Hari-hari Arini lalui seperti biasa, tanpa ada yang spesial. Perasaannya tetap pada rasa yang dilema tentang melupakan Ardan atau bertahan tetap seperti ini. Sedangkan tidak dipungkiri ia juga butuh seseorang untuk menemaninya sebagai seorang pendamping, tapi egonya mengatakan bertahanlah untuk Ardan dan hatinya berkata sebaliknya. Sangat membingungkan.
"Rin ngelamun aja?" ujar Mirae mengagetkan Arini.
"Enggak kok," jawab Arini.
"Ngelamunin apa sih?" tanya Mirae kepo.
"Enggak aku gak ngelamun," sanggah Arini.
Di tengah obrolan mereka, terdengar suara pintu diketuk. Mirae pun beranjak membukakan pintu.
"Selamat malam, Mbak Arini ada?"
Mirae diam sejenak sambil sedikit tidak percaya.
"Kamu Willy?" tanya Mirae.
"Iya Kak," jawab Willy dengan senyum-senyum.
Mirae mengangguk dengan wajah yang terlihat bingung. "Masuklah! Sebentar aku panggilkan Arini dulu," ujar Mirae sambil beranjak.
"Rin!" panggil Mirae.
"Heem," sahut Arini dari arah teras belakang.