Chereads / Penjara Masalalu / Chapter 6 - Kegiatan di Villa

Chapter 6 - Kegiatan di Villa

Tok tok tok...

Sebuah ketukan terdengar dari dalam kamar sederhana milik Arini, wanita baruh baya itu pun masuk dan melihat anak gadis nya masih tertidur dengan sangat pulas. Tangan kurusnya pun menggapai pundak anaknya, menepuknya pelan.

"Nduk, ayo bangun sudah pagi!" mengusap lengan anaknya dengan lembut.

"Hemm ... Ibuk?" berusaha membuka mata dan mengumpulkan nyawanya.

"Ibuk mau berangkat panen dulu, kamu cepat bangun! Jangan lupa ke villa Pak Danu, adekmu ajak sekalian," ucap Rahmi.

"Enggeh, Buk"

"Ya wes ibuk berangkat, assalamualaikum. Jangan lupa sarapan!"

Setelah ibunya berangkat, Arini pun bergegas mandi dan sarapan bersama Rizky.

"Ki, ikut Mbak ke villa Pak Danu ya, libur juga 'kan sekolahnya?" sambil memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Ya libur to Mbak, 'kan hari minggu," jawab Rizky.

Selesai sarapan mereka berdua pun berangkat menuju villa Danu yang berada di bukit dengan menaiki sepeda.

Butuh waktu kurang lebih 15 menit untuk menuju villa, serta membutuhkan tenaga ekstra untuk ke villa tersebut karena medan yang menanjak membuat mereka sedikit ngosngosan ketika sampai di villa dengan cat berwarna silver itu.

Nampak sederhana dari luar namun ketika memasuki ruangan demi ruangan nuansa mewah terpampang indah, furnitur-furnitur yang klasik modern, perabotan bernilai seni yang tingggi serta dinding-dinding kaca tebal menghiasi ruangan tersebut. Ditambah dengan kolam renang yang tidak terlalu luas menghadap ke arah luar dengan pemadangan yang sangat indah.

"Ki, kamu kalo main jangan jauh-jauh, soalnya Mbak tidak terlalu hafal daerah villa ini," ucap Arini seraya membuka pintu.

"Iyo, Mbak" jawab Rizky.

"Ya wes, kamu main deket kolam renang aja yo? Mbak mau bersih-bersih dulu," kata Arini.

"Siap, Mbak." mengacungkan jempol kanannya.

Hari pun sudah mulai siang, jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB siang. Sudah empat jam Arini berada di villa tersebut, dari mengepel lantai, mengganti sprei dan mencucinya, membersihkan dinding kaca dan furnitur. Kolam renang tida ketinggalan, dan sekarang pekerjaannya pun sudah hampir selesai. Tinggal membersihkan halaman depan yang dimana rumput-rumput sudah mulai panjang dan daun-daun berguguran yang berserakan.

"Ki, Mbak mau bersih-bersih halaman depan, kamu ikut gak?" tanya Arini dengan membawa gunting besar dan sapu di tangannya.

"Iyo, Mbak aku nanti nyusul," jawab Rizky sedikit berteriak karena dia sedang asik bermain air di kolam renang.

Arini pun berlalu menuju halaman depan, memulai pekerjaannya. Saat dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, terdengar suara deru mobil perlahan mendekati halaman depan villa yang luas tersebut.

Arini pun menoleh ke sumber suara tersebut, dilihatnya pemuda berkaos pendek berwarna putih dengan celana jeans dan converse berwarna merah dengan poletan putih di kaki panjangnya, tidak lupa kacamata hitam yang bertengger di hidung bangirnya. Seseorang itu pun turun dari mobil jeep berwarna hitam tersebut.

Pemuda itu melemparkan senyum kepada Arini yang melihatnya tanpa terpana sedikitpun, entahlah Arini gadis yang sulit untuk terpana terhadap seorang laki-laki, bahkan tampan sekalipun seperti di hadapannya sekarang.

