***
Di tempat lain, geng Bara bertemu dengan geng motor Miftah. Keduanya kini saling berhadapan.
Bara sudah turun dari motornya duluan dan menyuruh Miftah juga turun. Para anggotanya juga mengikuti ketua-ketua mereka.
Tempat mereka berhenti kini cukup sepi, alasan Bara memilihnya agar tidak ada yang melaporkan kejadian jika nanti Bara tidak bisa mengontrol dirinya untuk menyerang dan kemungkinan terlibat perkelahian.
"Apa lo gak bosen cari ribut terus sama gue, Bar?" tanya MIftah tampak kesal dengan sikap mantan temannya sendiri ini.
Bara tersenyum meledek. Sunggingan kecil yang membuat Miftah jengkel. Tapi dia tidak ingin terpancing emosi lebih dulu.
Miftah tidak ingin menanggapi terus sikap Bara yang memang dia tahu sikapnya kekanak-kanakkan.
"Lo yang cari ribut duluan," balas Bara, "ngapain lo deketin Rani, hah? Apa gak cukup lo udah rebut Karin dari gue dulu?" Bara kembali mengungkit.
Karin memang lebih menyukai Miftah, Bara melihat Karin yang memeluk Miftah sebelum perempuan itu pergi ke singapura.
Karin adalah teman mereka. Namun, hati keduanya merubah kenyataan fakta pertemanan itu.
Bara dan Miftah memang sudah berteman bahkan sejak di taman kanak-kanak dan mereka berdua juga dekat dengan Karin sejak itu.
Saking sangat dekatnya, keduanya juga sampai menaruh hati pada Karin yang bisa membuat Bara dan Miftah selalu baikan ketika mereka berdua terlibat cekcok.
Karin adalah sosok perempuan periang, dia sangat mampu untuk membuat Miftah dan Bara nyaman berada dekat dengannya.
Hingga mereka harus berpisah dengan Karin karena dia menjalani pengobatan ke Singapura untuk sembuh dari penyakitnya.
Karin menderita penyakit kanker, yang mengharuskannya untuk terus menjalani kemoterapi.
Sebelum Karin pergi, saat itu dia diguncang perasaan tidak enak dengan sikap kedua teman lelakinya.
Karin seperti sadar kalau Bara dan Miftah menyukai Karin dan bersaing untuk mendapatkannya. Tapi, Karin berpura-pura tidak tahu akan hal itu.
"Gue ingetin ya sama lo, Bar!" ucap Miftah sembari menunjuk wajah Bara dengan mata tajam tanda kemarahan, "jangan bahas Karin lagi di antara kita dan lo harus tahu kalau gue sama Rani itu gak ada apa-apa. Dia junior di sekolah dan di komunitas pengajian gue." Miftah menjelaskan.
Bara tersenyum meledek sambil memalingkan wajahnya, dia tidak percaya dengan ucapan Miftah dan kemudian Bara menunjukkan foto Miftah sedang duduk bersama Rani entah di mana, dirinya sendiri tidak tahu.
"Ini? Lalu apa ini?" Bara menunjukkan bukti. Dahi Miftah mengerut dan seperskian detik setelahnya Miftah tertawa.
"Lo cemburu karena foto ini? Lo kekanak-kanakkan banget, Bar. Semua bukti-butki foto itu hanya kegiatan pengajian, lo gak lihat gue pakai baju sopan? Hah?"
Bara terdiam. Dia merasa dibodohi oleh Bella. Memang benar ucapan Miftah, di foto itu terlihat begitu formal, dengan baju sopan yang mereka kenakan.
Bukan baju koko yang jadul, tapi lebih modern. Akan tetapi Bara juga tidak benar-benar yakin karena menurutnya siapa tahu kalau Miftah berbohong padanya.
Bara kemudian menunjukkan beberapa foto lagi saat mereka berpakaian seragam.
Miftah kembali terkejut, foto-foto bukti Bara itu adalah sebuah fitnah untuk membuat Bara dan Miftah semakin renggang. Tapi Miftah tidak mempunyai bukti apa pun untuk meyakinkan Bara.
"Terserah lo deh! Pokoknya gue gak suka ke Rani. Lagian lo belum pacaran juga udah posesif banget. Pantesan Rani sampai sekarang belum nerima lo," ucap Miftah, "ayo kawan kita pergi aja, cape ngurusin orang egois kayak gini." Miftah kemudian meninggalkan Bara yang masih emosi.
Tangan Bara sudah mengepal ingin memukul Miftah tapi dia belum bisa memukul bekas temannya itu untuk hari ini.
Bara takut jika ada yang melapor pada Rani karena dia sudah berjanji pada perempuan itu untuk tidak berkelahi lagi.
Anggota geng motor Bara kemudian mendekati ketua mereka dan bertanya, ada yang menawarkan serangan dan ada yang hanya bertanya kondisi hati Bara.
