Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 74 - Bara Menemui Alfred Sendirian

Chapter 74 - Bara Menemui Alfred Sendirian

Sekarang yang Asih pikirkan adalah soal dirinya sendiri. Apakah Asih bisa menolak jika dia merasa tak sanggup melayani nafsu suaminya sendiri?

Asih lelah. Ingin sekali dia tidur siang. Itu pun, kalau bisa. Dan diperbolehkan oleh suaminya.

Namun, saat kaki kecil nan jenjang milik Asih memasuki teras dalam Villa. Jantung Asih berdegup kencang.

Bukan hanya terkejut. Asih rasanya ingin mati.

Tapi, ada sensasi bahagia yang tidak bisa dia tutup-tutupi kala melihat seseorang yang sekarang berdiri di hadapan Asih dengan jarak sekitaran dua meter sambil memegang cangkir keramik yang terlihat asap keluar darinya. Itu pertanda berarti di dalam cangkir keramik tersebut berisi air panas.

Karena dia seorang lelaki, mungkin ia tengah memegang cangkir keramik yang di dalamnya terisi dengan air seduhan kopi.

***

"Punya nyali juga lo datang ke sini," ucap Alfred sambil bertengger di atas motor gedenya yang distandar ke tanah.

Bara yang sudah ke luar dari mobil pun berdecak, "emch!" Bara menggelengkan kepalanya.

Dari pandangan Alfred, sikap Bara saat ini adalah kesombongan. Dan dalam hati, Bara juga mengakuinya.

Memperlihatkan raut wajah sombong di depan Alfred memang harus, pikir Bara.

Bara pun berucap. Dia mempertanyakan tentang apa yang dilakukan Alfred sekarang.

"Mau lo apa sih, hah? Mau ngancam gue? Dengan cara murahan kayak gini?" Bara tersenyum sinis.

Bara mencibir cara licik Alfred yang melibatkan Rani sebagai sandera.

"Kak Bara!" teriak Rani yang sekarang kedua tangannya dicekal oleh kedua teman Alfred yang tidak satu sekolah dengan mereka.

Tapi Bara cukup familiar dengan wajah-wajah berandalan anggota grup Alfred.

Vino dan Alex, hari ini pun juga hadir. Mereka ikut membantu Alfred untuk membawa Rani ke tempat ini.

Bara tahu kalau Alfred tidak mungkin berani melakukan sesuatu pada Rani. Hanya saja, Alfred sengaja meringkus Rani agar memancing Bara untuk datang.

Dan kini, Alfred justru tertawa. Sangat lebar dan suaranya keras.

Tapi semua orang yang ada di sini sama-sama yakin kalau suara sekeras apa pun, tidak akan ada yang bisa mendengarnya.

Sekarang, mereka berada di kawasan terpencil dari kawasan padat penduduk.

Di depan rumah mewah besar yang konon katanya bekas milik Pejabat yang korupsi, yang sudah tak dihuni lagi. Dan lokasi ini, bukanlah jalur umum.

Alfred memang pintar memilih tempat yang memudahkannya untuk melumpuhkan Bara. Alfred juga meminta Bara untuk datang sendiri. Dan benar, Bara datang sendiri ke sini.

"Gue justru bantu lo, Bara!" Alfred menunjuk-nunjuk Bara dengan botol minuman alkoholnya yang masih berisi setengah.

Alfred terlihat mabuk.

"Bantu gue? Lo emang gak waras, Alfred." Bara menatap Alfred dengan sangat tajam.

Ingin sekali Bara mencongkel kedua mata Alfred dan memberikannya pada Anjing sekalian.

Bara yang semakin kesal dengan kedua tangannya yang mengepal, sesekali menatap Rani yang terus saja menangis.

Bara masih merasa bersyukur sebab Rani tampaknya baik-baik saja. Dia hanya terlihat syok dengan semua ini.

Dan dari pandangan Rani terhadap Bara, dia seperti sangat berharap Bara bisa melepaskan Rani dari cengkeraman kedua temannya Alfred.

Bara tak kuasa menatap Rani. Bara tahu kalau Rani pasti semakin menyesal karena sudah mengenal Bara.

Karena Bara, Rani jadi terseret dengan semua ini.

Dan betapa sedihnya Bara saat melihat kedua lengan Rani dipegangi oleh kedua teman Alfred erat-erat.

