"Tuan muda, ini kuncinya" Danuarto menyerahkan kunci villa pada seorang pemuda. "Jangan sungkan untuk menghubungi saya kalau Anda butuh sesuatu!" sambungnya lagi.
"Terimakasih, Pak Danu." Sembari mengambil kunci villa tersebut.
"Oh iya, Tuan Ardan, besok sudah ada orang yang bersih-bersih dan memasak untuk Tuan Ardan selama di sini. Kalau begitu saya pamit, selamat beristirahat Tuan Muda," ucap Danu.
Mobil Danu meninggalkan villa, dan pemuda itu mulai masuk ke dalam villa yang cukup besar tersebut sembari mengamati sudut-sudut ruang yang telah lama tidak ia kunjungi.
"Tidak ada yang berbeda, sama seperti dulu saat terakhir kali aku mengunjungi villa ini," gumamnya.
Keesokkan hari,
Matahari pun mulai menampakkan diri, suara kicauan burung di pagi hari di tambah hembusan angin yang menambah asri sekitar villa kala itu. Pemuda berkaos putih oblong dan celana pendek berwarna krem itu sedang santai menikmati pemandangan dari balkon kamarnya.
Ardan Daviez pemuda berumur 25 tahun ini sedang menikmati libur kuliahnya dan mengunjungi villa milik keluarganya.
Kruukk ... kruukk ...
"Perutku lapar, kenapa belum datang juga?" ocehnya sambil memegangi perutnya yang berdendang karena dari kemarin perutnya belum terisi.
Tak lama kemudian bel berbunyi, dia pun bergegas meninggalkan kamar dan menuju lantai satu untuk melihat siapa yang datang. Dia berharap yang datang adalah seseorang yang disuruh Danu kemarin.
"Selamat pagi, Tuan, saya yang diperintahkan Pak Danu untuk bersih-bersih dan memasak selama Tuan di sini," ucap Rahmi yang baru datang.
"Maaf, Tuan saya telat, soalnya saya harus berbelanja ke pasar dulu," jelasnya.
"Iya tidak apa-apa, masuklah!" ujar Ardan.
"Tuan, mau saya buatkan sarapan apa?" tanya Rahmi.
"Apa saja boleh, sama jangan lupa susu pisang," jawab Ardan.
"Iya, Tuan. Oh iya, dapurnya sebelah mana ya?" tanya Rahmi bingung karena menurutnya villa ini sangat besar.
"Ibu Rahmi lurus aja, nanti bakalan ketemu kok," jelas Ardan.
Membungkukkan tubuhnya, Rahmi pun segera pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan Tuan–nya.
Sambil menunggu sarapannya selesai, Ardan berjalan-jalan sebentar menyusuri daerah villa tersebut. Ketika dia sedang asik menikmati pemandangan kebun-kebun sekitar, matanya tidak sengaja melihat sosok gadis dari kejauhan sedang duduk di sebuah batu berukuran cukup besar dengan pena dan buku di tangannya. Entahlah apa yang dilakukan gadis itu di sana. Ardan dengan sedikit penasaran mendekati gadis tersebut, namun seketika itu dia mendengar orang yang memanggil dirinya dari kejauhan.
"Tuan, Tuan Muda!" panggil Rahmi yang tengah mencari sosok yang dimaksud.
Mendengar seseorang mencarinya, Ardan pun mengurungkan niat menemui gadis misterius itu dan kembali ke villa.
"Ya ampun Tuan dari mana saja? Saya mencari kemana-mana dari tadi?" tanya Rahmi.
"Aku habis jalan-jalan di sekitar villa," jawab Ardan.
"Ya wes, Tuan kalau gitu, sarapannya sudah siap." Rahmi pun berjalan diikuti dengan Ardan di belakangnya.
Sampai di villa, Ardan memulai sarapannya dengan dilayani Rahmi.
"Silahkan, Tuan, ini susu pisang yang Tuan minta." Memberikan segelas susu pisang.
"Makasih Bu–" Ardan berhenti dengan ucapannya karena dia tidak tahu nama wanita paruh baya di depannya ini.
"Nama saya Rahmi, Tuan," jawab Rahmi.
"Ibu Rahmi, di sekitar sini memang ada villa lain ya? Setahu aku dulu disini hanya ada villa milik keluargaku saja?" tanya Ardan.
"Villa lain? Sepertinya tidak ada Tuan, hanya villa yang Tuan huni ini saja. Memangnya kenapa Tuan?" ucap Rahmi penasaran.
"Tidak ada apa-apa, Bu Rahmi."
"Baiklah kalau begitu, saya kembali ke dapur dulu."
Ardan yang masih penasaran siapa gadis misterius itu pun melanjutkan sarapannya.
Siang ini Ardan sedang berada di rumah Danu untuk melihat perkebunan milik mendiang ayahnya yang sudah diwariskan kepadanya, namun dia tengah sibuk kuliah di luar negeri sehingga urusan perkebunan teh dan kebun-kebun lainnya ia serahkan kepada Danu orang yang bekerja untuk keluarganya. Danuarto adalah orang kepercayaan keluarganya sejak ayahnya masih hidup. Jooniean Daviez ayah Ardan meninggal karena penyakit yang ia derita sejak lama, Danu–lah yang mengurusi perkebunan sehingga masih berkembang sampai sekarang. Ketika itu Ardan masih duduk di sekolah menengah yang sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang perusahaan keluarganya. Hingga perusahaan pun kini dipegang oleh neneknya. Bagi Ardan, Danuarto sudah ia anggap seperti pamannya sendiri.
