Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 39 - PRITTTTT!

Chapter 39 - PRITTTTT!

"Oh, aku kira." Tobi menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Fira dan Hasan saling tatap, bingung maksud kedatangan Tobi apa? Apa dia disuruh teman-temannya atau dia niat mendekati Asih.

"Terus, kamu tahu enggak King kita di mana?" tanya Tobi.

"Bara maksudnya?" tanya ASih.

"Heem."

"Maaf aku enggak tahu," balas Asih, "kalian tahu nggak?" Asih bertanya pada kedua teman barunya sekarang, Hasan dan Fira kompak menggeleng.

Bahkan Hasan fokus ke handphonenya dan kepalanya pun ditutup jaket hitam kesayangannya. Seolah tak ingin peduli soal pertanyaan Tobi barusan.

"Oke kalau begitu, kamu enggak perlu minta maaf kok Asih." Tobi tersenyum. "Tapi kamu tahu enggak hatiku di mana?" Tobi semakin tersenyum menggombal.

Dari kejauhan, teman-temannya sudah curiga kalau teman mereka, Tobi pastinya bukan hanya sekadar menanyakan keberadaan Bara. Tapi lebih daripada itu.

"Lihat, lihat tuh si Tobi!" celetuk Feri, salah satu dari mereka.

"Ah, pasti mulai gombal dia. Lihat aja ekspresi si Fira sama si Asih!" Hilman melihatnya sambil menyimpan kedua tangan di pinggang.

Asih tersenyum kikuk, dia tahu maksud Tobi hanya menggombal. Risihkan? Asihkan sudah punyai suami, meskipun dia enggak cinta sama suaminya.

Kalau Tobi tahu Asih ibu tiri Bara, apalah jadinya nanti. Mungkin bukan gombalan yang dilontarkan, tapi sindiran.

"Hati kamu ya … di dalam tubuh kamu Tob, yang tugasnya ngebuang racun," jawab Asih mengkaitkannya dengan keilmuan.

Meskipun dia tahu kalau maksud Tobi bukan hati yang itu, tapi hati yang sama dengan perasaan.

"Kata siapa?" tanya Tobi dengan wajah merayu.

"Kata buku Tatang sutarman!" jawab Bara tiba-tiba, dia datang sambil menjewer telinga Tobi.

"Eeeee, sakit King Bara!" Wajah Tobi terlihat lucu, Asih pun tertawa melihatnya.

Tapi Fira dan Hasan tidak tertarik, mereka hanya diam saja dan pura-pura tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi di depan mereka.

"Ayo, main!" Bara masih menjewernya dan berjalan meninggalkan Asih menuju teman-temannya yang sudah menunggu dia dari tadi dan pas-pasan juga sang guru mereka mulai turun ke lapang. Pertandingan akan segera dimulai.

Fira menghela napas. Asih juga tahu kalau Fira sangat bosan jika harus duduk-duduk dan menonton pertandingan, karena semua hal yang berhubungan dengan dukungan dan solidaritas kelas sama sekali tidak dapat dia rasakan.

Kalau bukan karena perintah guru, dia juga tidak ingin memaksakan diri duduk di sana. Mereka akan selalu jadi pusat perhatian orang-orang terasingkan. Couple, Hasan dan Fira.

Mungkin sekarang lebih berbeda karena ada Asih yang menemani, menjadi point lebih karena identitas Asih lebih gemilang daripada keduanya.

Rata-rata orang penasaran dan hormat pada Asih karena semua orang tahunya Asih adalah sepupu Bara, bukan ibu tirinya.

Teman-teman Bara pun senang karena akhirnya Bara, yang mereka tunggu-tunggu sudah datang. Malahan adegannya lebih seru karena dia menjewer Tobi.

Anak itu terlihat lucu jika wajahnya penuh kesakitan dan jejeritan seperti seorang perempuan. Pak Soni, guru olahraga mereka pun ikut tersenyum melihatnya.

Tobi memang mood basternya semua orang, sikap kocaknya selalu membuat orang lain tertawa.

"Aduh King Bara panas nih, pasti merah. Merah nggakk Hil?" tanya Tobi pada Hilman.

"Tobi sayang, cup cup. Aduh merah banget lagi." Feri memegangi telinga Tobi dan mengelus-elusnya.

Mereka berdua kemudian saling berpelukan, dan Tobi menangis bohongan.

"Huhuhuhuuuu, sakit Pa."

"Cup cup Nak, jangan nangis."

Keduanya berdrama, membuat yang lain semakin tertawa melihat kekocakkan Tobi yang diladeni Feri.

"Dari mana aja lo, Bos?" tanya Hilman.

"Biasalah." Bara terlihat tidak ingin membalasnya.

"Anak-anak, aya sini kumpul!" Pak Soni berteriak.

