Seminggu sudah berlalu, hari begitu sangat cepat bagi Ardan yang tanpa kenal mengenal lelah mencari keberadaan sang istri. Sungguh, hidupnya menjadi sangat hampa tanpa hadirnya sang istri yang selalu menemani hari-harinya. Senyum manis dan tingkah lucu sang istri selalu membayang diingatan Ardan. Ia sangat-sangat merindukan Arini.
Ardan yang sekarang lebih banyak diam dan sulit mengatur emosinya, jika anak buahnya sedikit saja melakukan kesalahan, ia akan langsung memarahinya mati-matian.
"Kau bodoh atau berpura-pura tidak tahu, he? Mengolah data semudah ini saja kau tidak bisa! Apa di tempatmu kuliah tidak diajarkan seperti ini?"
Ardan memaki habis-habis karyawannya yang ditugaskan mengolah data tentang kerugian perusahaannya.
"Maaf Presdir, tapi—"
"Jangan banyak alasan! Cepat keluar dan perbaiki selagi aku belum memecatmu!" ujar Ardan.