Dan butuh asupan lainnya juga yang bisa membuat tubuh mereka dimanjakan dengan kunyahan-kunyahan renyah.
Keyla dan Ica menyepakati argument Keyla barusan dengan menganggukkan kepala mereka dan menimpali ucapan Tata itu.
"Bener," kata Keyla dengan mulut penuh. Mengunyah kacang.
"Setuju," ucap Ica dengan mulutnya yang juga penuh dengan sedotan minuman.
Dan melihat Bella yang sibuk dengan makanannya dan pandangannya yang terlihat fokus ke depan seperti orang yang melamun.
Tata pun bertanya padanya, membuat pikiran Bella mulai mengabur.
Fokusnya jadi teralihkan pada Tata, Keyla dan Ica yang sekarang menatap Bella bersamaan.
"Kalau menurut lo gimana, Bell?" tanya Tata penasaran bagaimana tanggapan seorang Bella yang sudah menjalani asmara dengan dua sosok penguasa di kelas itu; Bara dan Alfred.
Bella masih terus menjejali mulutnya dengan makanan. Dia tampak santai, tidak begitu menghiraukan obrolan yang kini tengah berlangsung.
"Kalau menurut gue sih, lebih baik si Alfred aja yang lenyap. Sekalian dari muka bumi ini," kata Bella sinis. Nada suaranya pun datar.
Tata, Keyla dan Ica saling tatap kemudian. Mata mereka juga melotot bersamaan dan sama-sama mengulum senyum pada akhirnya.
"Kalau si Bara?" Ica menggoda Bella.
Bersamaan dengan jari-jemari mereka yang akan mengambil kacang di depan mereka pun bersentuhan. Bella kemudian menepuk punggung tangan Ica. Mengisyaratkan kalau haruslah Bella yang lebih dulu mengambil kacang tersebut.
Ica pun mengalah dengan raut wajahnya yang begitu memprihatinkan, pikir Tata dan Keyla yang melihatnya.
"Diem lo, ah! Gue masih gak mood ya sama lo, Ca!" tegur Bella pada Ica. Kasar sekali.
Ica pun ciut. Ica tidak berkata apa-apa lagi. Keyla dan Tata pun jadinya tertawa kecil melihat ekspresi Ica yang lucu.
Sebenarnya, selalu begitu.
Bella memang suka emosian pada Ica. Tidak hanya Bella. Tapi Tata dan juga Keyla pun sama.
Habisnya sih, si Ica memang suka aneh-aneh terkadang.
Terutamanya bikin kesel.
Namun, Bella tetap menjawab pertanyaan Ica tersebut. Sebab Bella tahu kalau Tata dan Keyla juga sama-sama punya pertanyaan itu di benak mereka.
"Kalau Bara sih beda. Gue lebih semangat sekolah kalau ada dia. Ada orang yang bisa gue pandangin setiap detiknya. Kalau sekarang, gak ada, huh sebal! Apalagi mandangin wajah si Tobi, muak gue." Bella menampakkan wajah murungnya yang judes.
Tata, Keyla dan Ica pun serempak tertawa sambil melihat pada Tobi.
Tobi yang kebetulan juga ada di kelas pun mendengar namanya disebut-sebut.
"Ada apa? I'm here …," teriak Tobi. Kepedean.
Tata, Keyla dan Ica pun kompak melambaikan tangan mereka tanda tidak ada apa-apa.
"Kegeeran lo!" teriak Tata sambil cekikikkan.
"Anjir! Terlinga si Tobi berfungsi juga ya. Gue kira tertutup semen." Keyla pun juga tertawa.
Bella and The Gengs kemudian saling berbisik. Itu menambah rasa penasaran Tobi selaku orang yang menjadi bahan obrolan mereka. Tobi tahu itu.
Tobi pun bergumam, "Ratu-Ratu gossip memang ya mereka. Tapi gue penasaran, apa sih yang mereka bahas soal gue? Apa soal ketampanan gue yang tiap hari bertambah ya? Hemmm, sepertinya skin care yang gue pakai bener-bener cocok buat wajah gue." Tobi memegang wajahnya sendiri sambil menghadapkannya pada Feri yang sekarang duduk di samping Tobi dan anteng dengan handphone-nya.
Feri yang sedang bermain game itu masih dapat melihat ucapan Tobi yang tengah memuji dirinya sendiri.
