Sampailah mereka di depan sebuah rumah yang begitu mewah. Louis turun terlebih dahulu membukakan pintu untuk Tuannya itu.
"Eughh," lirih Ken. Dirinya tak menyangka jika bisa ketiduran seperti ini.
Bukan hanya itu saja, ia sangat terkejut tatkala mendapati kepala Karina yang bersandar di dada bidangnya. Ia sedikit gugup dibuatnya.
Perlahan, Ken menyentuh tubuh itu agar bisa bergeser dari dirinya.
"Astaga!" batin Ken terkejut. Ia langsung menempelkan tangannya di kening Karina. Panas, itulah yang Ken rasakan sekarang.
Ternyata, Karina demam. Pantas saja, gadis itu begitu lelap tidurnya.
"Karina." Ken mengguncang-guncangkan tubuh Karina. Tapi, gadis itu tetap tidak sadarkan diri. Ken dibuat kalang kabut.
"Tuan, kita sudah sampai," ucap Louis sopan.
"Louis, Karina demam. Dia pingsan. Bagaimana ini?" tanya Ken sedikit panik.
Louis mengerutkan keningnya. "Benarkah?"
"Tentu saja. Sekarang kita harus bagaimana?"
"Kalau begitu, saya akan menggendongnya ke dalam," tawar Louis.
"Tidak! Biar aku saja yang menggendongnya. Kamu tuntun saja diriku," ujar Ken sedikit kesal.
Entah mengapa, ada perasaan tidak rela jika Karina sampai bersentuhan dengan pria lain. Apalagi gadis itu saat ini memakai rok diatas lutut. Belum lagi, atasannya tidak berlengan. Otomatis, dada Karina sedikit terekspos.
Ken mengetahuinya, karena tak sengaja tadi bersentuhan dengan gadis ini.
Ken melepaskan jasnya dan memakaikannya di tubuh Karina. "Jika menikah nanti. Aku tidak akan mengizinkannya memakai pakaian-pakaian laknat seperti ini," batin Ken.
Louis menahan tawanya yang akan pecah. Terlihat sekali jika tuannya itu bersikap posesif dengan calon istri yang baru ditemuinya hari ini.
"Baiklah Tuan."
Louis pun menuruti kemauan tuannya itu. Dirinya menuntun jalan untuk Ken. Tidak lucu kan jika tuannya yang tengah membopong seorang gadis harus terjatuh karena tersandung?
Hanya butuh waktu lima menit, Ken sudah tiba di kamarnya. Dirinya pun membaringkan sosok Karina dengan hati-hati.
"Ada apa ini Ken?" tanya Surya kepada anaknya.
"Louis, panggil dokter Silvi sekarang juga," titah Ken.
"Baik Tuan." Louis langsung pergi dari sana.
Surya menatap anak semata wayangnya itu lekat. "Papa tanya sekali lagi. Ada apa dengan Karina. Kenapa dia tak sadarkan diri seperti itu?"
"Ken tidak tahu Pa. Tadi kami ketiduran. Waktu Ken ingin membangunkan Karina. Dia sudah tidak sadarkan diri seperti ini. Dia demam," jelas Ken.
Linda mendengarkan dengan seksama dan langsung menuju tempat Karina berbaring. Wanita itu duduk di samping Karina yang yang tidak sadarkan diri.
"Badan Karina panas banget Pa," ujarnya kepada sang suami.
"Ah iya, Ken. Tadi, di Cafe kalian pesan apa?" tanya Linda tiba-tiba.
"Kami memesan makanan olahan siput dan jus tomat," jujurnya.
"Astaga!" pekik Linda.
Surya mengerutkan keningnya dan mendekat ke arah sang istri. "Ada apa Ma?"
"Karina tidak boleh makan makanan olahan siput," sahutnya sedikit panik.
Ken terbengong mendengar ucapan mamanya itu. Jadi, secara tidak langsung dirinyalah yang telah membuat Karina seperti ini?
"Pa, bagaimana ini? Jika Lidya dan Burhan sampai tahu. Mereka pasti bisa marah besar," ujar Linda begitu cemas.
Surya menghembuskan nafas kasar. Semua yang dikatakan istrinya itu benar. Kini, tatapannya beralih ke arah sang anak yang berdiri tak jauh di belakangnya.
"Sudahlah Ma. Jangan khawatir. Sebentar lagi dokter akan datang. Lagipula, hal ini kan tidak disengaja. Ken tidak tahu menahu soal hal itu." Surya berusaha menenangkan sang istri.
