Chereads / Suami Butaku / Chapter 5 - Kamu Ini Calon Istriku

Chapter 5 - Kamu Ini Calon Istriku

Terlihat seorang wanita yang tengah cemberut. Wanita itu terus menatap pria yang tengah menyuapinya itu kesal.

"Hey, buka mulutmu. Tanganku sudah pegal."

Dengan perasaan kesal, Karina melahap suapan yang melayang di dekat wajahnya.

"Tuan Ken. Bisakah aku ke kantor? Aku sudah tidak apa-apa kok," pinta Karina.

Dia tidaklah bohong. Tubuhnya sekarang sudah baik-baik saja. Selang infusnya saja sudah dilepas.

Pria di depannya itu saja yang terlalu berlebihan. Walau sejujurnya Karina merasa terharu karena Ken mengkhawatirkan dirinya. Padahal mereka berdua masih bisa dikatakan sebagai orang asing.

Berbeda sekali dengan Adam yang bersikap biasa saja di kala dirinya sakit. Malah pria itu akan marah kepadanya jika ia tidak mengabari sekalipun karena sakit.

"Tidak bisa! Kamu belum sehat betul," tolak Ken.

Pria itu kembali menyodorkan sesendok bubur ke arah Karina. Jika saja dirinya bisa melihat, ia ingin melihat seperti apa paras sosok gadis yang akan menjadi istrinya itu.

"Buburnya sudah habis Tuan," ujar Karina memberitahu.

"Benarkah?" Ken meraba mangkok tersebut.

Senyuman terbit di wajahnya. "Baguslah."

Karina hanya mengerutkan keningnya bingung. Kenapa Ken terlihat senang.

"Tuan senang?"

"Tentu saja. Tanganku jadi tidak pegal terus karena memengangi sendok dalam waktu yang lama," sahutnya.

Karina memutar bola matanya malas. Jika begitu, kenapa pria itu harus repot-repot menyuapinya coba.

Jika saja Ken tidak memaksa. Karina pasti bisa makan sendiri. Tangannya masih berfungsi dengan baik.

Ken meraba meja kecil yang ada di sampingnya. "Ini, diminum susunya." Ken menyerahkan segelas susu hangat kepada Karina.

"Terima kasih banyak Tuan." Karina mengambil segelas susu tersebut.

Ken hanya mengangguk kecil. "Sama-sama. Ini sudah menjadi kewajibanku untuk membuatmu nyaman. Bagaimanapun, kamu ini calon istriku."

"Uhuk-uhuk." Karina tercedak.

"Karina, kamu kenapa?" tanya Ken sedikit panik.

"Tidak apa Tuan. Saya baik-baik saja," sahutnya.

Karina kini menatap sosok Ken yang menurutnya sedikit aneh. "Kenapa dia bersikap perhatian seperti ini? Semalam saja dia menyebalkannya minta ampun. Dia ini tidak sedang kerasukan kan?" batin Karina bertanya-tanya.

Tak lama, sosok Linda muncul menghampiri keduanya.

"Karina. Kamu sudah tidak apa-apa kan?" Linda langsung duduk di samping Karina menggeser sedikit tubuh anaknya itu.

Ken yang digusur oleh sang Mama, mau tak mau menggeser duduknya.

"Iya tante. Karina baik-baik saja sekarang."

"Syukurlah," ucap Linda lega.

Karina hanya tersenyum kikuk. Sejujurnya dia juga tidak ingat kenapa dirinya bisa sakit begini. Yang terakhir diingatnya, ia memasuki mobil untuk menuju ke mari.

***

"Argh... Sial!" umpat Adam kesal.

Ia mengacak rambutnya kasar. Dirinya benar-benar tak terima diperlakukan seperti ini oleh Karina.

Gadis itu menurunkan jabatannya setelah dilakukan penyelidikan jika selama ini dia korupsi uang perusahaan.

Adam rasanya ingin mencekik Indry yang notabenya adalah sahabat Karina. Indrylah yang membongkar semuanya.

Entah darimana gadis cantik itu bisa mendapatkan semua bukti-buktinya. Padahal, Karina dan pegawai yang lain tidak tahu sama sekali. Indry hanyalah orang luar.

Adam memang tahu jika Indry bukan perempuan sembarangan. Kedua wanita yang bersahabatan itu memang sama-sama hebat dan memiliki perusahaan masing-masing.

Terdengar suara tombol dipencet. Adam hanya mendengus sebal. Ia sangat tahu siapa yang datang. Siapa lagi jika bukan Lisa. Gadis yang membuat dirinya kehilangan seorang Karina yang begitu sempurna.

"Sayang," ucap Lisa manja. Gadis itu langsung bergelayut manja di tubuh sang kekasih.

"Lepaskan Lisa," ucap Adam sedikit ketus.

"Kamu kenapa?" Lisa menatap Adam kesal.

Adam kembali duduk. Ia menghela nafas panjang. "Aku ketahuan korupsi. Dan sekarang, aku turun jabatan."

"Apa?!" pekik Lisa.