Seminggu sudah pemuda bernama Ardan itu tinggal di villa, tidak banyak yang dilakukannya. Hanya jalan-jalan menikmati udara sejuk di sekitar villa, sesekali mengabadikan pemandangan sekitar dengan ponsel canggihnya seperti sekarang ini.
Pemuda bertubuh jangkung tersebut mengecitkan kedua matanya melihat sosok yang sering ia lihat belakangan ini namun tidak tahu siapa sosok gadis misterius itu. Dengan rasa penasaran yang selalu dia rasakan ketika melihat gadis berambut hitam sebahu itu, akhirnya dia pun menghampiri gadis misterius yang sedang duduk di batu besar tersebut.
"Hei ...! Apa yang sedang kau lakukan di tempat ini?" Tanpa basa-basi pemuda itu langsung menanyakan rasa penasarannya selama ini.
Sontak Arini pun terkejut, jantungnya terasa ingin melompat dari tubuhnya. Sampai-sampai buku yang dia pegang terjatuh tanpa dia sadari. Arini pun menoleh ke arah sumber suara tersebut, menatap lekat sosok pemuda di depannya. Hingga kedua mata mereka bertemu, entah mengapa jantung Arini berdegup sangat kencang ketika melihat mata pemuda itu. Mungkin karena dia sedang takut. Arini pun menyadarkan dirinya sendiri dan mengakhiri tatapannya.
"Kau sendiri siapa, tiba-tiba datang dan mengejutkanku saja?" tanyanya dengan nada ketus.
"Heh, harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu?" balas Ardan dengan ketus juga.
Arini pun tidak menghiraukan apa yang pemuda itu katakan, dia akhirnya pergi meninggalkan Ardan. Saat gadis itu sudah pergi, Ardan pun juga berniat untuk pergi meninggalkan tempat itu. Tapi saat langkah kaki Ardan melangkah, dia melihat buku dengan sampul berwarna biru tergeletak di tanah. Dia pun segera mengambil buku tersebut dan membawanya pulang.
Setelah Arini meninggalkan pemuda tersebut, dia pun pulang karena hari sudah mulai petang. Saat ada waktu senggang, Arini memang sering ke area dekat villa mewah itu. Selain pemandangannya yang indah, tempat itu juga damai, cocok sekali dengan dirinya yang suka dengan tempat hening.
"Bu, Arini pulang!" Seraya membuka pintu rumahnya.
"Mbak dari mana saja? Ibu batuknya kambuh lagi," ujar keponakkan Arini yang bernama Rizky itu.
"Maaf, Ki, Mbak tadi keluar sebentar," jawab Arini seraya berjalan memasuki kamar ibunya.
"Ibu batuknya kambuh lagi?" Arini memegang tangan kurus ibunya yang semakin hari semakin kurus, dengan sekuat tenaga ia menahan air matanya yang hendak keluar.
Arini gadis yang selalu menahan dan menyimpan semua rasanya, sebenarnya tidak mudah untuk melakukannya. Namun karena keadaan dia harus tetap kuat.
"Enggak kok, Nduk. Ibu cuma kecapean aja," jawab sang ibu dengan senyum lembut kepada Arini.
Rahmi tahu kalau anaknya itu sangat khawatir padanya, dengan keadaan sakit begini ia hanya akan menyusahkan putrinya saja.
"Nduk, ibu minta tolong kamu ke villa milik Pak Danu yang ada di atas! Ibu lupa tadi Pak Danu menitipkan barang ke ibuk suruh kasihkan ke Tuan Muda," jelas Rahmi.
"Tuan Muda? Di villa atas memang ada penghuninya Buk?" tanya Arini penasaran.
"Iyo Nduk, masak kamu lupa, kemarin lusa yang baru datang sama Pak Danu?"
"Ouhh ...." sambil membulatkan mulutnya.
Arini langsung teringat pemuda yang tadi sore bertemu dirinya di villa yang membuatnya terkejut.
"Iya Bu, Arini kesana. Tapi ibu gak apa-apa kan Arini tinggal?" tanya Arini memastikan kalau ibunya baik-baik saja jika ia tinggal.
"Ndak apa-apa, Nduk, 'kan ada Rizky," jawab Rahmi menenangkan. "Ya udah, kamu cepat berangkat nanti keburu malam!" sambung Rahmi.
"Iya, Bu."
Arini pun meninggalkan ibunya dengan perasaan yang tidak tenang.
Setelah itu ia berpamitan kepada ibunya dan menyuruh Rizky untuk menjaga Rahmi. Arini pergi menggunakan sepeda kesayangannya menuju villa Danu. Di perjalanan menuju villa, tiba-tiba hujan turun namun tidak terlalu deras. Arini pun melanjutkan perjalanannya, tanpa menghiraukan hujan.
Di tempat lain, Ardan kala itu hendak pergi menuju minimarket yang ada di kota. Di tengah perjalanan menuju minimarket, di persimpangan jalan ia melihat seorang gadis dengan jaket berwarna putih tengah mengayuh sepedanya. Cuaca saat ini memang sedang gerimis, tapi gadis itu dengan bahagia tetap melanjutkan perjalanannya tanpa berhenti. Ardan yang sedang mengendarai mobil pun memperlambat laju mobilnya agar dia bisa melihat dengan jelas siapa gadis itu, dan ternyata gadis berkuncir kuda itu adalah gadis yang ditemuinya di area villa waktu itu. Pemuda itu tersenyum tipis saat melihat gadis misterius itu tengah tersenyum manis dan memperlihatkan lesung di pipi cabinya. Sebenarnya ia ingin menghentikan mobilnya, namun ia urungkan dan melanjutkan perjalanannya kembali.