Arga baru saja selesai mandi, ia mengeringkan rambut sembari memainkan ponselnya yang ia chager di samping nakas. Arga berniat mengirim pesan ke vania, berhubung dia juga juga sudah punya nomornya. Berkat pesan Grab menjadi batu loncatan.
Saat arga ingin mengetik, arga mendapat notifikasi pesan dari angel.
"Angel" Gumamnya.
Arga membiarkan saja pesan angel, soalnya tidak penting juga menurut arga. Palingan juga nanya kemana aja seharian ini.
Tapi, arga juga penasaran sih. Akhirnya dia buka pesan dari angel.
[My love Atm]
Sayang
[My love Atm]
Maaf, aku nggak ada ngabarin kamu. Aku sakit.
[Arga]
Iya gpp
[My love Atm]
Kamu nggak jenguk aku?
Arga membaca pesan itu dan menggeram," Ribet amat sih, sakit mah sakit aja. Ngapain gue harus jenguk lo. Manja banget jadi cewek."
[Arga]
Aku sibuk, kamu istirahat sana
[My Love Atm]
Oke sayang ilove you
Setelah selesai berganti baju. Arga turun ke bawah ingin mengambil beberapa cemilan, Saat dia menuju dapur pintu depan berbunyi. Arga berdecak," Siapa lagi sih!! Malam malam"Dercak arga, dengan malas ia menuju pintu depan dan mendapati dua pria dengan styelan biasa serta cengiran meski keriput di matanya terlihat jelas.
Arga menyipit, ia ingin melihat secara dekat. " kayaknya gue kenal tapi, tapi siapa?" Arga membulat," Om Bams sama om joy ya?" Mereka mengangguk sambil tersenyum.
"Nggak di suruh masuk nih?"
"Eh, malem om" Sapa Arga langsung menyuruh dua pria itu masuk.
"Mau cari papa ya om?"
"Iya dong. Sekalian mau main game" Ucap Salah satu dari mereka. Ternyata Bashan dulu Gila game, Pantes buah nggak akan jatuh dari pohonnya.
"Papa kamu ada?" Tanya Joy.
"Ada om, Tapi, main gamenya setelah perang dunia ke dua selesai" Ucap arga membuat keduanya berkerut.
"Perang dunia?" Tanya joy.
Arga terkekeh, menggaruk tengkuknya. Namun, sesaat Bams sama joy langsung paham dan mereka kompak tertawa.
"Kamu sama persis kayak papa kamu waktu muda, banyak masalah. Tapi, kayaknya kamu lebih parah" Ucap Joy masih di iringi tawanya.
"Iyalah om, kan saya anaknya"
"Om, bagi duit dong. Pasti setelah ini uang jajan arga di kurangi" Arga mandahkan tangan, meminta uang pada Bams dan joy yang langsung tertegun.
"Om lagi bokek" Alasan Joy.
"Boong. Masak dokter bokek? Pasti banyak duitnyalah" Tutur arga masih menadahkan tangannya.
Bams dan joy saling menoleh, mereka mengangguk. Mau tidak mau Bams dan joy mengeluarkan dompet di sakunya. Bams memberikan lima ratus ribu. Sedangkan, joy memberikan uang seratus ribu.
"Om joy pelit banget sih, masak ngasih seratus ribu? Buat modal bisnis juga kagak bisa om, mau dapat apa??." Cicit arga melirik.
"Ya... yang pentingkan ikhlas ngasihnya ga" Kata Joy.
"Yaudah, deh makasih ya om." Ujar arga senang," Lumayan kan buat beli diamond hehe" Arga tertawa jahat.
Bams dan joy saling pandang, lalu menggeleng kepalanya.
"Dek di panggil papa" Teriak sila dari lantai dua yang hendak turun ke bawah bersama salsa.
"Nggak usah pakek teriak-teriak! Gua juga nggak budek" Balas Arga mendengus.
"Loh, nggak jadi seminggu di sini?" Tanya sila melirik ke arah salsa.
"Nggak. Soalnya nyokap sama bokap gue udah pulang" Jawabnya.
"Oh" Sila beroira dan beralih pada Arga yang sedang berdiri bersama dua pria dewasa seumuran dengan papanya.
"Yaudah, om arga ke atas dulu ya"
"Semangat ya, semoga menang melawan papa kamu" Ucap mereka berdua.
***
Arga sudah berdiri di depan pintu ruang kerja Bashan yang terletak di samping kamar sila. Sebelum mengetuk, arga harus mencari jawaban yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan Papanya. Dengan dua kali ketukan, bashan sudah memerintah Arga untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.
Dengan perasaan bercampur, arga melangkah masuk ke dalam. Suasana ruanganya sangat tenang dan bernuansa gaya Ke barat-baratan. Musik melow tengan di putar di pengeras suara.
Bashan menyuruh Arga duduk, kemudian bashan berbalik badan sembari membawa tumpukan kertas di tanganya. Beberapa tumpukan itu ia hempaskan di atas meja dengan keras. Bashan menatap putranya. Ia menarik kursi kerjanya dan langsung duduk di sana.
"Papa dapat surat panggilan dari sekolah" Ucap bashan, akhirnya melepaskan kaca mata itu dan pembicaraan mulai ke arah yang serius.
