi sama Asih, mungkin Asih tidak akan konsen belajar.

Tapi Hasan? Katanya nilanya masih tinggi, dan biarpun Fira tidak sepintar Hasan dia masih bersemangat juga untuk belajar.

Asih jadi kepikiran Bella. Bagaimana Bella bisa melakukan dosa besar itu dengan Alfred? Kan aneh ya? Masa Bella justru berhubungan badan dengan selingkuhannya dan bukan dengan Bara?

Apa Bella melakukan hubungan dengan Alfred setelah Bara juga menikmati tubuhnya? Asih masih tidak bisa mengetahui apa pun soal mereka, tapi kalau sampai Bara melakukan itu … Asih jadi takut bersamanya.

Tidak bisa dipungkiri kan kalau Bara berniat jahat pada Asih, ibu tirinya sendiri? Mereka juga seumuran lagi.

Asih tidak bisa menebak sikap Bara karena jika patokkan Asih adalah ayah Bara yang juga suaminya sendiri, kemungkinan untuk Bara melakukan zina itu sungguh besar.

Toh Jajaka Purwa juga banyak istrinya, sikapnya juga tidak ada yang bisa banyak ditiru oleh anaknya dalam hal kebaikan.

Ya pasti bara juga tidak akan berbeda dengan ayahnya. Begitulah menurut Asih.