Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 78 - Miftah Membebaskan Alfred dan Teman-temannya

Chapter 78 - Miftah Membebaskan Alfred dan Teman-temannya

Memang aneh, sebenarnya. Dan itu tidaklah dibenarkan. Seharusnya, Asih putus sekolah jika dia memilih untuk menikah.

Memang, masalah umur bisa saja dimanipulatif di kedesaan. Tapi jika Asih masih sekolah, itu memanglah hal ganjil.

Tapi memang, tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang Jajaka Purwa yang sangat berkuasa itu.

Dan Dandi, mencoba tenang di situasi yang tidak membuatnya nyaman ini.

Asih pun sama.

Antara obrolan yang tengah berlangsung dan pikirannya, itu berbeda.

Sampai-sampai, Asih tidak terlalu menyimak obrolan mereka. Asih hanya senyum sesekali jika mereka tertawa atas obrolan mereka itu.

Tapi Asih mampu menangkap kesimpulannya.

Yaitu … Hanantyo bekerja sama dengan Jajaka Purwa terkait usaha kosmetiknya dengan perkebunan Teh milik Jajaka Purwa.

Dan Dandi, yang akan menjalankannya.

Untuk beberapa hari, Hanantyo dan Dandi akan tinggal di Villa milik Jajaka Purwa ini.

Tapi, Hanantyo tidak akan tinggal lama. Dia akan kembali ke Kalimantan, dan Dandi yang akan tetap tinggal di sini untuk beberapa bulan ke depan. Entah sampai kapan, Asih juga tidak tahu.

Dia hanya berharap, Dandi bisa membuat suatu rencana agar Asih bisa terbebas dari Jajaka Purwa.

Asih bukan tidak mau menjadi istri yang baik untuk Jajaka Purwa. Tapi terkait perasaan, Asih tidak mau hidup bersama lelaki yang sama sekali tidak dia sukai.

Itu bagaikan hidup di dalam neraka. Begitu sengsara, pikirnya.

Tidak ada kata sabar, untuk hal semacam ini. Tidak bisa, pikir Asih. Jangan sampai Asih menghabiskan waktunya bersama Jajaka Purwa. Dia tidak mau.

Untuk tetap sabar. Agar dirinya tetap waras. Asih mungkin masih bisa. Itu pun, ada kapasitasnya.

Tapi jika harus selamanya hidup dengan Jajaka Purwa. Apalagi sampai punya anak. Asih tidak ingin itu terjadi.

Membayangkannya saja, Asih tidak kuasa. Apalagi menjalaninya.

***

Bara baru membuka matanya.

Sekarang, Bara ada di basecamp gengs-nya sendiri. Terbaring lemas, tak berdaya sebab tadi dia sudah pingsan.

Rani dan juga Miftah ada di sini.

Beberapa anggota Miftah juga ikut masuk ke dalam basecamp dan sisanya, lebih memilih berkerumun di luar. Dan kebanyakan, para anggota dari gengs Bara yang ada di dalam basecamp.

Karena memang, gengs-nya Miftah dan gengs-nya Bara tidaklah akur.

Hanya untuk hari ini saja, mereka mau berkompromi untuk masalah ini yang memang awalnya tidak disengaja.

Miftah tahu dari salah satu anggota gengs-nya kalau Rani dibawa oleh Alfred secara paksa.

Miftah awalnya juga tidak tahu kalau itu adalah rencana Alfred untuk memancing Bara mendatanginya seorang diri.

Dan di saat bersamaan, salah satu anggota gengs-nya Bara pun membuntuti Alfred yang telah membawa Rani. Berikut juga, salah satu dari mereka melihat mobil Bara yang melaju sangat cepat.

Karena curiga dan penasaran juga. Mereka membuntuti Bara dan sampailah mereka melihat Bara disiksa oleh Alfred.

Suatu keberuntungan bagi Bara.

Sebagian yang lainnya dari mereka, sudah menyiksa Alfred dan teman-temannya sampai babak belur.

Tapi, Miftah menyuruh mereka untuk membebaskan Alfred dan teman-temannya.

Kata Miftah. "Sudah, bebaskan mereka!"

Dan hal itu sempat ditentang oleh Feri—salah satu anggota gengs-nya Bara, satu kelas juga. Dia tidak terima Alfred dan teman-temannya dibebaskan begitu saja.

"Lo gila, Miftah! Hanya segini? Kami belum puas. Dia sudah sangat licik, Anjing!" Feri menunjuk wajah Alfred yang sudah tak berwujud lagi. Semuanya babak belur.

Feri juga meludahi wajah Alfred.

