Chereads / Cewe Matre Bertemu Duda kaya / Chapter 2 - Janji Sejati

Chapter 2 - Janji Sejati

Dari saat Aurora bangun sampai ia pergi mandi ponsel itu terus berdering, dari siapa lagi jika buka dari kekasihnya. Laki-laki itu yang akan selalu siap mengantar dan menjemput Aurora pulang. Tapi kadang Aurora lebih ingin pergi sendiri demi kesehatan semua orang yang melihat bagaimana Rome jadi budak cintanya. Dan semua anak kampus yang terutama perempuan pasti iri melihat itu.

Rambut Aurora masih basah dengan handuk yang diletakkan di atas kepala. Ponsel itu diangkat. "Aku berangkat sendiri." Ujarnya meletakan ponsel di depan cermin dengan gelas sebagai penyangganya.

"Harusnya malam tadi aku diam-diam masuk!" ujar Romeo melihat rambut Aurora yang basah.

Aurora hanya tersenyum kemudian mematikan panggilan itu. Jika tidak sampai ia memakai baju Romeo akan terus mengawasi.

***

Cuaca pagi ini sejuk sinar matahari pagi menyelinap di balik dahan pohon, daun hijau rindang membawa sejuk pada seseorang di ujung jalan. Skuter matik tua dengan helm yang hanya menutupi bagian atas kepalanya saja. Suara kendaraan itu meraung dari ujung jalan yang menanjak setelah turun dari tanjakan barulah sang pengendara bisa terlihat, meski pelan ia tetap mensyukuri kehidupan. Masih bisa melanjutkan kuliah meski dengan bantuan Romeo.

Aspal halus dengan marga jalan garis putih putus-putus kendaraannya berkali kali tersendat kadang mati dengan sendirinya, kalau sudah begitu yang turun tangan adalah Deren. Bukan Romeo tidak ingin memberikan kendaraan baru namun Aurora menolak. Katanya, ini masih bisa digunakan apa lagi ada Deren monster otomotif.

Aurora masih dengan santai melajukan kendaraan karena hari masih sangat pagi belum banyak penghuni kampus yang datang. Paling hanya anak-anak penghuni perpustakaan yang datang dipagi hari yang cerah ini. Kendaraannya mulai menyendat mati, lalu hidup lagi, ia menarik napas lega saat skuter tua itu kembali hidup.

Baru saja beberapa meter, kembali mati. Aurora memukul-mukul bagian speedometernya. Ajaib skuter tua itu kembali hidup lalu Aurora melanjutkan jalannya dengan tawa.

Mobil pertama anak kampus lewat. Aurora hanya melihat sesaat, tidak berselang lama mobil kedua. Mobil itu berjalan pelan di sampingnya.

"Kau bawa skuter tua itu, Romeo tidak menjemputmu? "pertanyaan itu sebetulnya terdengar mengejek, namun Aurora tidak peduli toh mencintai Romeo bukan karena uang yang dimiliki.

"Tidak," singkat saja jawabannya. Aurora ingin sekali memutar gas skuter ini agar bisa mendahului mobil.

"Kalau begitu, aku duluan!" mobil itu berlalu.

Aurora kembali menarik gas motor meski larinya hanya begitu-begitu saja, hanya untuk mencapai parkiran saja sangat lama sekali. Sampai di parkiran seorang pembersih kebun menyapanya.

"Tidak diantar, Romeo?" tanyanya pada Aurora seraya membantu memegangi skuter hendak membantu memarkirkan.

"Sedang ada urusan, pagi ini. Terima kasih, Paman." Selesai lelaki tua itu memarkirkan skuter Aurora.

"Saya memang diperintahkan untuk menunggu nona, saat bawa skuter." Salah satu perintah Romeo untuk tukang kebun kampus ia harus siap membantu wanitanya saat datang sendiri.

Aurora tersenyum simpul. "Paman tolong jangan katakan pada siapapun jika Romeo meminta seperti itu." Aurora tidak ingin dibuat istimewa oleh siapapun terlebih Romeo, biarkan cukup hanya ia yang mengetahui bagaimana laki-laki itu mencintainya.

"Baiklah, saya mengerti."

Aurora berlalu mulai menyusuri taman menuju gedung utama di mana kelasnya ada.

"Aurora!" Kumpulan anak-anak duduk di taman kampus memanggilnya datang. Aurora ikut bergabung.