"Tuh, kumpul-kumpul ayo!" seru salah satu dari mereka.

Bara membisik, membuat semuanya mendekat, lebih mirip berkerumun sebentar.

"Ingat! Hari ini kita enggak boleh kalah dari mereka. Ok?" Bara mengkoordinir mereka lebih dulu dengan ucapan.

Semuanya mengangguk, terkecuali Alfred dan kedua temannya. Sayangnya mereka harus gabung ke tim Bara.

Tapi, untuk soal permainan yang membawa nama kelas … Alfred, Alex dan Vino juga pastinya ingin kelas mereka juara. Jadi, ego mereka harus dibuang selama permainan berlangsung.

"Oke, kita juga harus main semaksimal mungkin. Reputasi Bro!" seru Alfred pada kedua ceesnya.

"Siap!" balas kompak Alex dan Vino. Ketiganya saling tos satu sama lain.

Alfred, Bara, Hilman, Tobi dan Alexlah yang main lebih dulu. Sisanya adalah cadangan.

Sorak sorai para penonton dari dua kelas pun terdengar. Kedua tim saling berhadapan, dan terlebih dulu bersalaman karena pak Soni yang menyuruh dan memang aturan mainnya haruslah begitu agar tercipta pertandingan yang sportif.

PRITTTTT!

Bunyi periwit pun terdengar. Bola dilambungkan dan ….

Mereka mulai bertanding. Bola dimenangkan oleh Miftah, sorot mata Bara begitu tajam ingin mengambilnya.

Tapi, Miftah juga mahir dalam bermain. Permainan begitu sengit sekali. Bising di telinga mereka juga bisa memecah konsenttrasi.

"IPS! IPS! IPS! IPS A1! IPS A1!" sorak para pendukung, terkecuali Asih dan kedua temannya. Mereka hanya diam memperhatikan.

Disusul sorakkan ramai yang lainnya lagi. "IPA! IPA! IPA! Miftah! Yuhuuuu! Rangga, Adji!"

Fira menguap, dia sudah tahu kalau semua para perempuan memang selalu memuja teman-teman laki-laki mereka yang terkenal.

Kadang parahnya, pada lelaki-lelaki mereka peduli tapi pada temen mereka sendiri malah saling menghina.

Buktinya Fira, teman-teman perempuannya bahkan enggak berani deketin dia karena alasannya adalah Bella.

Parah, ya? Karena mereka lebih memeluk ketakutan, tanpa merasakan perasaan Fira yang selama di sekolah dia sangat kesepian.

Ibarat kata Fira tidak ada. Melihat Fira yang tidak tenang dan cemberut, akhirnya Asih inisiatif untuk bertanya-tanya padanya.

"Fir," panggil Asih.

"Ya?" Fira terlihat kaget, Hasan yang dari tadi melihat handphonenya pun menoleh.

"Katanya kamu jago silat, ya? Nama perguruan apa? Di mana?" tanya Asih menyerbu Fira dengan rasa penasarannya.

Fira menyeringai, tapi keheranannya jauh lebih besar. "Di mana kamu tahu?" tanyanya. Perlahan, gaya ucapan Fira mulai lembut pada Asih.

kata 'Lo gue' sudah berganti menjadi 'Aku Kamu'. Ingin sekali Hasan menimpali dan ikut mengobrol, tapi dia lebih memilih untuk memberi luang pada mereka berdua.

Fira akan senang jika dia merasakan sosok teman di dalam diri Asih. Mereka harus akrab agar Fira bisa jadi seorang manusia seutuhnya.

Selama ini, Hasan cukup mengerti apa yang dirasakan Fira. Dia begitu kuat bertahan di sekolah itu, dia suah diberi uang untuk sekolah dari guru silat di perguruannya.

Seperti Hasan, Fira juga bukan orang kaya. Guru perguruan silat Fira adalah teman dekat kedua orang tuanya, merasa iba karena Fira seorang anak yatim … jadi semua kebutuhan Fira ditanggung oleh gurunya, hanya dengan satu syarat yaitu Fira harus fokus belajar di perguruan dan membantu ini dan itu meskipun gurunya tidak akan keberatan jika sudah lulus nanti Fira akan fokus bekerja.

Fira sudah jadi senior di sana, yang sesekali juga membantu latihan anak-anak yang lain. Hasan sangat tahu seluk beluk Fira, begitupun Fira yang juga tahu bagaimana seluk beluk Hasan.

Setidaknya mungkin, Hasan lebih beruntung dari Fira mengenai finansial. Kedua orang tua Hasan bekerja di pabrik, setidaknya sangat cukup untuk menyekolahkan anak dan menghidupi kehidupan sehari-hari.

Hanya mungkin memang sangatlah jauh dengan kisaran rata-rata kekayaan orang tua murid yang lainnya. Para pejabat, pengusaha dan beragam.