"Mama harap, Karina baik-baik saja Pa." Linda terisak kecil.
***
Lidya sedari tadi terus mondar-mandir. Tiba-tiba saja hatinya menjadi tidak tenang seperti ini.
Burhan menghampiri sang istri. "Ma, ayo kita tidur. Ini sudah larut malam," ingatkannya kepada sang istri.
"Mama nggak ngantuk Pa. Entah kenapa, Mama jadi kepikiran sama Karina. Dia tidak mengabari kita sama sekali."
Burhan tertawa kecil. "Tenanglah. Karina tidak akan kenapa-kenapa. Tadi, Ken menelepon Papa jika Karina sudah tertidur," jelasnya.
"Benarkah? Karina baik-baik saja kan?" tanyanya memastikan.
Burhan mengangguk kecil. "Dia baik-baik saja di sana. Mungkin, karena kecapean Karina tidurnya lebih awal."
"Sykurlah kalau begitu." Lidya bernafas lega.
"Ah iya Pa. Besok Karina pulang kan?"
"Tidak. Tadi, kata Ken. Karina akan menginap selama seminggu. Dia yang akan antar jeput Karina ke kantor."
Lidya mengerutkan keningnya. "Kenapa begitu? Lama sekali Karina di sana?" ujar Lidya sedikit tidak terima.
Selama ini, Karina sangat jarang sekali di rumah. Anaknya itu terlalu lama tinggal di luar negri.
"Haha. Tidak apa-apa dong Ma. Karina sebentar lagi akan menjadi menantu mereka."
"Mama masih belum pengen jauh-jauh dari Karina Pa. Dia anak kita satu-satunya. Seandainya bisa, Mama ingin jika Karina tinggal bersama kita saja walaupun sudah menikah nantinya."
Burhan tersenyum lembut. Dibelainya rambut sang istri dengan sayang. Istrinya itu masih saja kelihatan cantik sama seperti muda dulu. Wajah sang istri begitu mirip dengan anak mereka Karina.
Hanya mata dan hidungnya Karina yang mirip dengannya. Selain itu, semuanya fotocopy istri tercintanya itu.
"Papa juga pengennya begitu Ma. Tapi, bagaimanapun kita tidak boleh ikut campur dengan rumah tangga mereka nantinya."
Lidya terlihat sedih. Ia sangat yakin jika Karina nanti akan tinggal dengan suaminya. Secara Ken, sudah berkata dari awal. Calon menantunya itu berkata jika mereka akan hidup mandiri.
Di tempat lain.
Ken masih setia menunggui Karina yang sampai saat ini belum siuman juga. Padahal jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Ken sama sekali belum mengantuk. Semua ini adalah karena kesalahannya juga. Seandainya dia tidak usil. Hal seperti ini pasti tidak akan terjadi.
Diusapnya tangan Karina dengan lembut. Sesekali, Ken mengecupnya.
"Maaf. Karena aku kamu bisa jadi seperti ini," lirihnya.
Tanpa Ken sadari, jika Linda sang Mama tengah memperhatikan anaknya itu.
Terbit senyuman lebar di wajah cantiknya. Linda begitu senang melihat anaknya yang saat ini tengah mengkhawatirkan sosok Karina.
Linda sangat yakin, jika Karina bisa membawa warna dikehidupan anaknya yang suram semenjak kecelakaan itu terjadi.
"Syukurlah. Ternyata rencanaku untuk menjodohkan Karina dan Ken tepat sekali," ujarnya dalam hati. Ia pun memutuskan pergi dari situ.
Rasa kantuk mulai menyerang seorang Ken. Perlahan, tapi pasti Ken pun mulai terlelap. Ia tertidur dalam posisi duduk dengan tangannya masih setia menggenggam tangan Karina.
Sayup-sayup Karina mulai membuka matanya. "Aku dimana?" lirihnya pelan.
Karina memperhatikan tangannya yang tengah diinfus. Tentu saja dirinya sedikit shock. "Kenapa aku bisa diinfus seperti ini?"
Matanya kini tertuju ke sosok Ken yang tengah tertidur. Pria itu tidak memakai kacamata hitamnya.
Seketika Karina mengingat sesuatu. Matanya membola sempurna. Dunia begitu sempit pikirnya. Kenapa di Cafe tadi dirinya tidak menyadarinya ya?
"Tidak mungkin!" jerit Karina dalam hati.