Ia langsung duduk di samping sang kekasih. "Kok bisa?" tanyanya.

"Indry yang membongkar semuanya," jelasnya.

"Cih! Gadis sialan!" umpatnya.

Adam hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dirinya begitu menyesal telah melakukan hal tidak terpuji seperti itu. Syukurnya, dia tidak dipecat atau dipenjara.

"Semua ini gara-gara kamu!" Tunjuk Adam kepada sang kekasih.

"Loh, kok aku?" sahut Lisa tak terima.

"Karena siapa aku korupsi coba? Karena kamu kan!" Adam menatap Lisa geram. Selama ini, sebenarnya dirinya tidak kekurangan uang. Karina selalu memenuhi semua kebutuhannya tiap bulan.

Uang yang didapatkan dari Karina setiap bulan bisa dibilang lebih dari cukup. Tapi, karena Lisa yang terlalu banyak permintaan. Mau tidak mau, ia harus mempunyai uang lebih. Jika ia tidak menuruti keinginan Lisa. Gadis itu tidak mau melayaninya.

Lisa menyarankan dirinya untuk korupsi saja. Awalnya Adam begitu takut, tapi lama-kelamaan ia terbiasa juga. Semua hal itu tidak sulit dilakukannya karena Karina yang begitu percaya akan dirinya.

"Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik kita bersenang-senang dulu saja." Lisa langsung bersandar di dada bidang Adam. Tangannya mulai bergerak nakal.

Adam yang memang mudah terpancing dengan hal seperti ini langsung menindih tubuh kekasihnya itu.

"Aku akan membuatmu tidak bisa berjalan keesokan harinya," bisik Adam tepat di telinga Lisa.

"Haha. Aku tidak masalah sayang. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan adik kecilmu itu. Aku kangen."

"Kamu memang nakal." Adam mencolek hidung bangir Lisa.

"Nakal begini kamu suka kan? Aku tidak munafik dan sok suci seperti mantanmu itu."

"Benar! Kamu agresif dan terang-terangan."

Tanpa ba bi bu, Adama mulai melancarkan aksinya. Dilucutinya pakaian dari tubuh sang kekasih sampai benar-benar polos.

Lisa tersenyum lebar ketika Adam mulai melepaskan kaosnya dan celananya.

Keduanya pun langsung menautkan bibir masing-masing. Tangan Adam mulai bergilya nakal di tubuh polos Lisa.

***

Indry menatap wajah sahabatnya dengan begitu lekat. Karina masih terlihat begitu fokus memeriksa sebuah berkas.

Keduanya kini sedang berada di rumah Indry. Ya, gadis muda itu tinggal sendiri jauh dari orang tuanya dengan alasan mandiri. Padahal sebenarnya, ia hanya muak dengan orang tuanya yang selalu menanyakan kapan dirinya akan menikah.

"Kar," panggilnya pelan.

"Hmmm."

Indry mendengus sebal. Karena kesal, Indry langsung merebut berkas tidak berdosa itu dari tangan Karina.

"In!" pekik Karina.

"Nanti saja lagi lihat berkasnya. Kamu kan tahu aku benci dicueki," ujar Indry sebal.

Karina menghela nafas berat. "Baiklah. Maafkan aku ya." Karina menyentuh tangan sang sahabat yang bibirnya tengah maju seperti seekor bebek itu.

"Iya dech. Untung aku sayang. Kalau nggak, udah aku musnahin kamu dari tadi."

"Ih, atutt," ujar Karina pura-pura takut.

Sontak saja, Indry tertawa kecil. "Ya udah, sekarang jelasin kenapa kamu nggak mecat dan laporin si brengsek itu ke polisi!"

Karina tersenyum lembut. "Biar sajalah. Aku juga sudah menurunkan jabatannya. Jika dia sampai di penjara, orang tuanya pasti bakal kepikiran."

Indry menganga tidak percaya. Sahabatnya itu terlalu baik hati. Padahal, Adamkan sudah mengkhianatinya. Tapi, Karina masih saja memikirkan nasib sang mantannya itu.

"Kamu masih cinta sama dia?"

Karina menggeleng pelan. "Ya nggak lah! Tidak mungkin aku tetap mencintai orang seperti itu!" terangnya tegas.

Indry menatap manik mata Karina lekat. Tidak ada kebohongan di sana.

"Syukurlah kalau begitu."

"In. Aku pengen ngomong sesuatu."

"Apa?" Indry meneguk jus jeruknya.

"Tiga minggu lagi aku akan menikah!"

"Oh.." Indry yang belum sadar terus meneguk jus jeruknya.

Hingga, ia pun tercedak.

"APA? KAMU SERIUS?" Indry menatap Karina shock. Karina mengangguk kecil.

"OMG." Indry menggigit bibirnya kuat. Sekarang, dirinya begitu terancam karena sang sahabat akan menikah.

"Mampus aku!" ucapnya kuat. Alis Karina langsung tertaut sempurna karena bingung melihat reaksi sang sahabat yang sepertinya begitu tertekan.