Hilman dan Tobi, awalnya juga setuju. Teman-teman gengs-nya Bara, semuanya juga setuju untuk kembali menyiksa Alfred. Mereka belum puas untuk memberi pelajaran pada dia dan teman-temannya karena sudah melancarkan rencana busuk sampai ketua gengs mereka—Bara sampai pingsan karena ulah mereka.

Tapi, ucapan Miftah kemudianmenyadarkan mereka.

"Belum puas kata lo? Hah?" Miftah memalingkan wajah sambil tertawa sinis.

Dia kemudian kembali menatap pada Feri. "Memangnya lo mau mereka sampai mati, biar lo lo pada puas?" Miftah menunjuk-nunjuk pada gengs Bara. "Mikir tuh jangan setengah-setengah!" Miftah juga terpancing emosi tadi. "Pake otak lo! Kita masih anak SMA. Memangnya kalian mau punya catatan kriminal? Masuk penjara? Mau?" Suara Miftah meninggi.

Dan akhirnya, Gengs Bara pun bersedia untuk membebaskan Alfred dan teman-temannya.

Sekarang, saat Bara sudah sadar. Rani menangis dan segera menghampiri Bara.

Miftah, Hilman, Tobi dan juga Feri pun mendekati Bara.

"Kak Bara? Kak Bara sudah sadar? Syukurlah." Rani sangat senang.

Miftah pun menyodorkan air minum untuk Bara.

"Minum dulu!" katanya.

Bara masih merasakan pusing di sekitar kepala. Dan jelas, wajah dan sekujur tubuhnya terasa berdenyut sakit.

Melihat Miftah ada di sini, dan menyodorkan minum padanya. Bukannya menerima. Bara malah bertanya pada Miftah.

"Ngapain lo di sini?" Bara menampakkan ekspresi tidak suka.

Dia sendiri tidak tahu mengapa Bara terasa semakin membenci Miftah. Di saat Bara sebenarnya tahu kalau Miftah juga sudah menolong dirinya.

Bara juga sadar diri. Kalau dirinya, tidak seharusnya bertanya seperti itu pada Miftah.

Hanya saja, egonya begitu tinggi dan tidak bisa direda begitu saja.

Miftah menghela napas. Semua orang terdiam.

Kedua teman dekat Bara—Rangga dan Adjie yang ada sekarang pun terlihat emosi dengan ucapan Bara barusan. Mereka ingin sekali bicara kasar pada Bara.

Tapi, Miftah yang sudah tahu itu segera melarang keduanya agar tidak memperparah keadaan karena di situasi seperti sekarang ini tidaklah tepat untuk menimbulkan kegaduhan. Mereka harus mengalah.

Dan mengasihani Bara, pikir Miftah. Miftah melarang mereka hanya dengan tatapan mata tanda isyarat melarang ucapan kasar keluar dari mulut kedua anggotanya itu yang sekaligus merupakan anggota gengs Miftah juga.

Rani yang paham dengan situasi pun langsung segera mengambil air minum, botol mineral yang Miftah pegang untuk diberikannya pada Bara oleh Rani.

Miftah memberikannya pada Rani dengan sukarela.

Rani yang sudah menerimanya pun segera menawari Bara minum. Lebih tepatnya sih menyuruh Bara untuk minum terdahulu.

"Kak Bara, minum dulu ya," ucap Rani lembut.

Teman-teman Bara membantu Bara untuk duduk.

Bara yang melihat ketulusan Rani, dengan senang hati meminum air itu.

Diteguknya air mineral dalam botol itu sembari tatapannya berfokus pada Rani. Rani tidak balik menatap pada Bara. Dia menundukkan pandangannya.

Sebagai seorang perempuan muslim yang cukup taat. Rani memang selalu menjaga pandangannya terhadap lawan jenisnya.

"Terima kasih," ucap Bara pada Rani.

Rani mengangguk seraya mengambil air botol mineral itu dan kembali memberikannya pada Miftah. Lalu, Miftah menyimpannya ke meja yang tak jauh dari posisi dia sekarang.

Bara kemudian melihat ke sekitaran. Dia mencari-cari sekomplotan orang-orang yang Bara pikir masih ada di sini.

Hilman yang sadar akan sikap Bara yang tempak mencari seseorang, yang tidak lain adalah Alfred berikut juga gengs-nya.

Hilman pun memberi tahu Bara tanpa Bara bertanya padanya.

"Alfred dan teman-temannya sudah mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Dan mereka sudah kami usir," terang Miftah pada Bara.

Mendengar keterangan tersebut, wajah Bara berubah. Memerah. Kedua tangannya mengepal dan kemudian dia meninju ke sofa yang sedang dia duduki.

"Kenapa kalian bebaskan mereka, hah?" Kedua mata Bara memindai semua orang anggotanya yang sekarang ada di dalam basecamp.