Pemuda tampan itu pun menghampirinya dan menyapanya dengan sangat manis.

"Hai Arini, lama tidak bertemu?" sapanya.

"Hai juga, Kak Ardan."  seperti biasa jawabannya selalu singkat tanpa di tambah embel-embel lainnya.

Ardan kini sudah kembali setelah 5 bulan dia berada di London untuk kuliahnya, penampilannya sedikit berbeda rambutnya yang dulu hitam kini di cat berwarna perak kebiruan. Menambah pesonanya semakin terpancar.

Dari kejauhan, sesosok mata sedang melihat dari balik pagar pertemuan antara Arini dan Ardan, sosok itu pun tersenyum licik dan pergi meninggalkan villa tersebut. Wanita itu adalah orang suruhan dari nenek Ardan. Dia merasa curiga dengan cucunya, karena biasanya pemuda itu akan mengunjunginya di Jakarta terlebih dahulu, baru setelah itu ia akan mengurus pekerjaannya.

"Maria, rupanya cucumu sedang bersama dengan anak kakakku," ucap seorang wanita dengan lipstik merah merona di bibirnya.

"Apa kau bilang, kakakmu?" Maria terkejut.

"Ya kakakku, Rahmi," jawab Mayang dengan santai.

"Ardan bisa saja jatuh cinta dengan anak wanita penghianat itu" gumam Maria dalam hati.

"Tapi dipikir-pikir itu akan menguntungkan untukku, aku bisa menyiksa Rahmi perlahan dengan memanfaatkan gadis itu." lanjutnya.

"Ooh ... biarkan saja, kalau Ardan jatuh cinta dengan anak wanita penghianat itu. Itu akan menjadi peluang bagus untuk aku menghancurkan hidup Rahmi," kata Maria.

"Ouhh ... seperti itu, tenang saja aku akan membuat rencana yang menarik untuk mereka," ucap Mayang.

Setelahnya, sambungan telepon itu pun berakhir. Mayang juga cepat-cepat pergi dari villa, takut kehadirannya disadari oleh Arini.

**

Di rumah Arini.

Gadis itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan sweater berwarna abu-abu dan celana panjang berwarna senada. Dia pun menghampiri ibunya yang sedang memasak untuk makan malam mereka.

"Buk, aku bantuin?" kata Arini.

"Ndak usah, Nduk, udah mau selesai. Kamu panggilkan Rizky aja!" ujar ibunya yang sambil meletakkan masakannya ke piring.

Arini pun menghampiri Rizky yang tengah asik menonton televisi.

"Ki, ayo makan!" ajaknya

"Iya Mbak, tunggu bentar" jawab Rizky dengan matanya tetap fokus pada televisi.

"Nunggu opo?" seraya menghampiri keponakannya itu dan duduk disampingnya

"Kamu nonton acara apa Ki, serius banget?" tanya Arini.

"Ini lo Mbak, aku lihat berita tentang kecelakan. " tetap fokus dengan tv nya.

"Hei ... anak bau kencur wes liat acara kriminal." seraya mengusap wajah Rizky yang sedang begong.

"Mbak ... " teriaknya, "Usil banget sih."

Rahmi pun menyahut dari dapur.

"Kok berantem terus ya, gak capek? Ayo makan dulu!"

Mereka berdua pun menuju dapur untuk makan malam.

"Nduk, besok ibu masih panen di desa sebelah kamu, tetep gantiin ibu yo di villa" ujar Rahmi.

"Loh ... Buk besok kelulusanku, ibu lupa?" kata Arini.

"Ya ampun Arini, ibuk lupa kalo besok hari kelulusanmu," ucap Rahmi kaget. Dia benar-benar lupa kalau besok Arini wisuda, dirinya sudah terlanjur membuat janji dengan pemilik kebun untuk memanen sayur.