Arga menatap papanya dengan cengiran dosa, nggak ada yang lebih keren, kalau nggak masuk ruang bk. Prinsip arga.
"Surat panggilan yang ke 20 kali" Bashan melempar amplop putih di hadapan Putranya.
Pria berumur itu membuang nafas kasar, sampai bingung harus menghukum dan memarahi arga dengan cara apa.
"Kamu itu bikin ulah terus di sekolah, dengan alasan yang sama! Bolos pelajaran, dan melawan guru di sekolah" Bashan geleng- geleng," Contoh, kakak kamu! sila sama gara. Sila, dia bandel tapi, berprestasi. Gara, anak papa yang udah paling sempurna. Bikin bangga orang tua. sedangkan, kamu! Taunya cuma bikin masalah aja, malu papa sebagai orang terpandang dari keluarga baik- baik. Punya anak seperti kamu, nggak bisa di harepin"
Arga berdecak," Kalau pembahasanya cuma ngebandingin arga, sama teteh dan bang gara. Mending nggak usah" Katanya.
"ARGA!!" Arga bersidekap dan menghelas nafas," Iya, iya " Jawabnya malas.
"Awalnya papa berniat untuk membeli yayasan Fransesco. Supaya kalian itu nggak di deskriminasikan selama di sekolah, biar lebih di utamakan. Tapi, kayaknya kamu makin berulah"Ucap Bashan.
Sembari mendengar, Arga menatap sekeliling ruang kerja milik bashan. Mulai dari interior, tata letak lukisan, dan beberapa penghargaan selama Bashan menjadi CEO.
"Mungkin, lebih baik papa tunda saja pembelian Yayasan itu. Supaya kamu makin belajar dari kesalahan kamu, bukannya bersikap seenaknya" Kata bashan, bashan belum melanjutkan ucapanya. karena, melihat putranya yang sedari tadi hanya jelalatan menatap sana sini.
Brak
"Kamu dengerin papa ngga sih?" Bentak bashan. Mata arga bertemu dengan bashan yang memandangnya dengan marah.
"Dari tadi arga juga dengerin pah" Arga memutar bola matanya malas.
"Mulai besok, kamu ada les tambahan. Papa akan daftarin kamu Les di GO. Lebih baik kamu kurangi main-main kamu"
Ucapan bashan langsung mendapat plototan tajam dari Arga. Kalau di suruh memilih, lebih baik arga masuk tiap hari ke ruang Bk dari pada namanya harus tercatat di buku daftar les. Rasanya sudah seperti di daftarkan di kandidat orang mati.
Arga paling membenci hal yang berbau dengan belajar. Bikin pusing dan memang malas buat mikir.
"Arga nggak mau! Papa tau sendiri, Arga nggak suka les. Arga bukan bang gara, yang hobynya cuma mantengin buku pelajaran." Tolak arga mentah-mentah.
"Lagian, les di GO itu mahal pah. Buang-buang uang tau nggak. Mending uangnya buat bikin usaha, terus usahanya di kasih ke arga. Mayan dapat duit, derajat arga langsung naik jadi Ce—"
"Duittttt aja terus yang di fikiran kamu tuh. Fokus sekolah, belajar, banggain orang tua. Nggak usah mikirin nyari uang. Kaya kamu udah bisa kerja aja"
"Tugas cari uang itu papa. kamu, sila sama gara itu tugasnya belajar." Sambung bashan lagi.
"Percuma papa banyak uang. Tapi, nggak pernah di kasih sama arga. Ya sama aja" Jawab arga tajam.
"Arg—
"Papa tau nggak sih? Kenapa arga kayak gini! Itu semua karena, mama pilih kasih sama arga. Kepintaran bang gara, sama teh sila selalu menjadi tolak ukur keberhasilan arga. Arga di tuntut supaya menjadi pintar dan berprestasi kayak mereka. Bahkan, dari arga kelas satu selalu dapat masalah di sekolahan. Uang jajan arga selalu di potong sama mama, masalah belum selesai, datang lagi, di potong lagi. Dan papa tau! Uang saku arga sekarang tinggal Dua puluh ribu pah!!"Ujar Arga," Masuk akal nggak sih? Dari uang saku arga yang seratus ribu. Sekarang jadi dua puluh ribu. Buat beli nasi padang juga kurang pah!!" Lanjut Arga yang menggebu-gebu, mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Makanya, arga itu kerja pah. Cari duit, jadi selebgram, kalau perlu jadi artis. Arga berasa miskin tau nggak pah. Masak arga di sekolah jajan aja ngutang, untung aja ada orang baik. Si davin, temen arga yang selalu bayarin utang arga" Kata Arga sewot, membuang mukanya, tanpa sadar ia sudah menjual nama davin di depan papanya.
Bashan mendengus, hanya geleng-geleng mendengar tuturan arga." Yasudah, kamu kembali ke kamar. Jangan lupa belajar sama makan" Ucap Bashan.
"Nih, buat jajan kamu. Tapi, jangan bilang sama mama" Senyum Arga mengembang," Beneran nih pah?" Bashan mengangguk." Jangan di habisini" Katanya lagi.
"Arga beli 20 dus mie juga nggak bakal nih pah. Makasih pah, aduh papa cakep banget hari ini. Dahh" Rayu arga.
Arga beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan bashan.