Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 36 - Apakah Fir'aun Masih Hidup?

Chapter 36 - Apakah Fir'aun Masih Hidup?

"Hampir saja." Bara menggeliat, dia membenar-benarkan otot-otot badannya.

Meringkuk di dalam lemari sambil berdesakkan dengan tumpukkan baju sangat tidak nyaman.

Seperti dipaksa dimasukkan ke dalam koper. Terhimpit dan sesak.

Tapi, baru saja Bara ingin keluar. Seseorang sudah datang lagi. Keduanya sama-sama terkejut.

"Aaaa!" Bara menjerit, dan terperanjat. Perempuan itu juga sama.

"Tu-tuan? Tuan muda kenapa ada di sini?" Irah menatap Bara dengan penuh kecurigaan.

"Irah! Kamu ngagetin aja. Bukan urusan kamu, sana awas aku mau keluar." Bara pun langsung keluar.

Irah termenung, kecurigaannya semakin bertambah.

"Jangan-jangan?" Irah menduga yang tidak-tidak. "Ya Alloh, apakah Tuan muda jatuh cinta sama ibu tirinya sendiri? Apa mereka?" Irah bertanya-tanya, memunculkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi di antara keduanya.

"Ini enggak bisa dibiarin kan?" Irah yang tadi telrihat cemas, sekarang justru tersenyum jahat. Dia punya rencana yang bagus untuk ini.

Bara berjalan menuju kamarnya, dia hanya tinggal berganti baju saja.

Saat Bara ingin membuka kamarnya, di saat bersamaan Adrian keluar kamar. Bara pun mendekatinya. Adrian heran, Bara masih belum bersiap.

"Lo kenapa belum dibaju?" tanya Adrian.

"Lo semalam ke mana, Kak?" Bara malah balik bertanya.

Terlihat Adrian mencoba berlari dari pertanyaan Bara, matanya tidak fokus melihat lawan bicaranya dan diarahkannya ke arah lain.

"Gu-gue … gue mainlah. Bosen gue di rumah, apalagi saat tahu kalau ayah lo kemarin ngebunuh orang lagi," elak Adrian.

Bara bisa merasakan keanehan yang terlihat. Tapi, alasan Adrian cukup bisa diterima.

"Oh." Bara kemudian kembali lagi menuju kamarnya. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Adrian pun lolos dari kekepoan Bara.

Dia tidak ingin Bara tahu kalau kemarin Adrian menghabiskan waktunya di klub malam. Adrian selalu menasehati Bara untuk jangan pergi ke tempat itu.

Mabuk-mabukkan enggak apa, asal jangan main perempuan. Tapi, semalam … Adrian telah melanggar larangannya sendiri yang selalu dia lontarkan pada Bara.

Di ruang makan, semua sudah berkumpul. Adrian telat datang, ayahnya—Jajaka Purwa dan istri barunya—Asih sudah lebih dulu duduk di sana.

Adrian pun duduk, dia tidak menatap siapa pun yang ada di sana. Seolah ada dendam tersendiri yang semakin jelas di raut wajah si ketus ini. Sudah tidak asing juga di mata yang lainnya.

"Di mana, Bara?" tanya Kirani pelan, setengah membisik di sampingnya.

"Dia tadi –" Setengah jawaban, Adrian menjawab karena Bara datang dengan cepat dan sekarang menarik kursinya untuk duduk di samping Adrian. "Ini si Bara, Ma," tambah Adrian sambil menunjuk.

Bara melihat reaksi semua orang seperti menodong padanya.

"Apa?" tanya Bara so bersikap bodoh.

Padahal dia sudah tahu, semua orang menatapnya karena Bara telat. Tapi dia tidak peduli itu.

"Baiklah, ayo makan!" ucap Monika dengan senyuman khasnya. Hanya senyuman pura-pura.

Adrian merasa ada yang aneh, sampai dugaannya benar. Beberapa menit setelahnya, Monika membuka obrolan.

"Suamiku," ucapnya dengan lembut.

Jajaka Purwa menjawabnya dengan mengangkat alis dan menohokkan wajah.

"Mmm, besok katanya Hani pulang, apa kita perlu menyambutnya dengan perayaan?" Monika tersenyum lebar.

Adrian dan Bara hampir saja tersedak. Kayak menyambut Raja Arab Saudi saja, harus ada perayaan segala? Sudah dapat ditebak kalau permintaan si Hani pasti merayakan pesta.

Jajaka Purwa masih terdiam, kemudian dia menjawabnya setelah meneguk air putih.