"Jadi selesai tahun ini?" tanya salah satu teman Aurora sesaat setelah duduk di atas rumput.

"Jadi, aku ingin cepat selesai." Aurora sudah sangat ingin menyelesaikan kuliahnya.

"Kalian akan langsung menikah?" tanyanya lagi dalam godaan.

Aurora tersipu sudah bukan rahasia jika Romeo akan menikahinya setelah lulus.

Ada laki-laki yang duduk tidak terlalu jauh dari Aurora. Dilan tersenyum tipis sekian lama ia menunggu kesempatan ternyata tidak juga datang. Ia mencoba merelakan gadis itu bahagia dengan kekasihnya.

Dilan pun sadar tidak ada yang mencintai Aurora seperti Romeo mencintainya, maka pantas gadis itu tidak akan berpaling dari Romeo.

"Dimana Romeo? Tidak biasanya datang sendirian, biasanya dia akan selalu mengekor di mana kau berada." tanya Dilan dengan tawa semu, sekedar melepaskan rasa.

"Ada urusan. Dilan, bisa bantu aku, ada yang belum aku mengerti?" Aurora membuka laptop memperlihatkan apa yang tidak bisa ia mengerti dan dengan telaten Dilan membantu menerangkan sampai gadis itu mengerti.

Sesaat Dilan melihat semburat merah pipi Aurora serta lipstik berwarna senada dengan bibirnya, merah jambu. Kemudian Dilan kembali mengalihkan pandanganya pada layar laptop tidak ingin terpesona terlalu jauh pada milik laki-laki lain.

***

Sekitar lima belas menit Romeo berdiri di depan pintu kelas Aurora menunggu gadis itu keluar. Satu demi satu isi kelas keluar, banyak yang menyapanya ia pun membalas.

"Kekasih Romeo keluar, sudah selesai kelasnya?" tanyanya dengan senyuman lebar dengan wajah super dekat pada Aurora.

"Kau tidak masuk kelas?" tanya Aurora. Romeo menggeleng langsung merangkulnya. "Bagaimana kau mau lulus kalo absenan kosong semua!" Gerutu Aurora masih dengan tangan Romeo di pundaknya.

"Tenang! Kekasihmu ini tetap bisa ngidupin istri dan anak-anak kita, walaupun aku tidak kuliah.'' masih dengan jenaka Romeo terus menggiring Aurora.

''Sombong.'' Aurora mencubit hidung Romeo.

"Aku bukan sombong, karena memang tidak ada yang bisa memisahin kita selain Tuhan. Itu janjiku Ara." Romeo melihat Aurora tegas tanpa keraguan.

"Selesai kuliah aku mau kita menikah," lanjut Romeo lagi. Mana ada wanita yang tidak meleleh melihat keyakinan yang tidak pernah surut dari awal mereka memadu kasih.

Mata Aurora berkaca, dari lulus sekolah menengah atas dulu Romeo sudah ingin menikahinya meski tanpa restu kedua orangtuanya. Saat itu, masih bisa ditahan oleh kedua orang tua Aurora dengan mengatakan ingin anak gadisnya sekolah tinggi lebih dahulu. Kuliah Aurora pun atas pilihan Romeo agar bisa tetap bersamanya.

Aurora memang mendapatkan beasiswa untuk kuliah sedangkan sisanya dari apartemen, biaya hidup sehari-hari selain dari kedua orang tua Aurora. Romeo jadi bertanggung jawaban. Aurora juga kerja paruh waktu di sebuah restoran tidak ingin terlalu membebankan, sakan laki-laki itu hanya dimanfaatkan. Sungguh Aurora tidak ingin siapapun berpikir hanya mencintai uang Romeo, cintanya tulus.

Keduanya berjalan menuju kantin di sana Dern serta Axel sudah menunggu. Kursi digeser Dern untuk Aurora.

"Mau makan apa?" tanya Romeo.

"Aku sudah makan," tolak Aurora.

"Kapan Ara... Ini sudah siang. Ramen mau?" tawar Romeo melihat gadis itu.

Aurora masih diam. Tidak ingin mendengar kilahan Aurora lagi, Romeo langsung memesannya.

"Ramen dua!" Romeo sangat mengenal kebiasaan Aurora yang masih saja segan menerima apa yang diberikan, terkadang Romeo harus diam-diam memberikan uang pada ibunya untuk biaya ayahnya yang sakit-sakitan.