Byuurr ...
Seember air dingin disiram ke tubuh Arini yang tak sadarkan diri. Sontak Arini langsung terbangun karena dinginnya air menembus kulitnya yang terluka, Arini meringis merasakan perih. Kepalanya terasa sangat pusing akibat tekuknya yang dipukul tadi.
Plakk ...
Satu tamparan mendarat ke pipi Arini.
Plakk ... Plakk ...
Berulang kali tamparan itu mendarat di pipi Arini, ia tak bisa membalas karena tangan, kaki dan mulutnya diikat. Arini hanya bisa melototkan matanya melihat seorang wanita dengan kursi rodanya berkali-kali menamparnya.
"Kau berani melototkan matamu kepadaku, he?"
Elsa ingin kembali menampar Arini namun dihalangi oleh sang ayah.
"Kenapa Papa menghalangiku? Biar dia rasakan sakit yang aku alami selama ini," ujar Elsa.
"Jangan kau lampiaskan dulu amarahmu! Kalau dia mati sebelum kita menyiksanya kau akan menyesal," sahut Tirta.