"Jangan terlalu pede deh! Mereka bukan ngebahas soal ketampanan lo. Justru mereka sedang membahas soal kejelekan lo yang biarpun udah pakai skin care, tetap saja gak ada efeknya. Hahahaha." Feri meledek dengan sangat puas.
"Apa? Apa lo bilang?" Tobi kecewa dengan ucapan temannya itu. Dia kemudian menekuk leher Feri hingga Feri merasa lehernya tercekik dengan tangannya yang merangkul seperti pegulat yang siap menjatuhkan lawannya ke lantai.
Dan tiba-tiba, Hilman datang dari luar dan segera melerai pertengkaran Tobi dan Feri.
BLUKG! BLUKG! BLUKG!
Hilman memukuli keduanya, terkhusus Tobi yang membuat Feri kesulitan bergerak sampai permainan game yang sedang dimainkannya pun kalah seketika.
"Eh, ada apa sih ini? Kalian sedang ngapain sih? Kekanak-kanakkan deh. Tobi, lepasin si Feri. Lo mau dia mati detik ini juga ya?" Hilman memarahi keduanya.
Tobi pun melepaskan Feri dari lilitan tangannya dan mengampuni dia.
Dengan wajah lebaynya yang memelas, Tobi pun mengadu pada Hilman soal sikap Feri padanya.
"Brother! Masa dia bilang skin care mahal gue sama sekali gak berpengaruh ke muka gue? Punya temen, mulutnya jahat banget nih! Iri kali ya ke gue," rengek Tobi dibuat-buat.
Mendengar aduan dari Tobi pun, Hilman jadi kasihan dan rasa kasihannya itu memunculkan tawa yang besar. Dan membuat Feri yang sekarang tengah memegangi lehernya yang kesakitan itu pun juga jadi tertawa.
"Hhahahaha, lah emang bener kata si Feri. Gak ada perubahan sedikit pun di wajah lo," kata Hilman. Sama-sama meledek Tobi. Malah terdengar lebih parah. "Gak usah pakae skin care deh. Gak guna buat wajah lo yang emang kebal terhadap perawatan untuk glowing. Terima nasib aja. Ya kan?" Hilman menepuk bahu Feri.
Feri mengangguk dan mengacungkan jempolnya tanda sependapat dengan apa yang diucapkan Hilman barusan.
"Wah, wah, wah … gak bener dih. Punya temen emang gak ada yang bisa jadi support system buat gue." Tobi menggelengkan kepalanya dengan memasang wajah kecewa sambil bertepuk tangan sendiri. Dia pun menyimpan kedua tangannya di pinggang. "Emch, kalau ada si Bara. Pasti dia bakal belain gue kayaknya." Tobi berandai-andai.
Baik Hilman maupun Feri sama-sama tahu kalau apa yang Tobi ucapkan barusan itu adalah suatu kemustahilan belaka. Sebab, pastinya Bara pun juga tidak akan memuji soal wajah Tobi yang sedang dibuat glowing oleh skin care.
Bara akan sepakat dengan Hilman dan juga Feri. Kalau wajah Tobi memang tidak terlihat adanya perubahan yang signifikan meskipun sudah pakai skin care mahal.
Asih yang tempat duduknya tidak jauh dengan Tobi pun tertawa karena percakapan mereka terdengar olehnya.
Dan Tobi yang tahu kalau Asih sekarang sedang menertawakannya pun jadi tersenyum senang.
"Eh, Asih kalau tertawa tambah manis ya," kata Tobi memuji Asih.
Dan serempak, semua orang yang mendengarnya itu pun berkata, "GOMBAL!"
Lalu, mereka bersamaan tertawa dengan tingkah Tobi itu.
Tobi yang tampaknya tidak punya malu karena urat malunya sudah putus pun segera mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Tobi sudah seperti seorang mahasiswa yang sedang demo dan kini tengah mengkomando suara mereka.
"Tenang! Tenang! Jangan ribut! Kita akan sama-sama mengkudeta pemerintahan yang sekarang biar aku nanti naik jadi Presidennya," ucap Tobi mengkhayal kalau dirinya tengah menjadi ketua orasi para mahasiswa.
Dan sontak, semua orang pun berkomentar atas tingkahnya tersebut.
"Gak pantas jadi Presiden!" teriak salah satu teman lelakinya.
"Apan sih si Tobi? Gak jelas deh, hahaha."
"Sinting emang dia!"
Semua orang tertawa karena kekocakkannya itu.