"Ya wes, Buk ndak papa, ibuk kerja aja," ujar Arini dengan nada kecewa.

Mengusap lembut lengan Arynni. "Nduk,  maafin ibu yo, habis ini ibuk akan ke rumah pemilik kebun itu, untuk izin besok tidak masuk."

Arini pun menggenggam tangan ibunya yang kurus. "Gak usah Buk, besok ibu kerja aja. Arini mengerti keadaan perekonomian kita, ibu sudah berusaha kerja keras buat aku dan Rizky."

"Buk, Kiki bangga punya nenek yang seperti ibu," sahut Rizky.

Rahmi sangat terharu dengan yang diucapkan Rizky dan Arini. Mereka sangat mengerti dengan kondisi dirinya. Rahmi meneteskan air mata.

"Jangan nangis dong, Buk!" kata Rizky.

Rahmi pun mengusap lembut pundak mereka secara bergantian.

Rizky sudah menganggap Rahmi sebagai ibunya sendiri, dia dibesarkan Rahmi saat Alda bunuh diri setelah melahirkan Rizky. Rizky adalah anak hasil dari kejadian pemerkosaan Alda dulu, Alda mengalami depresi saat dia tahu kalau dia hamil . Beberapa kali Alda ingin menggugurkan bayinya namun Tuhan tidak mengizinkannya.

Kasus pemerkosaan Alda sudah di laporkan ke kepolisian, namun keluarga Arini tidak memiliki cukup bukti untuk menangkap pelaku pemerkosaan, hingga kasus tersebut di tutup begitu saja.

***

Hari kelulusan Arini pun tiba, banyak siswa-siswi berkumpul bersama orang tua mereka. Kecuali Arini, dia hanya sendiri. Ada rasa sedih dan kecewa di hatinya tapi sudahlah, kehadiran orang tua juga tidak berpengaruh terhadap acara kelulusan ini. Mungkin hanya pelengkap dan pendamping saja untuk sang anak yang mana mereka sudah menyelesaikan sekolah mereka selama kurang lebih 3 tahun.

Suara riuh pun terdengar di luar aula sekolah itu, entahlah apa yang membuat suasana di sana tersebut bertambah heboh. Benar saja, sesosok pemuda tampan dengan tubuh tegapnya berjalan menghampiri aula sekolah tersebut .

Siapa lagi kalau bukan Ardan Daviez yang membuat heboh siswa-siswa terutama siswa perempuan di sekolah itu.

Ardan datang ke sekolah Arini bersama Mirae, Danu dan Ratna. Pemuda itu diminta Mirae untuk ikut hadir di acara kelulusannya tersebut. Dengan senang hati Ardan menuruti permintaan anak semata wayang Danu itu yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.

Mereka berempat menghampiri Arini yang sedang duduk di kursi acara sendirian.

"Es batu ...!" panggil Mirae seraya melambaikan tangannya.

Arini yang julukan namanya dipanggil pun menoleh, dia sedikit heran dengan kehadiran pemuda berkemeja putih tersebut yang tengah digandeng oleh Mirae.

"Rupanya kehebohan di luar tadi di sebabkan oleh makhluk ini, pantas saja," ujar Arini dalam hati.

"Arini kamu kok sendirian, Nak" tanya Ratna ibu dari Mirae.

"Iya, Tante," jawabnya sopan.

"Ibu kamu kemana, Nduk?" sahut Danu sambil menarik kursi untuk sang istri.

"Ibu saya sedang sakit, Pak Danu" jawabnya bohong karena Arini tidak mau mengatakan sebenarnya, dia takut orang-orang akan berkata jelek tentang ibunya.

"Semoga cepat sembuh ya, Nduk"

"Amin Tante."

Diliriknya Mirae yang sedang sibuk mengusir siswa-siswa perempuan yang ingin berkenalan dan berfoto dengan Ardan, Ardan sendiri pun hanya tersenyum santai melihat tingkah anak remaja-remaja ini.