Bara semakin marah jika ditanya-tanya. "Diam lo semua!"
Semuanya terkejut mendapat reaksi Bara dan langsung terdiam. Kemudian Bara naik ke motornya dan pergi begitu saja.
Semua anggotanya heran dengan sikap Bara, Hilman dijadikan sasaran pertanyaan temannya yang lain karena dia adalah orang yang duduk sebangku dengan Bara.
Hilman menengadahkan kedua tangannya, arti tidak tahu.
Dan akhirnya mereka juga pergi meninggalkan jalanan sepi tersebut yang hanya satu atau dua pengendara saja yang lewat. Begitu sepi dan sangat cocok dijadikan tempat tawuran.
***
Di kediaman Bella, dia baru pulang sekolah dan uring-uringan karena kesal. Tapi kekesalannya itu tidak kalah depresi dengan ibunya yang sekarang juga sedang marah-marah di telepon.
Bella kemudian mendekati ibunya yang tengah berdiri di dekat jendela dan menguping pembicaraan.
"Bagaimana bisa? Gak bisa gituh dong, rugi kalau gituh. Kenapa mereka batalin ini semua? Pokoknya kalau bisa … bujuk mereka lagi biar mau, sudah ya … saya pusing. Urusi saja semuanya," ucap ibunya Bella dan langsung menutup panggilan teleponnya.
Dia kemudian memegang keningnya sendiri seperti orang yang sedang kambuh penyakit vertigo-nya.
"Sial! Bisa-bisa kalau begini …," ucapnya terpotong karena melihat putrinya sedang memerhatikan.
"Bella!" panggilnya cukup keras membuat Bella terkejut dan tidak tahu kenapa ibunya memperlihatkan wajah emosi dan kini melangkah semakin dekat dengan putrinya itu.
"Ada apa sih, Mom?" tanya Bella masih tidak tahu apa-apa alasan di balik emosional ibunya – saat ini Bella hanya tahu ibunya sedang tidak baik-baik saja.
Lusi, ibunya Bella mengusap rambutnya ke belakang dan menatap Bella penuh kemarahan.
"Kamu ini jadi perempuan gak becus, hah?"
"Maksud Mommy apa? Bella gak ngerti."
"Gak ngerti gak ngerti, kamu sebenarnya pilih siapa? Hah? Si Alfred atau si Bara?"
Bella terhenyak, Bella sudah tahu apa maksud ibunya sekarang.
Ada hubungannya dengan saham yang tadinya akan disuntikan oleh keluarga Alfred pada perusahaan ibunya yang hampir bangkrut.
"Bella udah putus dari Alfred Mom. Bella pengen balik lagi sama Bara," jawab Bella jujur.
"Bodoh!" bentak ibunya lagi, "gara-gara kamu orang tua si Alfred jadi batalin kesepakatan secara sepihak. Kalau kita benar-benar bangkrut kamu mau makan apa, hah? Kamu mau barang-barang mewah kamu ibu jual?" tanyanya memberi ancaman.
"Gak mau Mom," balas Bella ciut, "Bella nanti minta ayah untuk tanamin sahamnya di perusahaan Mommy, Bella janji," tambah Bella membuat penawaran.
Tapi justru itu membuat ibunya semakin marah. Dia gengsi jika harus meminta-minta belas kasih dari mantan suaminya di luar negeri.
"Jangan sebut-sebut nama Ayahmu lagi, Bella! Mommy gak mau denger, pokoknya kamu harus balikan lagi sama Alfred. Bujuk dia agar orang tuanya mau lagi kerja sama dengan kita. Mami gak mau tahu!" ucap Lusi dan langsung pergi.
Bella kesal, bibirnya mengerut sebal dan seperti biasa kaki Bella menghentam lantai dengan keras.
Tiba-tiba, ibunya membalik badan setelah dia setengah berjalan pergi.
"Terus, lupain tuh si Bara! Kamu harus pilih lelaki yang cinta sama kamu, bukan kamu yang cinta sama dia. Nanti nasib kamu kayak Mommy sama Daddy kamu."
"Daddy gak selingkuh, Mom. Mommy salah paham." Bella membela ayahnya.
Lusi tidak melihat wajah Bella dan terus berjalan sambil berkata, "otakmu sudah dicuci sama Daddy kamu. Pokoknya Mommy mau kamu balik lagi sama Alfred," cerocos suara ibunya menghilang seiring keberadaannya juga menjauh pergi ke belokan rumah.
Bella tebak ibunya pergi ke ruang kerjanya dan setelah itu dia uring-uringan sendirian, melempar berkas-berkas, bahkan lebih parah melempar benda yang mudah pecah dan setelah itu bi Santi yang membereskannya. Bi santi adalah pembantu di rumah Bella.