"Boleh, sekalian aku memperkenalkan Asih pada semua rekanku nanti," jawabnya sembari mengusap bekas minum dengan lap khususnya.

Monika dan Kirani saling menatap satu sama lain, walaupun keduanya saling membenci, tapi mereka juga mempunyai musuh baru yang sama –ia adalah Asih.

Asih tersentak, dia akan dipamer-pamerkan oleh suaminya. Gadi yang masih polos dan sudah sekolah itu akan menjadi pusat perhatian nanti.

Lagi-lagi, Asih harus menanggung malu. Tidak akan pernah ada kebanggan menjadi istri seorang pembunuh itu. Tidak salah Asih memberinya gelar Fir'aun Modern.

"Apa?" Bara heboh sendiri di saat yang lainnya tidak ada yang memprotes, tentunya dia tidak terima dengan keputusan itu.

Bagaimana kalau rekan-rekan kerja ayahnya tahu kalau Asih satu sekolah dengan Bara? Sebagian anak-anak rekan bisnis ayahnya dan tamu undangan adalah orang tua teman-temannya.

Semua menatap Bara aneh.

"Yah, bagaimana nanti kalau temen-temen aku tahu? Aku enggak mau." Protes Bara menciptakan ketegangan.

"Bara, duduk!" Kirani memerintah, dia tahu kalau suaminya sekarang masih membawa emosi yang kemarin.

Tapi anaknya—Bara seolah lupa dan tidak memperhatikan hal itu sebelum menyanggah.

Tapi, terlihat Jajaka Purwa juga menerimanya. Dia tahu kalau beberapa temannya, juga menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang sama dengan Bara.

Jika sebagian tidak diundang, juga akan terjadi kesalahpahaman dan tetap saja kabar kalau Asih adalah istrinya juga lambat laun akan terkuak.

Setidaknya, dia harus selamat di satu tahun terakhir ini. Hanya saat Asih sekolah saja agar tidak ada masalah di sekolah.

Kalau Asih diketahui sudah menikah, itu tidak akan beres nanti. Sekolah tidak akan menerimanya.

Bara pun duduk dengan kesal. Jajaka Purwa pun tidak menanggapi Bara, dia juga masih merenungkannya.

Asih menatap Bara yang sangat tampak kesal. Dia juga takut kalau identitasnya sebagai seorang istri dari si Tuan Tanah jahat itu terbongkar.

Apalagi, Asih sudah akrab dengan Fira dan Hasan. Bagaimana tanggapan mereka nanti? Asih tidak bisa membayangkannya.

Apakah Fira dan Hasan akan menghakimi Asih? Menganggapnya telah membohongi mereka?bukan hanya Asih saja yang malu, tapi Bara juga.

Setenar Bara, gossip secuil darinya bisa saja langsung viral sesekolah. Akan jadi masalah besar nanti.

Tapi apa guna Asih melarang suaminya? Dia tidak dapat melawan perintah dari lelaki yang tidak punya hati dan tidak segan membunuh orang dengan tangannya sendiri itu.

***

Di dalam mobil, Bara terus saja mendengus kesal. Asih juga memiliki kekesalan yang sama, tapi … lagi-lagi Asih bisa apa?

Bahkan Asih tidak mampu memprotes kecepatan mobil Bara yang sekarang ugal-ugalan lebih parah dari kemarin.

Tiba-tiba, Asih berucap, "apa kamu percaya kalau Fir'aun masih hidup?" tanya Asih dengan wajah polos menerawang lurus ke jalanan di depannya.

Bara kemudian memelankan laju mobilnya, jadi cukup sedang.

"Apa maksud lo?" tanya Bara.

Aneh kan tiba-tiba Asih mengajaknya untuk membahas soal sejarah? Pelajaran yang mengingatkan dirinya pada sejarah percintaan Bara sendiri.

Masa lalu terkadang memang tak akan pernah terlupa, apalagi yang menyakitkan dada.

"Maksudku …." Asih masih menerawang jalanan, Bara yang menyetir di sampingnya masih menunggu jawaban dengan gereget.

"Cepet jawab! Bikin penasaran aja." Bara memaksa.

"Itu pertanyaan, tinggal dijawab."

Bara kesal. "Pertanyaan lo nggak waras, mana ada Fir'aun masih hidup sampai sekarang?"

"Ada."

"Di mana? Siapa? Hah? Nilai sejarah lo parah ya, Asih?" Bara tersenyum meledek, dia pun sibuk memutar-mutar kemudi, selip sana selip sini.

Sudah seperti pembalap di arena balapan saja. Kadang pelan, kadang cepat. Seperti iman Bara, yang juga naik turun.