Perempuan muslimah seperti Rani. Pasti sangat tidak suka itu. Rani sangat anti bersentuhan dengan laki-laki.

Tangisan Rani, membuat hati Bara mendidih. Dia tak terima Rani diperlakukan seperti ini.

Lihatlah betapa malang perempuan muslimah itu.

"Heh, Bara! Gue udah bantu lo." Alfred kembali menunjuk Bara dengan botol minumannya.

Sungguh telrihat tidak sopan. Tapi Bara masih bisa menahan emosi.

"Gue udah buat Rani percaya kalau lo sangat menyukai dia. Buktinya, lo sampai berani datang sendirian ke sini. Gue bermaksud memberi tahu Rani kalau lo itu udah move on dari si Bella. Karena si Bella udah jadi milik gue." Alfred menunjuk dadanya sendiri dan tertawa tanpa henti.

Bara terdiam. Bara tidak mengerti dengan maksud Alfred.

Apakah yang dia katakan barusan itu benar?

Alfred sengaja melakukan ini agar Rani percaya dengan ketulusan Bara terhadapnya?

Bara melihat pada Rani. Dari pandangan Rani pada Bara. Bara bisa melihat kalau Rani memang menganggap Bara adalah orang yang akan menyelamatkan dirinya.

Dan Rani sangat beryukus Bara datang ke sini.

"Percayalah, gue cuman bantu lo, Bara!" Alfred terus saja mengoceh. "Mmm, tapi selain membantu lo … gue juga ingin bersenang-senang dengan lo. Mungpung kita masih dalam masa skorsing. Kayaknya asik tuh kalau di antara kita ada pertarungan kecil. Iya, kan?" Alfred tersenyum jahat pada Bara.

Alfred mengajak Bara berkelahi, dengan bahasa halus.

Kedatangan Bara ke sini, juga disertai dengan keberaniannya. Meski dirinya hanya sendiri. Bara sudah siap untuk melawan.

"Lepasin Rani!" ucap Bara tegas.

Dan reaksi dari Alfred atas ucapan Bara barusan hanyalah tawanya yang semakin menggelegar.

"Hah? Apa kata lo?" Alfred pura-pura tuli. Dia pun melirik teman-temannya yang sekarang terlihat ada sekitaran tujuh orang termasuk dengan dirinya.

"Apa katanya, Teman-teman?" Alfred meminta jawaban dari teman-temannya.

Tangan kanannya diletakkannya di telinga, isyarat Alfred butuh jawaban yang keras karena dia tidak mendengar apa yang barusan sudah Bara katakan.

Dan teman-temannya menjawab semau mereka.

"Gak tahu, Mister! Dia gak bisa ngomong kali," teriak yang satu.

"Ban bocor katanya, Mister." Yang satunya lagi menimpali.

"Kantong keresek! Kayaknya dia pemulung, Mister."

"Ember bocor!"

Semuanya tertawa dengan ledekkan mereka pada Bara.

Vino dan Alex saling tatap dan hanya tersenyum saja.

Alfred menatap Bara dengan kedua matanya yang sayu dan berwarna merah. Alfred mabuk berat.

"Teman-teman, permainan sudah dimulai. Lecehkan perempuan itu!" titah Alfred pada teman-temannya dengan acungan jari telunjuk tanda peirntah harus segera dilaksanakan oleh mereka.

Dan betapa terkejutnya Bara melihat kedua teman Alfred mencolek-colek dagu Rani. Rani hanya bisa menangis dan berusaha melepaskan pegangan dari dua teman Alfred itu.

"Kak Bara!" teriak Rani.

Kesakitan Rani itu menusuk ke dada Bara. Perih sekali.

Tanpa pikir panjang dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk melawan.

Bara yang tak tahan lagi menahan emosinya yang membara pun langsung berlari menuju Alfred yang sekarang tengah meneguk minumannya.

Bara tak peduli apa yang akan terjadi nanti. Mau Bara nanti dikepung oleh teman-teman si Alfrd dan berakhir mati pun dia tak peduli.

Yang jelas, Bara tidak terima kalau perempuan dilecehkan. Terkhusus, dia adalah Rani. Perempuan yang Bara sukai.

Belum sempat Alfred menghindar, dia sudah mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Bara.